Sabtu

1 1 0
                                    

Gio menginggalkan kedai beberapa jam kemudian. Katanya dia belum membeli kado untuk ulang tahun adiknya. Kegiatan di kedai seperti biasa, sibuk melayani pembeli. Bang Guntur baru kembali ke kedai sore hari.

Ibu datang ke kedai menemuiku menjelang malam. Katanya ponselnya hilang kemarin, pantas aku tidak bisa menghubungi Ibu semalam.

"Kemarin Ibu ada kerjaan diluar, terus nggak tau gimana handphone Ibu udah nggak ada aja." ucap Ibu.

"Yaudahlah Bu, bukan rezekinya. Paling Ibu lupa bawa, terus diambil orang." kataku padanya.

"Makasi yaa udah dateng kesini." Ucapku tersenyum senang pada Ibu.

Aku merindukan Ibu, masakannya dan pelukan hangatnya.

"Iya, takutnya kamu ada perlu terus Ibu nggak bisa dihubungin. Kemaren tuh, hectic banget kerjaannya"

"G, kamu kapan nginep dirumah Ibu?" tanya Ibu.

"Nanti deh, kalau G libur. Rumah Ibu sama Kedai kan lumayan jauh, terus G pulangnya kadang malem." jawabku.

"Ayah jemput kamu?"

Aku mengangguk kemudian menggeleng. "Kadang-kadang. Kalau kerjanya lembur Ayah mampir kesini sekalian jemput aku."

Ibu mengangguk.

"aku boleh nanya sesuatu, Bu?"

Aku teringat apa yang bicarakan semalam dan alasan aku menelpon Ibu semalam. Ibu mengangguk lagi.

"Ayah bilang... aku jangan seperti Ibu." aku menatap Ibu.

Ibu diam tidak menjawab. Aku menyandarkan punggungku pada kursi, kulihat Ibu menggepalkan tanganya dan menggeleng pelan.

"Aku nggak ngerti."

"Memangnya apa yang salah? Aku tau Ibu baik, Ibu luar biasa buat aku. Ibu dan Ayah sosok yang aku kagumi, aku sayang. Terus apa yang salah kalau aku seperti Ibu?"

Aku menatap Ibu, mencari kebenaran pada mata Ibu atas ucapan Ayah.

"Ibu buat kesalahan, Ge. Itu kenapa Ayah dan Ibu berpisah."

Ibu menghela nafas berat dan diam tidak berkata apapun lagi.

"Apa?" aku bertanya pada Ibu tapi Ibu tak kunjung memberikan jawaban.

Aku menunggu Ibu menjawab tapi tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulutnya. Sampai Bang Guntur mengintrupsi kami dengan kehadirannya dan segelas teh manis di tangannya yang diserahkan pada Ibu.

"Malem Tan.. Sehat?" sapa Bang Guntur dengan senyumnya.

Ibu balas tersenyum. "Makasih. nak.. Alhamdullilah sehat. Kamu makin keren aja Tante liat."

"Ah tante bisa aja.." Bang Guntur dan Ibu tertawa.

"sini duduk, kita ngobrol." ajak Ibu pada Bang Guntur.

Bang Guntur menarik kursi untuk duduk dan bergabung mengobrol bersama kami. Aku menghela nafas karena pertanyaanku belum terjawab oleh Ibu, sedang Bang Guntur ada diantara kami, Ibu pasti tidak akan mengeluarkan jawaban apapun lagi tentang pertanyaanku tadi.

"Yaudah kalian ngobrol aja, aku kesana dulu" kataku segera bangkit dari kursi. Ibu tidak menahanku sama sekali. Kudengar mereka mengobrol akrab bahkan sesekali tertawa. Aku tersenyum melihat keakraban mereka.

Malam itu, setelah bertemu dengan Ibu aku pulang diantar Bang Guntur. Kami pulang bersama termasuk Nisa yang diantarkan dulu oleh Bang Guntur baru kerumah aku. Rumahku dan Bang Guntur memang tidak terlalu jauh, masih dalam satu lingkungan perumahan yang sama, itu juga alasan kenapa aku bisa dekat dan bekerja bersama dia, karena kami sudah saling mengenal sebelumnya.

G!Where stories live. Discover now