🥀HARI MENYAKITKAN🥀

1.1K 134 31
                                    

"Dimulai dari sadar diri, maka kau tidak akan berkomentar tentang seseorang, karena diri masih banyak kekurangan."___Lyvia Gemerlap🥀

                       ~RAPUH🥀~

Lyvia menuruni tangga satu-persatu sambil melirik Vito yang melewatinya tanpa menoleh. Lyvia menghela nafas sejenak sebelum memanggil sang Papa.

"Papa enggak makan?" Vito menoleh sekilas lalu melangkah lagi tanpa berniat menjawab. Lyvia menghembuskan nafasnya lalu menduduki meja makan seorang diri dan memakan sarapannya sendiri.

Setelah menghabiskan sarapannya Vito pun datang sambil membawa kitab-kitab pelajaran lalu ditaruh di depannya.

"Baca semua buku itu jangan sampai ada yang terlewat," ujar Vito keluar dengan membawa dokumen kerja.

Lyvia menggenggam erat kitab-kitab itu dengan pandangan menunduk. Ia memeluk kitab-kitab itu kemudian berjalan ke luar dari rumah bernuansa putih gading itu.

"Non," sapa Pak Hendri tersenyum dibalas anggukan pelan oleh Lyvia. Pak Hendri tampak terkejut sekaligus senang karena dia mendapat respon walau hanya sebuah anggukan.

Pak Hendri pun masuk ke dalam mobil lalu mengendarainya menuju sekolah Lyvia. Selama perjalanan juga Lyvia mengingat kejadian kemarin membuat hatinya tersentil, dimana Mamanya menyayangi gadis kecil itu. Dia berharap bisa seperti itu lagi dan bisa berkumpul dengan keluarganya.

Tiba-tiba darah menetes dari hidungnya. Entahlah Lyvia tidak mempedulikan itu, dia memang sering mimisan atau sakit kepala yang membuat kepalanya ingin pecah. Menurutnya itu bukanlah hal yang harus dipedulikan.

Seketika Lyvia turun dan meninggalkan Pak Hendri. Seperti biasanya para siswa mengejeknya 'bisu' dan 'sampah' padahal sebelum menghina seseorang coba introspeksi diri apa dirinya sudah benar atau tidak. 

Sebelum melangkah masuk ke kelas. Avaro berdiri di sampingnya dengan senyuman manis.

"Hai patung sariawan," sapa Avaro terkekeh pelan. "Bener-bener enggak nyangka gue, lo bisa ngomong waktu itu!" serunya girang.

Lyvia melangkah memasuki kelas tanpa memperdulikan Avaro yang terus berteriak memanggil namanya. Ia memasang earphone ke telinga sambil memejamkan matanya.

Setelah suara Avaro yang bisa membuat kupingnya meledak itu hilang. Sebuah gebrakan tak lain adalah Emilia sendiri. Emilia mencengkram kedua pipi Lyvia sambil menatap dirinya tajam.

"Jauhin Avaro, kalo lo enggak mau gue bully lagi. Ngerti?!"

Lyvia memutar bola matanya malas sambil menggangguk. Siapa juga yang mau bertemu dengan cowok yang memiliki suara cempreng seperti cewek itu. Bikin kuping sakit saja pikir Lyvia.

Bel masuk pun berbunyi. Lyvia mengambil buku pembelajaran pertama yaitu PKN dari tasnya. Setelah kedatangan seorang guru manis dengan kacamata membuatnya sedikit menggemaskan.

"Sudah berdoa?"

"Sudah, Bu!" seru mereka kecuali Lyvia. Lyvia berdecak sudah apanya? berdoa tidak mereka lakukan karena sedari tadi mereka hanya bermain ke sana kemari saja.

Pembelajaran akhirnya di mulai dari mencatat dan Guru itu menjelaskan apa yang tadi dicatat. Lyvia begitu memperhatikan Guru tersebut hingga tidak sadar bel istirahat berbunyi.

"Oke anak-anak sampai ketemu di minggu depan, jangan lupa tugasnya," pesan Guru itu membuat semuanya mengucapkan 'iya'. 

Setelah Guru itu pergi. Emilia, Silvi, dan Vienna. Bukan itu saja melainkan mereka menatap Lyvia seperti sampah. Lyvia menghela nafas sebelum Vienna menjambak rambutnya kuat.

RAPUH (TAMAT)Where stories live. Discover now