--Geminorum 43--

708 106 519
                                    

Happy Sunday and Happy 10K Readers 🥰🥰

Mungkin 10K readers itu belum seberapa menurut kalian, tapi bagi aku ini udah luar biasa banget. Nggak nyangka ada sebanyak itu yang mau baca cerita gaje aku ini. Hikksss....
Thank's for God and Thank's for all.

Semua akan Indah pada waktunya
_____

"Apa Mama pernah ngajarin kamu ngerusak hubungan orang lain buat kesenangan kamu sendiri?" tanya Adena dengan penuh penekanan.

"Kamu tahu? Blytha itu dulu hidupnya susah. Dia hidup tanpa didampingi Ayahnya sejak dia kecil."

"Disaat kamu dimanja sama Mama sama Papa, diberi kasih sayang yang melimpah dari Mama Papa, sedangkan Blytha enggak. Dia tinggal sama Bunda dan Neneknya. Kamu tahu nggak siapa yang dipanggil Nenek oleh Blytha?" Adena menghentikan sejenak ucapannya. "Nenek yang dipanggil Blytha itu sebenarnya Ibu Asuh yang dulu ngerawat Bundanya dari kecil. Kamu nggak kasihan liat dia? Di waktu muda, dia udah nggak punya siapa siapa lagi. Sedangkan kamu masih bisa merasakan kasih sayang kami berdua."

"Coba kamu bayangin, kalau diposisi Blytha itu adalah kamu! Gimana perasaan kamu?"

"Seharusnya kamu mengucap syukur kepada Tuhan dengan hidup yang kamu miliki. Karena disekian banyak anak yang beruntung di dunia, kamu salah satunya."

"Jadi Mama mohon sama kamu! Biarin Blytha bahagia, Aurora! Kamu jangan egois!" tutur Adena terdengar putus asa.

Aurora terdiam. Mencerna setiap kalimat yang dilontarkan Mamanya. Dari hati yang paling dalam Aurora katakan bahwa ia turut prihatin dengan kehidupan Blytha sebelumnya. Tapi....

Melihat anaknya diam, Adena kembali berucap. "Biarin Blytha bahagia sama Bryan, Ra! Kamu jangan gangguin Bryan lagi, dia udah punya tunangan dan tunangannya itu saudara kamu sendiri."

"Disekian banyak laki laki didunia, kenapa Mama harus tunangin Bryan sama Blytha, Ma?" Tak tahan rasanya membendung rasa kesal setiap kali Mamanya ngotot dengan hubungan Bryan dan Blytha.

"Bryan itu anaknya sahabat Mama. Kan udah pernah Mama bilang sama kamu," tukas Adena tak suka anaknya menyalahkan pertunangan yang sudah ia buat tersebut.

"Tapi kenapa harus Blytha yang tunangan sama Bryan, padahalkan anak Mama itu aku! Aurora bukan Blytha!" jelas Aurora menggebu gebu.  "Kenapa nggak aku aja, Ma? Mama sendiri tahu kalau aku suka sama Bryan dari dulu. Hikss..." Tak sadar air mata Aurora jatuh di pipinya, gadis itu sedikit terisak.

"Dengar, Aurora!" ujar Adena serius. "Blytha itu udah Mama anggap sebagai anak Mama sendiri, dan dia pantas mendapatkan laki laki seperti Bryan. Mereka berdua itu cocok, Ra! Dari segi manapun mereka berdua itu  emang cocok."

"Jadi Mama pikir kalo aku itu nggak cocok sama Bryan?"

"Mama nggak bilang gitu, tapi kalo kamu ngerasa kaya gitu ya mau gimana lagi."

Ingin rasanya Aurora berteriak marah.  Apa seburuk itukah ia bila disandingkan dengan seorang Bryan? "Tapi Mama nggak tahu gimana perasaan Bryan untuk Blythakan? Kalo dia nggak cinta sama Blytha gimana?"

Adena menghela napas kasar. Susah ngertiin orang yang keras kepala seperti Aurora ini. "Kamu pernah denger nggak kata pepatah 'Cinta itu tumbuh karena terbiasa' semakin mereka terbiasa bersama maka semakin hadir yang namanya cinta, seperti Mama sama Papa," jelas Adena panjang lebar.

Jika pepatah itu benar bahwa 'Cinta itu tumbuh karena terbiasa' maka Bryan telah membuktikannya. Mencintai Aurora karena terbiasa akan kehadiran gadis itu.

Prescience (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora