Part 2 ••• Bohong

350 57 25
                                    

• •
• •

Winter memutuskan untuk pulang, rumahnya dengan rumah Minju tidak jauh. Langit mulai gelap, Bunda Minju baru saja memasuki rumah sederhananya itu. Sebenarnya Winter tidak habis pikir dengan seorang ibu dan anak itu, selalu membohongi publik tentang kondisi ekonominya. Bunda seorang single parent yang tangguh, ia ingin Minju bahagia dan punya banyak teman, apalagi sekolah ditempat yang elit seperti Gemmis High School.

"Bunda!" panggil Winter dari jauh dan menghampirnya.

Bunda membalikkan tubuhnya dan menyambut Winter di ambang pintu dengan senyum walaupun lelah.

"Minju belum pulang, dia-

Winter menggantungkan ucapannya, binggung apa yang harus dikatakan pada Bunda Minju, Winter menggaruk tengguknya lalu matanya memejam sejenak seperti orang tertekan.

"Hari ini gak pulang karena temannya kalau tidak salah sih namanya Ryujin ngajak liburan semester tapi Winter lupa nama tempatnya," ujarnya, Winter berkeringat dingin, gelagatnya juga tidak karuan karena harus membohongi orang tua.

"Kenapa Minju gak izin?"

"Ponselnya mati jadi gak sempat itu juga mendadak banget kata Minju," alibinya lagi.

"Winter dosa lo!" teriaknya dalam hati. Bagaimanapun juga ini perintah Minju untuk tidak memberitahukannya dulu.

Winter beralih ke rumahnya, rumah ber lantai dua dimana rumah itu sekaligus tempat usaha dengan spanduk bertuliskan 'Jasa Laundry'.

Lantai satu yang dipakai tempat usaha itu banyak pecahan kaca, pakaian-pakaian yang biasanya digantung, kini berserakan di lantai. Winter terkejut dengan rumahnya yang kini berantakan seperti kapal pecah.

"Ibu," panggil Winter dengan heran saat melihat sang ibu membawa sapu untuk membersihkan pecahan kaca.

"Awas nanti kamu kena," peringat Ibu.

"Ibu ada apa?" tanya Winter panik.

Ibu tidak menjawab, ia sibuk mengumpulkan pecahan kaca rumahnya yang terlihat kena lemparan batu. Kemudian ibu duduk di salah satu kursi di dekatnya.

"Gak lama pulang dari sekolah kamu ada lintah darat, mungkin bulan depan ibu bisa lunasi hutangnya."

Winter memunguti pakaian yang berserakan itu dengan raut wajah kesal.

"Tapi gak harus merusak usaha kita!" perlahan air matanya keluar, ia menghapusnya dengan kasar.

Melihat Winter seperti itu, Ibu langsung menarik napas panjang.

"Sudah kamu jangan ikut pusing, yang penting sekolah kamu lancar dan bisa mempertahankan beasiswa, satu tahun lagi kamu lulus," ujar sang ibu membuat Winter berpikir sejenak, ia memalingkan wajahnya.

Winter teringat ancaman Ryujin. Dia anak direktur atau pemilik sekolah GHS dan Winter terlibat masalah dengannya, apa ancaman itu bisa terjadi?

"Winter, raihlah tiga besar agar bisa masuk kampus impian." ucapan ibu membuat Winter tersadar kembali pada lamunannya.

Winter hanya mengangguk.

Kini yang harus ia lakukan mendapatkan ponselnya kembali, karena bukti kuat ada di sana.

••••|||•••••


Pagi ini sangat cerah, ibu dan satu karyawan di sini sudah kembali pada aktivitasnya. Winter turun dari lantai dua rumahnya, ibu memperhatikan anak gadisnya yang sudah berpakaian rapi.

"Winter antar pakaian pelanggan nanti sore ya, Bu," ujar Winter.

"Mau kemana kamu?"

"Ada kerja kelompok." perkataan Winter membuat ibu mengerutkan keningnya, begitu pula dengan Winter yang langsung menatapi ibunya panik.

Gak boleh ganti alasan nanti malah ketauan bohong. ujarnya dalam hati.

"Libur semester gini masih ada tugas?"

"Maksudnya belajar kelompok, persiapan untuk kelas 12," alibinya lagi.

"Ohh bagus, belajar yang giat, semangat."

Winter menghela napasnya lega.

Sebenarnya ia akan melihat perkembangan kondisi Minju, juga mencari ponsel satu-satunya yang entah berada di tangan siapa.

Sesampainya di rumah sakit, Winter melihat Heeseung yang setia menunggu Minju di luar ruangan. Cowok itu terlihat menundukkan kepalanya sambil duduk di kursi tunggu.

Winter mendekatinya, ia berdeham pelan hingga Heeseung menegakkan kepalanya, pandangan mata mereka bertemu.

"Gimana kondisi Minju?" tanya Winter yang masih berdiri didekat Heeseung dengan raut wajah sendunya.

"Gak ada perkembangan. Mana bukti yang lo punya?" tanyanya datar.

Winter duduk disebelah Heeseung, otaknya terus berpikir, apa yang harus ia katakan? Ia tak punya bukti, tidak mungkin hanya omongan semata.

"Dokter bilang ada bekas tusukan di perutnya. Atau lo pelakunya?"

Tidak. Heeseung mencurigainya bahkan Winter terkejut atas ucapan Heeseung.

"Secepatnya gue cari bukti karena ponsel gue hilang."

Heeseung mengalihkan pandangannya, hening seketika. Pikirannya dipenuhi Minju, sedari kemarin gadis itu tak sadarkan diri kondisinya memprihatinkan.

Winter berdiri, berjalan perlahan menjauh dari Heeseung dan mendekati jendela ruangan yang di mana Minju terlihat berjuang dengan alat medis yang terpasang di tubuhnya.

Tega banget lo Ryujin nusuk teman lo sendiri. Batin Winter kesal.

"Hei!" panggil Heeseung datar hingga Winter membalikkan badannya dengan tatapan bertanya.

Heeseung ikut berdiri dan kini tepat di depan Winter.

"Lo kenal Minju udah lama?"

Winter mengangguk mantap.

"Berarti lo tahu tentangnya?"

Winter sedikit terkejut, apakah Heeseung juga tahu tentang kebohongan Mjnju?

"Sedikit," jawab Winter ragu karena ia berbohong, ia tahu banyak soal Minju- teman masa kecilnya yang berpura-pura tidak mengenal satu sama lain sejak masuk Gemmis High School.

"Kalau gitu lo bisa hubungi orang tuanya yang ada di Kanada?"

Winter lagi-lagi terkejut dengan ucapan Heeseung, ia kira Heeseung tahu tentang Minju.

"Kalau itu gue gak tahu," jawabannya cepat. Ia rasa tidak perlu ikut campur ke dalam kebohongan Minju.

Sampai kapan Minju akan memberitahu semua orang yang sebenarnya?

• •
• •

SAVIOR GIRL | 01 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang