Meet You After Sunset

13 2 0
                                    


Bel pulang sudah berbunyi dua puluh menit yang lalu, tetapi Gray dan ke-empat rekan tim jurnalistiknya masih sibuk di ruang redaksi. Pemuda itu manyun-manyun tak jelas sembari menyimak apa yang tengah rekan-rekannya bahas.

“Gray?! Lo nyimak gak, sih? Kenapa muka lo sepet amat, dah?” Teguran Bima, salah satu rekan di tim tiga membuat Gray mengalihkan pandangannya pada pemuda itu.

“Lanjut aja, Bim. Gak usah banyak komentar, gue nyimak, kok, apa yang kalian bahas,” balas Gray sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

“Jadi, Guys, gue udah coba korek sana-sini, gue hubungi temen-temen gue yang ada di Bakti Mulya, tapi mereka gak ada yang mau jawab siapa nama korban kecelakaan itu,” papar Atan, pemuda berkulit cokelat itu tampak membalik lembar demi lembar yang berisi kontak teman-temannya yang berada di SMA Bakti Mulya.

“Anak-anak Bakti Mulya pada tutup mulut mengenai insiden ini. Kayaknya ada kebijakan dari kepala sekolah mereka, deh,” timpal Rin sambil melihat foto-foto lokasi kejadian.

“Gue sama Zera juga udah cek ke rumah sakit persada, tempat korban dilarikan, pihak rumah sakit memang mengatakan kalau korban tabrak lari di terminal dua lima dilarikan ke situ, tapi karena permintaan keluarga korban, pihak rumah sakit gak bisa buka suara mengenai identitas si korban ini,” jelas Bima panjang lebar.

“Yang gue dapat dari salah satu informan kita, korban ini perempuan, dia juga salah satu penonton final turnamen kemarin malam.” Kali ini Zera yang angkat bicara.

“Jadi, dari hasil penyelidikan kalian, informasi yang didapat cuma dua? Pertama, korban dilarikan ke rumah sakit persada, kedua, jenis kelamin korban perempuan,” simpul Gray dengan nada mencibir.

“Rin, lo gimana, sih?! Bukannya lo punya banyak temen di Bakti Mulya? Seharusnya lo bisa korek dong informasi dari mereka!” bentak  Gray sembari melemparkan catatan hasil diskusi sore hari ini ke tengah-tengah meja.

“Ini, nih, yang bikin gue gak mau ambil tugas meliput orang kecelakaan, pasti susah dapat informasinya!”

Semua rekan Gray terdiam. Mereka maklum dan tidak mempermasalahkan sikap Gray saat ini, karena pada dasarnya mereka sadar akan kesalahan masing-masing.

“Wajar kita susah dapat info, Gray. Ini tugas perdana kita meliput orang kecelakaan,” ujar Atan sembari menghela napas singkat.

“Ya itu dia! Kenapa kalian gak ada yang protes sama Kak Malika pas dikasih tugas ini? Kita ini tim khusus meliput bidang olahraga dan seni!”

“Sudah! Gak ada gunanya kita debat sekarang, tugas ini sudah terlanjur kita emban, Gray. Mau gak mau kita harus bisa tuntaskan dalam minggu ini. Lo juga dalam penyelidikan hari ini gak berkontribusi apa-apa, jadi jangan nyalahin kita semua, okey?” Zera menatap Gray setengah jengkel, meskipun Gray ketua tim tiga Zera sama sekali tidak takut untuk menegurnya.

Gray sama sekali tidak tersinggung atas perkataan Zera, ia sadar, ia memang sama sekali tidak berkontribusi apa-apa dalam penyelidikan kasus ini. Gray enggan untuk menyentuh kasus ini lebih jauh lagi.

Pemuda itu mengeluarkan ponsel dari saku dan meletakkannya ke atas meja, memilah daftar kontak, setelah mendapat kontak tersebut, tanpa membuang banyak waktu Gray langsung mendial kontak tersebut dengan menyalakan mode loud speaker.

Terdengar nada sambung beberapa saat, sebelum panggilan tersebut dijawab oleh orang di seberang sana.

“Yo! Kenapa, Bro? Tumben telepon gue?!” Terdengar suara laki-laki dari seberang sana. Semua mata dan telinga fokus ke ponsel Gray.

“Anak Bakti Mulya yang kecelakaan tadi malam, namanya siapa, Ren?” tanya Gray to the point.

Cukup lama orang di seberang sana tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Gray. Bima, Rin, Zera dan Atan saling tatap satu sama lain menanti jawaban tersebut.

Seventh Sense [SUDAH TERBIT✓]Where stories live. Discover now