10. KEKERASAN WAJAR?

638 100 1
                                    

11:30

Pagi tadi Juan dan juga Hilal sepakat untuk datang ke sel tahanan Papa mereka di siang hari untuk menjenguk sekaligus membawakan makan siang.

Kedua anak laki-laki tersebut memperhatikan Adam yang dengan lahap memakan makanan yang sudah Juan bawakan dari restoran mereka.

Tadi Juan datang dari restoran membawakan makan siang dan baju ganti milik Adam yang sudah disiapkan oleh Mamanya dari rumah, sedangkan Hilal yang berangkat setelah pulang dari kampus pun tiba lebih dulu dan menunggu di parkiran kantor tahanan.

"Maaf baru ke sini, aku akhir-akhir ini sibuk skripsi. Doain ya, Pa sidangnya lancar." Hilal baru membuka suaranya setelah Papanya tersebut selesai makan.

"Nggak apa-apa, kamu selesaikan kewajiban kamu dulu. Papa selalu doain kalian semua. Semoga sidang sampai wisuda kamu lancar, maaf Papa nggak bisa dampingi kamu seperti Kakak-kakak kamu." Adam mebalasnya dengan sendu, namun tetap menampilkan senyumnya.

Senyum menenangkan dan hangat yang selalu pria itu tunjukkan pada keluarga, jujur mereka semua rindu, sangat rindu sekali bisa berkumpul dalam suasana hangat di tempat yang sama tanpa memikirkan waktu.

"Aku ngerti kok, Pa. Sekarang yang penting Papa sehat-sehat di sini." Balas Hilal.

"Papa jangan banyak fikiran di sini." Juan mulai ikut membuka suara setelah dari tadi memandangi wajah Adam yang terlihat tirus, area matanya tampak menggelap pertanda kurangnya istirahat, wajahnya tidak secerah biasanya. Jujur Juan sangat sedih melihatnya.

"Kalian tenang aja, yang penting kalian hidup dengan baik. Di sini Papa baik-baik aja."

"Papa kurang makan di sini? Kurang tidur juga?" Tanya Juan mengeluarkan isi kepalanya sedari tadi.

"Enggak kok. Udah kalian tenang aja, nggak perlu mikirin Papa di sini." Jawab Adam masih mencoba menenangkan.

"Tenang gimana, Pa?" Tanya Juan. Tangannya menarik pergelangan tangan Adam pelan. Juan tahu ini tidak sopan tapi dirinya sudah tidak bisa lagi menahan diri.

"Ini apa, Pa? Kenapa Papa bisa ada luka di sini?" Tanya Juan setelah menarik lengan kaus pendek Papanya. Memperlihatkan lengan kanan Adam yang lebam."ada yang mukulin Papa di sini?" Juan kembali bertanya sambil berdiri.

Juan sudah memperhatikan sedari tadi, mulai dari tubuh kurus Adam, wajahnya, dan sampai pada saat Papanya itu sesekali mengangkat tangannya yang otomatis membuat bajunya terangkat sedikit, luka lebam itu tidak bisa disembunyikan dari mata Juan.

Papanya tidak baik-baik saja di sini.

Hilal yang sebelumnya tidak memperhatikan lengan Adam yang tertutup kaus tentu saja terkejut saat Kakaknya itu menariknya, memperlihatkan luka lebam pada lengan kanan Papa mereka.

"Berengsek siapa yang mukulin Papa?" Suara Juan mulai tidak terkontrol. Suara laki-laki itu meninggi.

"Juan, Juan duduk dulu." Adam ikut berdiri lalu menuntun putra keduanya itu untuk kembali duduk, namun Juan enggan.

Tangan Juan yang masih memegang lengan Adam pun menariknya pelan untuk berjalan ke beberapa Polisi yang sedang duduk di luar ruangan jenguk tahanan, atau lebih tepatnya kantor mereka. Meninggalkan Hilal di belakang keduanya.

Tapi langkah Juan terhalang oleh petugas yang berjaga di pintu, dia tidak bisa membawa Adam ke luar.

"Lo petugas yang jaga di sini?" Tanya Juan, menatap dengan tajam mata Polisi yang sudah menghadang jalannya.

"Mohon untuk menjaga sikap. Apa masalah kamu?" Tanya Polisi itu.

Juan mengangkat tangan Adam, menarik bajunya dan menunjuk luka yang terdapat di sana.

HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang