46. MELODRAMA

349 69 18
                                    

Malam pertama

Di ruangan ini, kamar rawat di rumah sakit yang sudah seperti rumah kedua bagi Arabella, dan juga Hilal.

Pukul satu dini hari, Hilal masih terjaga di atas ranjang rumah sakit di mana Arabella yang membiarkan dirinya untuk berbagi tempat tidur dengan emm... Suaminya tersebut.

Namun Hilal tidak bisa untuk melakukannya, matanya tidak menginzinkan dirinya untuk ikut tidur di samping wanita itu.

Sudah tidak terhitung berapa kali laki-laki tampan itu menundukkan kepalanya untuk melihat Arabella yang sudah terlelap sambil memeluk pinggangnya, memastikan jika kekasih hatinya itu tidak terganggu dan tetap tertidur dengan nyenyak.

Tadi Hilal menyuruh untuk semua anggota keluarganya agar pulang dan beristirahat, dan mengakatkan jika dirinya yang akan menemani Arabella di Rumah sakit, dan semuanya pun mengerti jika keduanya memerlukan waktu untuk bersama.

Tangan kiri Hilal mengelus puncak kepala Arabella dengan pelan, rambut yang sudah mulai menipis itu tetap menjadi candu bagi dirinya.

Tapi sepertinya tindakannya ini sedikit mengganggu, dan Hilal menyesalinya karena tidak bisa mengontrol tangannya, terbukti saat perempuan itu perlahan membuka kelopak matanya dan setelah itu sedikit mendongak, menatap Hilal yang duduk di sampingnya

"Kenapa bangun hem?" Tanya Hilal pelan, tangannya pun masih enggan untuk menghentikan usapannya di kepala Arabella.

"Mau ke kamar mandi." Jawabnya juga juga pelan.

Keajaiban lainnya, setelah Hilal menepati janjinya tadi dan tidak lama setelah itu saat Dokter memeriksa Arabella, beliau mengatakan jika kondisi pasiennya itu sudah berangsur-angsur menunjukkan kemajuan. Terdengan tidak masuk akal memang, tapi itu benar terjadi adanya.

Ada yang pernah mengatakan, jika suasana hati bisa mempengaruhi kesehatan, dan sepertinya itu bukan hanya sekadar kata. Mungkin saja di diri Arabella, wanita itu seperti mendapatkan harapan dan tujuan baru untuk hidupnya yang secara tidak langsung berpengaruh pada kondisinya saat ini.

Hilal bersyukur bukan main, ini keajaiban, jika bukan dirinya saja yang menginginkan keajaiban ini datang tapi juga semua anggota keluarganya dan tentu saja Arabella.

Mengenai penglihatan Arabella, Dokter sudah sejak awal mengatakan jika kondisi itu tidak akan berlangsung lama, meskipun sekarang pandangannya masih kabur, Arabella masih bisa melihat dengan jelas wajah Hilal dijarak sedekat ini.

"Aku gendong." Hilal menjauhkan terlebih dahulu tangan Arabella dari pinganggnya, lalu turun dari tempat tidur itu.

"Pegangan leher aku." Hilal mengalungkan kedua tangan Arabella ke lehernya sebelum mengangkat tubuh ringan Istrinya tersebut, lalu membawanya ke kamar mandi.

Setelah berada di dalam kamar mandi, Hilal menurunkan Arabella di atas closet.

"Nanti kalau udah selesai aku panggil." Ucap Arabella, namun Hilal malah mengeryitkan dahinya.

"Lah ngapain" Tanya laki-laki itu, dan malah menundukkan tubuhnya agar lebih dekat dengan wajah perempuan tersebut.

Bukannya membalas, Arabella hanya diam menatap wajah Hilal dari jarak sedekat ini. Apa dirinya terpesona kembali? Arabella jadi gagal fokus.

"Malu?" Tebak Hilal sambil tersenyum geli bercampur menggoda.

"Ke luar, Hilal nanti aku panggil kalau udah selesai." Ucap Arabella benar-benar malu meskipun kini status mereka sudah berbeda, tapi tetap saja dirinya belum terbiasa, tentu saja keduanya baru menjadi Suami Istri dalam beberapa jam.

HILALWhere stories live. Discover now