Calories

535 72 14
                                    

Rrrghhhh......

Edgar membenamkan wajahnya di tempat tidur sambil menggerutu. Terlalu banyak energinya yang terkuras di hari pertamanya bekerja ini. ada banyak yang tak terduga yang bahkan seribu kalipun ia bertanya, rasanya tetap tidak masuk akal.

Neil, lelaki yang entah bagaimana ia mengartikan dari segala apa yang dilakukan oleh atasannya itu. kadang galak, kadang baik, terlalu banyak hal yang kontradiktif yang dilakukan oleh lelaki itu. untuk orang yang tak banyak memalukan aktifitas sosial, bagaimana mungkin seperti Edgar bisa mengartikannya.

Mungkin, perlakuan Neil bisa diartikan sederhana, tetapi pikiran itu terlalu picik menurut Edgar. Bagaimana mungkin seorang yang luar biasa seperti Neil bisa suka dengan orang bahkan jauh dari kata biasa seperti dirinya. Lagian, itu hal mustahil, keduanya sama-sama laki-laki. Apakah perasaan itu bisa tumbuh diantara dua orang lelaki?

Bagi Edgar, jawabannya tentu saja tidak. Di usianya yang kedua puluh lima ini, ia bahkan belum tahu bagaimana menyukai seseorang?

What happen to me?

Edgar bertanya pada dirinya sendiri. ia masih belum bisa menyingkirkan Neil dari kepalanya. Terlalu banyak yang dilakukan oleh lelaki itu yang membuat dirinya shock dan ia mulai membuat list di kepalanya, apa saja yang kira-kira harus ia hindari di keesokan harinya.

List pertamanya tentu saja, ia tak boleh melewatkan sarapan paginya dan itu ia lakukan. Masih sangat pagi, dirinya telah sibuk di dapur menyiapkan menu sarapan untuknya. Sebenarnya Edgar sangat bisa masak, kendalanya selama ini, ia cuma mager, sehingga lebih memilih makanan instan daripada harus repot-repot mengubek-ubek dapur. Namun pagi ini, ia menghindari makanan instan, ia ingin makanan yang lebih mengenyangkan agar bisa terhindar dari kejadian seperti pagi kemarin.

Setelah menghabiskan sarapannya, ia bergegas ke kantor walau ini masih terlalu pagi. Ia sengaja datang lebih awal demi menghindari kejadian lainnya yang tidak ia inginkan. Dan ini adalah list kedua dia.

Tentu saja yang ia hindari adalah Janice. Wanita itu terlalu berani dan blak-blakan mengakuinya sebagai pacar. Belum lagi sikapnya yang agresif, membuat Edgar selalu merinding. Baginya Janice bak penyihir jahat yang harus ia hindari.

Misi kedua Edgar nampaknya berhasil, ia bisa tiba di kantor lebih awal. Tak ada Janice ataupun sorotan mata yang mengikutinya. Ia bisa berjalan dengan damai, bisa menggunakan lift tanpa harus berdesak-desakan. Namun, misi yang ia anggap telah berhasil itu sepertinya gagal saat lift terbuka di depannya. Kakinya yang hendak melangkah masuk, terpaksa urung saat melihat orang lain di dalam lift itu.

Bukan Janice, melainkan seorang lelaki dengan pakaian layaknya eksekutif muda.

"kenapa diam saja, masuk!" perintah lelaki itu saat melihat Edgar hanya diam di tempatnya.

"a-aku.....bapak duluan aja." Balasnya. Dibanding kemarin, nampaknya ia mulai bisa tenang saat berbicara, walaupun ia masih sering gagap. Edgar menarik langkahnya ke belakang, namun sebelum itu berhasil, tubuhnya telah berada di dalam lift sebelum lift itu tertutup.

"mau sampai kapan kamu seperti ini?" tanya Neil saat Edgar masih memeluknya.

Tidak! Ia tidak memeluk Neil. Ini sebuah kecelakaan saat Neil menariknya masih ke dalam lift. Semuanya karena ketidak sengajaan, hanya saja, ia tak bisa bergerak karena tubuhnya serasa membatu tak tahu apa yang sedang ia alami.

Sontak, Edgar langsung tersadar, segera ia menjauhkan dirinya dari pelukan Neil. Wajahnya telah memerah kemudian tertunduk menghindar dari tatapan Neil. Dalam hati, ia juga terus mengutuk dirinya yang tak punya keseimbangan yang bagus. Selanjutnya, ia akan memasukkan ke dalam listnya untuk ia harus rajin berolahraga.

Why me?Where stories live. Discover now