Chapter three : Neighborn

958 99 21
                                    


Edgar membuka mata dari tidur malamnya yang seharusnya ini masih sangat singkat, masih terlalu pagi baginya jika harus mengakhiri tidur malamnya. Ia kemudian melihat jam di atas nakas, masih jam 7 pagi, setidaknya baru tiga jam ia terlelap. Namun, ia tak bisa tidur lagi karena sedari tadi bel apartemennya terus berbunyi. Ia pikir itu mungkin Barry yang katanya memang akan berkunjung pagi ini, tapi bukankah ini terlalu pagi?

Dengan perasaan enggan dan kesal, ia menyingkap selimut lembutnya dan dalam keadaan yang masih setengah sadar, ia berjalan menuju pintu dan membukakan kepada orang yang berada diluar sana.

"Hai...Pagi" Orang itu melambaikan tangan menyapanya.

Edgar hanya tertegun, ia tak mengenali siapa sosok lelaki itu. tentu saja dia bukan Barry, lelaki dengan postur tubuh tinggi yang tiba-tiba saja nyelonong masuk ke apartemennya tanpa ia persilahkan.

"ka..kamu siapa?" tanya Edgar dengan perasaan was-was, matanya dengan sigapnya mengitari ruang apartemennya mencari benda yang bisa ia gunakan menghajar lelaki yang tak ia kenal itu. walau sebenarnya ia tak suka kekerasan tetapi ia juga harus melindungi dirinya. Edgar berfikir, lelaki itu adalah seorang pencuri.

"kita sudah kenalan kemarin" jawab lelaki itu yang sekarang telah berada di dapur. Lelaki itu meletakkan kantong plastik yang ia bawa di atas meja, kemudian mengambil beberapa peralatan masak dari dalam rak. Nampak dia tidak asing dengan isi apartemen Edgar atau mungkin sudah terlihat layaknya pemilik unit apartemen ini.

Edgar masih berdiri melongo, memandangi lelaki yang tak ia kenal itu sedang menggunakan dapur miliknya. Lelaki itu nampaknya sedang membuat menu sarapan, ada roti tawar, smoke beef dan beberapa jenis sayuran. Bahkan tanpa meminta izin, ia membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan makanan dari dalam sana.

"ka...kamu siapa?" akhirnya Edgar bertanya lagi setelah melongo cukup lama, bahkan masakan lelaki itu telah matang. Roti panggang, sunny side egg, smoke beef yang ia susun menjadi sebuah sandwich.

"Dgar, Seriously, kamu belum ingat siapa aku?" ucap lelaki itu seakan tak percaya jika Edgar belum mengingat dirinya.

"udah, sini, kita makan aja dulu." Ajak lelaki itu kemudian meletakkan dua porsi menu sarapan untuk mereka.

Tentu saja Edgar tak mendekat, ia tak mungkin mau memakan masakan orang yang tidak ia kenal. Bagaimana jika ada racun di dalamnya?

"tenang aja, aku bukan penjahat kok!" lanjut lelaki seakan tahu ketakutan Edgar.

Edgar berjalan ragu ke arah meja makan, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan lelaki yang terus menyunggingkan senyuman kepadanya. Edgar menatap potongan sandwich diatas piring, ia masih sangsi jikalau sandwich ini benar mengandung racun.

"jangan diliatin doang, ayo makan!" pintah lelaki itu. "atau mau aku suapi?" lanjutnya yang langsung di tolak oleh Edgar. Ia langsung mengambil potongan sandwich itu dan memasukkannya ke dalam mulut. Sebenarnya enak, tetapi ini bukan selera Edgar.

Edgar ragu, namun tetap saja, ia menarik kursi didepannya. Ia duduk berhadapan dengan lelaki yang terus menyunggingkan senyuman kepadanya. Edgar menatap potongan sandwich diatas piring yang di sajikan oleh lelaki itu. ia mengamatinya seksama, takut jika sahnya ada hal-hal aneh di dalam sandwich itu. ia takut di racuni oleh orang yang duduk di depannya.

"kenapa? Gak enak yah?" tanya lelaki itu melihat Edgar tak begitu berselera menyantapnya.

"eng...enggak. Enak kok" jawabnya berpura-pura. Ia terpaksa menghabiskan potongan sandwich itu meskipun sebenarnya susah ia telan. Ia harus membantunya dengan segelas susu yang ternyata makin membuatnya eneg. Dibanding minum susu di pagi hari, Edgar lebih seringnya meminum sekaleng minuman berkarbonasi. Yah, sepertinya pola hidup Edgar, jauh dari kata sehat.

Why me?Where stories live. Discover now