22. Again...

5.1K 544 14
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Rega menghembuskan napasnya kasar lalu menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, wajahnya terlihat lelah dan frustasi. Sejak tadi tidak ada satupun pekerjaannya yang berhasil dia kerjakan, sekuat apapun dia berusaha. IQ-nya mendadak jongkok, otaknya hanya di penuhi oleh satu nama. Nama yang beberapa hari ini terus berputar di kepalanya.

Rega melepas kaca mata bacanya dan memijit pangkal hidungnya.

"Nggak usah di paksain. Mending lo ngopi bentar, siapa tau aja dengan itu otak lo bisa ke-refresh." Saran Adit tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Rega berpikir sebentar. Lalu memutuskan bangkit dari duduknya. Mungkin Adit benar, dia membutuhkan sesuatu untuk memulihkan kesadarannya. Mengalihkan pikirannya dari seorang Hanindya Putri.

"Gue ke pantry bentar, lo mau juga?" Tanya Rega.

Adit mengangkat cangkir kopinya ke atas, "Ini udah gelas kedua, btw."

Rega mengangguk paham dan langsung berjalan ke arah pantry. Kantor sudah cukup sepi mengingat ini sudah pukul enam sore, karyawan lain sudah bubar dari dua jam yang lalu. Hanya tersisa beberapa orang yang masih lembur dan security yang berjaga di pintu utama. Rega baru saja mendorong pintu pantry namun langkahnya langsung terpaku saat matanya menangkap keberadaan seseorang yang tengah berdiri membelakanginya. Orang itu tampaknya masih belum menyadari kedatangannya, dan Rega memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati punggung serta bagaimana rambut panjang itu di gulung asal ke atas dan di lilitkan dengan sebuah pensil berwarna biru. Rega baru tahu kalau pensil juga bisa berfungsi sebagai tusuk konde.

Prangg!

Rega terbelalak saat melihat cangkir berisi cairan panas itu sudah berhamburan di lantai, sedangkan si pemiliknya berdiri kaku dengan tatapan lurus yang di tujukan padanya. Buru-buru Rega menarik tangan perempuan itu, membawanya ke wastafel dan membasahi tangan Hanin yang tadi sempat terkena teh panasnya.

Rega memperhatikan punggung tangan Hanin yang memerah. "Kamu kenapa nggak hati-hati sih? Tangan kamu sampai merah kayak gini, harusnya--Nin?" Rega akhirnya menatap wajah Hanin setelah lama tidak mendapatkan jawaban. Di lihatnya mata Hanin yang sudah berkaca-kaca.

Kali ini Rega menyuruh Hanin duduk sementara Rega menarik kursi lain untuk duduk di depannya. Rega membuka kotak P3K yang selalu tersedia di pantry, mengoleskan salap pereda nyeri di permukaan kulit Hanin dengan hati-hati.

"Sakit banget ya?"

Hanin mengangguk.

"Tahan ya? Ini juga udah hati-hati kok."

Lovestory - Patah hati terhebatWhere stories live. Discover now