25. Need

285 70 4
                                    

Mira baru menyelesaikan pekerjaan hari ini sebagai pelayan di salah satu kafe. Sebagaimana biasanya dia tak lupa bergegas pergi mengunjungi peristirahatan terakhir cowoknya itu bermaksud menyingkirkan rumput, dedaunan kering yang jatuh, serta sesuatu hal lain yang dapat membuat kotor makamnya.

Waktu sedang bersih-bersih, fokusnya mendadak buyar akibat melihat sebuah kalung silver bertengger di samping nisan. Dia mengenali kalung itu sebab pemilik kalungnya memang dia dan diberikan kepada Jisung tepat sebelum dia diculik. Mustahil jika Jisung yang mengembalikannya, seseorang pasti sudah datang belum lama ini untuk meletakkan kalungnya.

Namun siapa orang itu? Kepada siapa Jisung menyerahkan kalungnya?

Hanya ada satu orang yang dapat menjadi tersangka dalam perihal ini dan tidak lain adalah Jeno. Walaupun dia masih bingung untuk alasan apa cowoknya memberikan kalung miliknya kepada Jeno atau memang bisa jadi kenyataannya Jeno berada di samping Jisung sebelum saat-saat terakhir nya.

Apapun kemungkinan yang terjadi tidak lah penting, sekarang kebenaran tentang tidak ada satu pun orang yang memberitahu dia jika Jeno ternyata sudah keluar dari lapas membuat dia merasa kesal dan marah. Mestinya ia menjemput Jeno dari sana sebelum ada orang lain yang melakukannya, meski sebelum itu telah berulang kali kunjungannya ditolak mentah-mentah.

Seketika dia teringat oleh Renjun dan lekas menghubunginya, namun panggilan pertama tak dijawab. Dia mencoba menelpon lagi sambil berlari dengan tujuan yang tidak jelas karena berniat bertemu Jeno namun tidak mengetahui keberadaan cowok itu. Dia sungguh tipe orang yang berusaha keras melakukan sesuatu apapun masalah yang sedang dialami.

Panggilan kedua juga tidak kunjung diangkat, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Renjun saat ini? Dia tidak seperti biasanya sebab setiap kali Mira membutuhkan Renjun pasti cowok itu akan selalu ada dan siap membantu. Namun kali ini sungguh berkebalikan, sangat sulit menghubungi dia. Pria bergingsul itu lagi apa?

Huang Renjun nyatanya sedang tergopoh-gopoh melayani para pelanggan yang berdatangan dan ponselnya diletakkan di meja dapur. Suara dering telepon kalah dengan suasana riuh orang yang sedang makan sambil berbincang-bincang serta bunyi memasak seperti wajan tergesek spatula, pisau memotong di tatakan, api berkobar di dapur, kuah kaldu yang mendidih dan dentingan sendok garpu.

Orang-orang perlahan demi perlahan mulai berkurang dan memberi waktu bagi Renjun guna beristirahat sejenak setelah semua kegilaan tadi. Dia pergi ke belakang berniat memeriksa Jeno dan dibuat kaget setelah melihat siapa yang datang.

"Eh ada Siyeon?"

"Hai Renjun."

"Aduh Jeno udah gak usah repot-repot lagi. Sana urusin dulu tamu lo, biar gue aja yang gantiin cuci piring."

"Eh gak apa nih?" Jeno terkejut.

"Gak ada masalah sama sekali, udah sana cepetan kasian Siyeon udah nungguin. Tiga tahun gak ketemu gimana tuh, pasti udah kangen banget."

Selain bermulut pedas dia juga bermulut lemas, kata Jeno mah. Gak ada filternya sama sekali.

"Gak apa-apa kok, aku tunggu." Ujar Siyeon merasa tidak enak.

"Yaudah sebentar ya."

Jeno segera melepas sarung tangan karetnya dan mencuci tangan, kemudian menghampiri Siyeon yang sedang berdiri menunggu. Jantungnya berdegup kencang, dia merasa sangat gugup dan gelagapan sebab gadisnya itu sangat cantik hari ini. Selain itu, dia tidak tahu harus mengatakan apa untuk memulai pembicaraan atau dia memang mengalami ketakutan lagi perihal apa yang akan menjadi reaksi Siyeon setelah mengetahui jika dia adalah mantan tahanan.

Seusai melambaikan tangan sebagai penanda tuk berpamitan kepada Renjun, mereka lekas berjalan pergi.

"Apa kabar?"

"Apa kabar?"

Sontak keduanya tertawa karena melontarkan kata-katanya dalam waktu yang bersamaan.

"Isi pikiran kita bisa sama gitu ya? Hahaha."

"Ah iya, kamu dulu aja."

"Aku?"

"Iya."

"Kabar aku baik, gimana kamu? Kamu kelihatan kurusan, kamu jarang makan?"

"Kamu orang kedua yang bilang itu."

"Siapa yang pertama?"

"Mama aku."

"Oh gitu."

"Siyeon."

"Jeno."

Lagi-lagi mereka berbicara secara berbarengan dan keduanya lantas tersipu.

"Haha astaga."

"Bikin malu aja."

"Kamu dulu deh."

"Dari tadi aku mulu, yaudah deh. Aku mau minta maaf karena pas terakhir kali kita teleponan aku belum bener-bener nyelesain permintaan maaf aku."

"Aku mau minta maaf tentang itu juga, pas itu aku terlalu kasar dan acuh sama kamu."

"Aku maafin."

"Itu—"

"Jeno!"

Ketika hendak membalas perkataan Siyeon, tiba-tiba dari kejauhan seorang perempuan berlari mendekati mereka berdua sembari meneriaki namanya dengan suara yang tidak asing lagi bagi Jeno. Benar, itu Mira. Dia yang tadi sedang sibuk mencari keberadaan Jeno dan kebingungan entah ingin pergi kemana guna menemukan orang tersebut.

Suatu keajaiban baginya dapat bertemu dengan seseorang yang ia cari-cari belum lama ini kini telah ada di hadapannya. Dia menghampiri Jeno dan gadis asing di samping cowok itu dengan napas yang terengah-engah.

"Mira?"

Mira yang masih ngos-ngosan menatap lekat wajah Jeno dan tidak lama kemudian meneteskan air matanya satu demi satu dan akhirnya menangis keras di depan kedua sepasang kekasih tersebut.

"Eh kenapa nangis?" Jeno tentunya panik.

"Dia kenapa?"

"Gak tau."

"Udah, udah jangan nangis. Malu tuh ada banyak orang." Kata Siyeon berniat menenangkan Mira sembari mengelus punggung gadis yang tak dikenalnya itu.

"Duh, ngapain si lo nangis?"

"Jeno, gak boleh gitu. Kita bawa dia duduk dulu. Ayo, ikut." Siyeon menegur Jeno yang menurutnya bicara terlalu kasar kepada Mira.

Akhirnya mereka mendudukan Mira di bangku depan minimarket yang sepi khalayak. Cowok itu sangat kebingungan dan tidak tahu mesti melakukan apa, jadinya dia cuma ikutin perintah Siyeon.

"Jeno, beliin minum untuk dia."

Jeno lekas masuk ke minimarket untuk membeli minum dan kembali dengan botol air minum di genggaman, kemudian menyodorkannya kepada Mira.

"Nih."

"Bukain terus kasih ke dia."

"Nih minum."

"Gimana? Udah enakan? Tenangin dulu napasnya baru abis itu ngomong. Kamu kenapa nangis?"

"Gak tau juga deh kak." jawab Mira.

Wajah lempeng Jeno memandang Mira, lalu gadis itu membalas tatapannya sembari meneteskan air matanya kembali. Siyeon yang menyadari ada sesuatu di antara kedua orang itu pun mengulum senyumnya.

"Kayaknya kalian harus ngomong berdua. Aku pergi dulu."

"Eh kenapa Siyeon?"

"Makasih untuk semuanya dan maafin aku selama ini udah sering nuntut kamu dalam banyak hal. Tapi dia butuh kamu."

Jeno terkejut. Yaiyalah bro.

"Siyeon?"

"Dan kamu butuh dia."









TBC

Secuestro [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang