PART 26.

4.5K 620 55
                                    

Final, mutlak, tak bisa dibantah. Semua sudah menjadi keputusan bulat atas kesepakatan bersama. Entah bersama siapa, karena pada dasarnya Nania hanya bisa menutup mulut, mengumpulkan segala kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi apa yang terjadi.

Kedua keluarga mencapai kata sepakat, kalau pernikahan Andra dan Nania akan dilaksanakan. Segera.

Bahkan sebelum papa pulang dari rumah sakit, papa dengan gamblang menanyakan niatan Andra, didepan Nania.

"jadi, Andra dan Nania bagaimana?" tanya papa sambil duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Infusnya baru saja dilepas, wajahnya sudah tampak segar, bicaranya pun sudah lancar tidak lagi tersengal – sengal.

"Andra memang belum pernah bicara jelas dengan papa dan Nana langsung. Selalu dalam kondisi terpisah. Mungkin ini tempatnya kurang berkesan ya, tapi Andra rasa sekarang waktu yang tepat.,

Bismillahirrohmanirrohim, pa, saya minta izin untuk melamar Nania. Insha Allah, kalau lamaran saya papa restui, saya akan langsung bicarakan rencana pernikahan ini ke orang tua saya"

Nania diam membisu. Memejamkan matanya rapat – rapat. Seolah pendapatnya memang selalu menjadi angin lalu di telinga Andra. Bukankah Andra mengizinkannya untuk memikirkannya perlahan – lahan? Kenapa sekarang Andra melamarnya secepat kilat?

Air mata mengalir begitu saja di pipi Nania, papa memandang Nania lekat – lekat dang mengusap pipi Nania lembut "Nania gak usah takut, sayang. Menikah itu, jangan nunggu siap. Karena gak akan pernah siap. Bahkan sampai satu hari menjelang pun, rasanya gak akan pernah siap. Tapi, kalau ada pria yang baik, agamanya juga baik, perilakunya baik, keluarganya baik, datang melamar, kenapa harus ditepis, Na?,

Dengan menikah, kehidupan akan lebih tenang, Nania. Hati lebih tentram, dan jalan kalian berdua akan di ridhoi Allah.,

Menikah itu baik, menikah itu ibadah. Dan papa sangat menghargai niat Andra, yang datang – datang langsung izin melamar. Bukannya hanya izin ngajakin jalan – jalan" ucap papa sambil terkekeh pelan.

Nania masih menangis dan menatap papanya "sekarang, papa serahkan jawabannya ke Nania. Apa Nania bersedia menerima lamaran Andra? coba di lihat baik – baik, siapa pria didepan kamu ini. Menurut kamu, dia layaknya kamu terima? Atau kamu tolak?"

Andra menatap Nania lembut dan sabar, sementara Nania bergantian menatap papanya dan Andra. Bibirnya masih terkatup rapat. Berusaha berucap tapi tidak sanggup, dia masih terisak kecil.

"kalau aku nikah, apa papa bahagia?" tanya Nania pelan, dan papa tersenyum mengangguk "tentunya, tapi lebih bahagia lagi, kalau Nania juga bahagia menikah dengan pria yang baik"

Nania menghela nafasnya perlahan "Ndra..." panggil Nania lirih "aku.... terima lamaran kamu" ucapnya pelan, lirih dan penuh rasa bimbang. Papa sontak mengucap Alhamdulillah dengan lantang dan wajahnya tampak berseri – seri bahagia.

Andra menggenggam tangan Nania erat dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jari pria itu. "thank you" ucapnya tanpa suara sambil tersenyum lembut.

****

Seolah tidak akan ada waktu lagi, semua dilaksanakan dengan serba kilat. Seolah kalau telat sehari saja, maka Nania akan minggat keluar negeri dan memilih menikah diam – diam dengan orang asing.

Ngomong – ngomong kenapa Nania tidak terpikirkan untuk kabur saja ya kemarin – kemarin? Tentu saja dia tidak segila itu. Dia menerima lamaran Andra dengan sadar, walau dengan keyakinan yang setengah – setengah.

Tidak butuh waktu lama – lama. Hanya 2 minggu sejak papa keluar dari rumah sakit. Keluarga Andra yang terdiri dari ayah, bunda, Andra tentunya, mas Hafiz dan mbak Tiara yang sudah dikaruniai bayi berusia hampir satu tahun berkunjung / melamar Nania secara keluarga terlebih dahulu.

Trial & ErrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang