12. 🍁

104 47 0
                                    

"Lo berantem? Tapi kok gue ga percaya," tanya Arine tak percaya dengan Jeno.

Ya.. Arine tebak sepertinya Jeno bukan tipikal orang yang seperti itu. Bukan orang yang suka dengan perkelahian. Apalagi sampai dia babak belur seperti ini.

"Lo kalo ada masalah cerita aja sama gue," sambungnya. Tangan Arine masih sibuk mengoleskan obat merah pada wajah Jeno.

Sebenarnya Jeno enggan bercerita dengan siapa pun. Tapi entah kenapa dia merasa tidak apa-apa jika dirinya bercerita dengan Arine. Tolong jelaskan, ada apa sebenarnya dengan Jeno. Karena tak biasanya dia bersikap seperti ini.

"Sebenernya...paman ku yang udah buat aku kayak gini," ujar Jeno mulai bercerita dengan Arine.

Gadis yang mendengar membelalakkan matanya. "Kok bisa?"

"Kenapa? Tega banget ih, paman lo!"

Jeno menghela. "Dia itu orang yang tempramental. Semua yang aku lakuin selalu salah di matanya,"

"Semua luka yang aku dapetin. Itu semua karenanya,"

Arine menggeram dalam hati. "Bukannya itu kekerasan pada anak? Kenapa gak lo laporin aja?" Tanya Arine sembari menempelkan plaster ke luka Jeno yang terakhir.

Jeno tertawa pelan. "Emangnya kamu pikir gampang ya? Semua bakal jadi rumit. Kalo aku diem aja, semuanya balik normal lagi."

"Ishh gak bisa dong, Jen!"

"Oh iya, rumah lo dimana deh?" Arine baru ingat kalau dia tidak tahu di mana rumah Jeno. Anak itu tidak pernah cerita soalnya.

"Ya..aku tinggal sama paman ku," jawab Jeno jujur.

"Tapi kayaknya aku gak bisa balik ke sana lagi," sambungnya menghela nafas entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Lo tinggal sama dia?" Tanya Arine. Dan Jeno hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Iya dong, masa kamu mau balik lagi padahal tau kesana cuma untuk dipukulin."

Arine menarik ponsel Jeno, melihat ke layar yang menunjukkan pukul 22:45. Sudah malam, dia tidak bisa pergi. Padahal Arine ingin menunjukkan sesuatu kepada Jeno.

"Gue pengen ngajak elo ke apartemen. Tapi ini udah malem. Papa gue bentar lagi pulang."

"Loh, memangnya mau ngapain?"

"Lo bisa tinggal di sana untuk sementara waktu, Jen. Dari pada harus tinggal di rumah paman lo itu."

Mendengarnya, Jeno menggeleng kukuh. "Enggak usah, aku gak papa kok,"

"Jeno, plis..mau ya?" Arine menggenggam tangan lelaki itu. Meyakinkan agar mau menuruti perkataannya. Sebenarnya Arine bukanlah tipikal orang yang seperti ini. Tapi untuk Jeno, dia berbeda. Entah kenapa.

Sebenarnya tak ada alasan untuk Jeno menolak, bukan? Lagi pula jika dia menolak, akan pergi kemana dirinya setelah ini? Tidur di jalanan?

"Jen," panggil Arine menggoyangkan tangan Jeno karena lelaki itu tak kunjung menjawabnya.

"Ta--tapi," Jeno tergagap saat Arine menatap matanya lekat.

"Udah, nurut aja deh! Mau kan?"

"Harus mau!"

Dan untuk kali ini, lelaki itu tetap kalah jika beradu mulut dengan gadis di depannya. "Ya.. udah,"

Jawaban itu spontan membuat sang gadis tersenyum. Lantas melinguk ke kanan dan kiri. "Engga malem ini ke apartemen nya,"

"Terus?" Tanya Jeno yang bingung.

"Malem ini tidur di sini aja dulu ya. Soalnya gue ga bisa keluar kalo malem gini. Yang ada gue di hajar sama bokap."

REVENGE : Maple Leaf Sheets || Ljn  [✓]Where stories live. Discover now