Kezia 45 - Jadi?

120 13 0
                                    

"Non, nanti kalo mau ambil sirup yang ada di laci atas ya."

Kezia yang masih ogah-ogahan hanya mengangguk malas. Tubuhnya terhempas di kursi dekat meja pantri sambil mencomot kue kering yang kebetulan tersedia di sana. Hari ini, guru di sekolahnya tengah berbaik hati karena membiarkan para muridnya untuk belajar di rumah. Yang nyatanya kata belajar di rumah di gantikan dengan kata libur atau bermalas-malasan.

Tak berbeda dengan Kezia. Hari ini dia malas nelakukan apapun. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa badmood parah. Mungkin faktor tamu bulanannya juga. Ah tak penting. Hidupnya kali ini makmur, lima toples biskuit, keripik dan teman-temannya tersedia khusus untuk gadis itu. Dan memang membuat perutnya berseru senang mendapat nyamikan yang menggiurkan.

"Dek! Lo ngliat hoodie ijo gue nggak?" teriak Zega, menuruni tangga dengan celana jeans panjang tanpa atasan.

"Tanya Bi Lilis," sahut Kezia malas, dia langsung berbalik membelakangi kakaknya.

"Dih, gue butuh nih elah! Mau kapel-an sama cewek gue!" seru Zega menuntut.

"Gue nggak tau!" bentak Kezia kesal. Moodnya yang buruk semakin buruk saat menanggapi Zega. Tangannya langsung meraup lima toples berisi camilan, membawa semua itu meninggalkan meja pantri.

Dengan masih memeluk ke lima toples camilan itu, Kezia melirik kesal ke arah Kakaknya, yang cengo di dekat rak koleksi dekat dapur. Kezia berlalu ke ruang TV.

Dengan masih kesal, Kezia menyuapkan keripik pisang yang ia ambil ke dalam mulut, lalu mengunyahnya dengan keras.

Beberapa hari terakhir ini, Kezia lebih suka menunjukkan ekspresinya, selain datar dan dingin. Rasa kesal, malas, tak suka atau yang lainnya mulai terlihat di wajah Kezia. Ucapannya juga lebih maju, beberapa kalimat lebih panjang keluar dari mulut Kezia. Contoh saja tadi, Kezia menyahut ocehan Zega, padahal biasanya hanya melirik datar.

"Kezia! Nanti malem siap-siap ya, ikut Papa!"

Kezia melirik sekilas ke arah Papanya, lalu berdeham pelan merespons ucapan sang Papa.

"Kamu ini ya, giliran udah rubah sikap, gantinya cuma ke ketus sama judes aja, raut wajahnya sama, percuma." cibir Hengky, bercanda. Tetapi setelahnya laki-laki paruh baya itu beranjak meninggalkan Kezia.

Menghiraukan ucapan sang Papa, Kezia sibuk sendiri menonton acara telivisinya. Spons kuning di temani dengan bintang laut merah muda tertampil jelas di layar televisi, menemani Kezia memakan camilannya.

Satu jam berlalu dan Kezia juga belum beranjak dari tempatnya. Tubuhnya serasa pegal-pegal saat di tegakkan, akibat terlalu lama duduk tanpa aktivitas. Kezia menoleh saat mendengar suara ketukan pintu.

Tok tok tok!

"Assalamuaaikum!"

Kezia seketika berdecak saat mendengar suara salam dari arah depan rumahnya. Bukannya mendatangi atau menyambut, Kezia justru memberesi semua sampah-sampah yang berserakan di meja dan kursi lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Woy! Dosa lo dosa! Nggak jawab salam kita-kita." Mereka menyadari Kezia berada di ruang TV langsung bersuara protes.

Kezia memutar bola matanya malas. Batinnya tadi juga membalas salam para cecenguk-cecenguk itu kalo mau tau. Tanpa suara pastinya.

"Ah, gue gabut!" seru Mutia menggeram, menubrukkan tubuhnya di sofa.

"Ngemall yuk, shooping-shooping gitu. Sapa tau ada diskon gede-gedean," celetuk Karin.

"Gue males."

"Males."

Aulia dan Kezia kompak menjawab dengan tolakan.

KeziaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora