16. Ciuman Pertama yang ....

6.3K 394 93
                                    

Miftah langsung meraih tangan Naura dan membawanya masuk ke dalam lobi. Dua ajudannya pun siaga, dan anak buahnya yang berpakaian preman berbaur dengan warga di pintu utama, turut menyimak dan memata-matai, seolah warga yang juga penasaran.

"Ada apa sih? Kamu yang nembak?" tanya Naura dengan cemas.

Miftah tidak menjawab, dia hanya menekan alat komunikasi di telinganya.

"Taksi ditemukan, orangnya sudah berganti."

"Oke, tahan saja dulu," katanya dengan menarik napas panjang.

"Ada apa sih, Mif. Jangan bikin aku takut deh? Kamu tadi ngejar siapa?" tanya Naura saat masuk ke dalam lift.

"Tadi pas kita mau masuk anak buahku melapor ada penjahat yang akan melewati apartemen jadi aku keluar untuk menghadang." Miftah terpaksa menyembunyikan soal keberadaan Rudy yang diduga menjadi sopir taksi dan mengantar Naura.

"Oh, bikin kaget aja. Terus yang nembak?" tanya Naura.

"Siapa lagi yang berani nembak di keramaian dan tepat sasaran selain suaminya dr. Naura Salsabila." Miftah tertawa dan menoleh pada ajudannya yang merona dan menunduk.

"Genit," umpat Naura sambil tersipu tapi sambil menunduk.

Keduanya keluar dari lift dan langsung menuju tempat tinggal mereka. Pengawal pun kini ada enam orang di sana yang berjaga.

"Benar-benar berasa dipenjara, dijaga banyak orang." Naura membuang napas kasar dan masuk ke kamar.

Miftah langsung menghubungi anak buahnya lagi di ruangan lain. Mendengarkan laporan mereka, bahwa sopir taksi yang ditangkap berbeda dengan yang Miftah lihat. Benar saja, saat fotonya diberikan lewat pesan aplikasi khusus, wajahnya beda dengan yang tadi.

"Tahan dulu, aku akan interogasi besok. Jangan ditanya apa-apa dulu, biarkan saja," ujar Miftah dan langsung mematikan telepon. Kemudian keluar dari ruang kerjanya dan menguncinya seperti biasa, dengan kunci digital yang menggunakan sidik jarinya untuk membuka.

Ia pun memasuki kamar dan Naura tengah menyiapkan pakaian untuk besok bekerja.

"Seneng banget ya yang mau ketemu dr. Hamish lagi," godanya sambil berpangku tangan.

Naura hanya melirik sinis. "Makasih pakaianku sudah dibawa ke sini dari tempat kost," katanya sambil melewati suaminya menuju ruang laundry. Ia pun menyetrika pakaian dinasnya, yang sebagian akan dia tinggalkan di rumah sakit, sebagian dia pakai pulang. Seperti biasa.

Bibirnya terus menyunggingkan senyuman. Membayangkan kembali bekerja, mengamalkan ilmu, bertemu banyak orang adalah hal yang sangat menyenangkan. Ia pun menyiapkan makan malam dengan riang. Memasak makanan yang biasa dimakan oleh Miftah, tanpa minyak dan lebih sering dipanggang, serta sayuran yang banyak.

Selepas isya keduanya makan malam bersama. Naura pun menikmati daging panggang yang ditaburi bumbu lada hitam serta aspargus yang ditumis dengan minyak wijen, lalu kacang almond di sekitarnya.

"Pantas badan kamu juga langsing, makanannya keren ini," kata Miftah sambil menikmati makan malam.

"Ya karena pake uang kamu, kalau uang sendiri aku makan mie ayam atau bakso kalau malam," jawab Naura membuat Miftah tertawa dan menepuk keningnya.

"Sesekali boleh, tapi harus langsung olahraga biar kalorinya terbakar lagi."

"I know, aku dokter," balas Naura.

"Ah, iya. Lupa, perasaan tu ya ibu rumah tangga aja." Miftah tertawa dan Naura makin menunduk menikmati makan malamnya.

Setelah makan malam, Naura masuk kamar dan menyambar handuk. Mandi karena dia lupa mandi efek terlalu senang mendapatkan lagi baju-bajunya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menyisir rambutnya yang basah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NIKAH TANPA CINTA (Tersedia Di Gramedia)Where stories live. Discover now