12. Kisah Raja, F dan A

3.6K 1K 278
                                    

.
.
.

    Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Juyeon itu tipe kakak yang paling ngeselin sedunia. Kalo Lino dapet predikat dukun terganteng abad ini, maka Juyeon adalah kakak paling durhaka abad ini. Bayangin aja, Moonbin yang dari pagi sampai siang nyetir mobil buat balik ke Pondok Denzel lagi tidur anteng karena capek ama Juyeon tubuhnya di dorong dari kasur dan tabrakan ama lantai pondok yang terbuat dari kayu.

     
    Moonbin udah buka mulut, siap misuhin Juyeon tapi ama kakaknya itu mulutnya dibekap ama tangannya. Juyeon menggeleng, "jangan teriak, ntar yang lain bangun."
   
    Dengan kesal, Moonbin menyingkirkan tangan Juyeon dari mulutnya. "Lu mau coba dipatahin lehernya, hah? Banguninnya biasa aja, anjir!"
 
  "Tadi gua udah coba bangunin, tapi lu ga bangun, kira aja lu mati, kan? Akhirnya gua gulingin aja dari kasur. Pinter kan gua? Hehe." Tawa bodoh Juyeon membuat Moonbin senyum sabar. Otak kakaknya ini kayaknya kelainan.

  "Pinter banget, hehe :D" Moonbin ikut tertawa. Dalam hati—cogan harus sabar, kalo ga sabar bukan cogan tapi setan.."
    

    Moonbin bangun dari lantai lalu meregangkan ototnya yang nyeri. Lalu menatap Juyeon penasaran, dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga pagi, ada perihal apa Juyeon bangunin dia jam segini?

  
  "Lu inget dulu jam segini kita ngapain?" Tanya Juyeon.

    Moonbin mengerutkan kening, berusaha mengingatnya, "kita bangun dan siap siap ke sekolah karena jarak Pondok ama sekolah kita jauh, kan?"

 
    Juyeon mengangguk, tangannya menggenggam tangan Moonbin, lalu menarik pemuda itu untuk ikut bersamanya. Dengan bingung dan sedikit linglung, Moonbin mengikuti kemana Juyeon membawanya. Kakaknya itu pergi keluar pondok lewat pintu belakang, dia berjalan ke arah gudang dan mengambil senter dan sekop yang Moonbin tahu sering digunakan paman Rudi untuk menguburkan mayat dari dalam sana.

    
  "Lu mau ngapain?" Tanya Moonbin.
 
  "Inget kata katanya Paman waktu itu? Seonghwa yang bermain di antara batu batu nisan aneh, gua yakin batu nisan yang Paman bicarain itu, beneran ada di sekitar sini. Lu bilang lagunya itu penunjuk arah. Di bawah pohon apel tua," Juyeon menunjuk sesuatu dengan sekop itu, Moonbin menoleh dan menemukan siluet pohon besar tak jauh dari aera Pondok Denzel.

  "Gambar yang ada di dalam file juga menunjukkan adanya pohon apel yang ada di dekat kumpulan batu nisan itu." Lanjut Juyeon.

  "Lu mau coba bongkar apa yang dikuburin?" Tanya Moonbin.

    Juyeon mengangguk, "siapa tau aja kotak merahnya dikuburin disitu."

     
    Mereka berdua berjalan ke arah sana, sampai disana, benar saja, mereka menemukan lima batu nisan yang telah berlumut. Moonbin menyalakan senter dan menyorot salah satu batu nisannya, disitu tertulis :
  
  

Enola
1890—2014
Age 35
 

 
   
  "Gua baru aja sadar sebenarnya, Enola itu bukan nama, tapi kata yang dibalik Enola jadi Alone." Juyeon menancapkan ujung sekop ke tanah, "pas gua buka lagi filenya Jungwoo, ada huruf A dan F yang ditulis di salah satu ayunan.."

  "Enola mewakili A—terus F nya?!" Moonbin terkejut, dia tak mengira hal itu.

    Juyeon tertawa sambil terus menggali, "kesendirian akrab banget dengan?"

  "Hah?"

  "Ketakutan, Fear. Alone dan Fear. Gua pernah denger ini sebelumnya.. dari Sunwoo mungkin? Dia bilang kalau kesendirian akan menciptakan ketakutan, itu mutlak. Seonghwa memang lambat mempelajari sifat manusia seperti berempati, namun sejatinya, dia itu manusia. Tetep aja punya empati, hanya saja dia punya cara berbeda untuk menunjukkannya." Jelas Juyeon sambil berpindah ke depan batu nisan lain karena tak menemukan apapun di batu nisan pertama.
 
  "Kenapa Seonghwa menuliskan nama Enola di batu nisan? Karena jika kesendirian mati atau lenyap, ketakutan tidak akan tercipta. Ini permainan kecilnya.. kisah seorang anak yang dikucilkan.. sendirian.. dan untuk mencegah ketakutan itu, dia melenyapkan kesendirian itu. Sekarang siapakah Enola itu?"

[✔] Klub 513 | Hidden Chapter | : Hwa! Where stories live. Discover now