14-BERSYUKUR

99 13 0
                                    

Jangan egois di dunia ini, bukan kamu doang yang hidup. Gensi meruntuhkan segalahnya!

Esau Bumi Persaja•
ESBU

H a p p y R e a d i n g
Tuhan Yesus Memberkati

+ = ♥

"Aku tuh tidak suka sama kamu
Saimen!" Mercy menatap cowok itu. Yang dari tadi telah. Mengikutinya menujuh lorong yang mengarah ke kantin. Banyak dilihat pasang mata, yang mendelik pada mereka. Jika tertujuh pada Saimen itu seakan menjadi sebuah pujian oleh kaum hawa, atau pun kaum Adam yang menjadikan Saimen sebagai panutan. Kalau terarah pada Mercy seakan sebuah tatapan jengah. Yang kadang ingin Mercy, colok mata para manusia itu. Namun terlalu banyak kasus yang telah dibuat oleh dirinya. Rasanya jadi malas. Wajah cantik nan manis adalah hal paling menonjol tapi tersembunyi di balik sikap kasar dan sangar yang kelewat batas buat ukuran cewek seperti Mercy.

"Aku tidak senang sama pemberian kamu! Berhenti ngasih coklat! Ngasih kue! Ngasih apa pun itu! Tidak perna apa kamu diajarin sama mama atau papa kamu, jangan maksa keinginan kamu sama orang lain?!" berang Mercy dengan tangan terkepal. Berhenti dan menatap Saimen disertai berkilat marah. Yang terpancar oleh dua bola mata cewek itu.

"Iya aku tidak diajarin sama mamaku makannya aku maksain-maksain orang!" Saimen berbalik badan. Cowok itu tak mengejar Mercy lagi yang telah kembali berjalan dengan kesal. Pundak cowok itu tertunduk kebawah dengan lesuh. Menapaki anak tanggah lantai atas, disertai hembusan angin yang menerpah wajah cowok itu. Menerbangkan poni yang menutupi sebagaian dahinya.

Mercy berbalik sebentar dan menatap Saimen yang telah naik pada undakan tanggah lantai dua. "Kenapa tuh orang ah bodoh amat." Cewek itu mengibas tangan ke udarah dengan kesal. "Emang dia kira dia siapa? Maksain-maksain aku, banyak cewek yang ngejar dia. Kenapa malah kepincut sama aku?!"

...

"Kenapa Men? Tuh muka? Kusut amat kek baju belum di setrika! Kenapa Men kenapa?" desak Enos bertanya sembari menulis tugas matematika yang beranak di papan tulis.

"Mercy ngomong aku tidak diajarin sama mamaku apa? Jangan maksain-maksain orang lain. Kok sakit yaa dengar kek gitu!" Cowok itu menelingkupkan kepalanya  diatas meja. Johnatan sibuk melukis di buku gambarnya melepaskan pensilnya dan mengepal tangan. Hingga buku-buku jarinya kelihatan. Urat-urat cowok itu mengeras tanda ia sedang naik pitam. Aksi melukis dibuku gambarnya seakan lenyap. Saat kabar berita dari Saimen mendengung di dua kupingnya.

"Waw parah nih Mercy, bisa-bisanya bawah orang tua segalah!" Enos memukul meja dengan geram. "Kamu juga salah ngapain perjuangin cewek kaya gitu. Kena, kan batunya. Berjuang terus berjuang!? Kesal aku nih. Woii Joh kemana oii?"

Johnatan keluar kelas dengan langkah lebarnya dia berhenti sebelum benar-benar keluar dari kelas mereka. "Ada urusan!" Setelah itu hanya ada langkah lebar dan cepat yang melangkah pergi. Menyisahkan rasa kepo dibenak cowok yang memakai bandana hitam di lengan kirinya. Enos langsung membuang pandangan pada Saimen.

"Men kita ikutin yuk?!" Enos mendesak cowok itu. Ia mengoyahkan bangku Saimen. Cowok berkalung besi bandul salib itu mengangkat kepalanya menatap Enos. "Ngapain Al malas?"

"Ayo!" Tarik Enos pada punggun cowok itu. Saimen pun bangkit dan ikut mengejar Johnatan yang entah kemana cowok itu pergi.

Mereka berlari pelan mengikuti Johnatan yang sudah berada depan kantin. Cowok itu akan masuk kedalam area kantin sekarang. Mereka berdua turun dari tanggah lantai tiga. Dengan tergopoh-gopoh setelah berusaha hingga tiba dilantai bawah. Enos maupun Saimen menyusuri lorong dengan agak berlari cepat nyaris mereka sempat menabrak beberapa orang yang berlalu lalang dilorong. Mereka terperanjat saat depan kantin. Keduannya diam terpaku melihat Johnatan memukul meja Mercy bersama teman-temannya.
"Maksud kamu apa Mer?"

SAIMEN [END]✓ Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang