Terpaut Usia [17]

4.1K 306 0
                                    


Levita langsung di bawa ke dalam ruangan Arsen. Di dalam lift menuju lantai keberadaan ruangan Arsen, mereka saling diam. Tangan Levita terkalung di leher Arsen. Levita tidak berani melihat wajah Arsen sama sekali. Sedari tadi ia hanya menunduk dan menggigit bibir.

"Sakit, ya?" tanya Arsen menatap Levita.

Levita bungkam. Ia tidak pernah sedekat ini dengan Arsen, pernah sekali saat Arsen ingin memakaikan sabuk pengan padanya. "Enggak kok," bohong Levita.

"Maksudku bukan luka di lutut dan di wajah kamu," tukas Arsen.

Levita menrenyit bingung.

"Hati kamu. Pasti sakit karena di perlakukan gitu sama karyawan aku. Harusnya mereka hormat dan berprilaku baik sama kamu. Tapi malah di perlakukan kaya gini," jelas Arsen.

Entah mengandung apa perkataan Arsen barusan. Tapi itu membuat Levita mengulum senyum, dan perasaannya tak karuan.

"Gak papa Kak. Aku mau minta maaf udah bikin kekacauan. Itu juga aku inget sama janji aku ke kamu, kalau aku gak bakal berantem lagi. Tapi si Mbak itu malah Jambak aku, ya udah aku Jambak balik," jelas Levita yang sudah bisa berbicara dengan nada biasanya.

"Gak usah minta maaf," timpal Arsen. "Kamu beneran gak papa? Kalau kenapa-kenapa mending kita ke rumah sakit, yuk!" ajak Arsen.

Di gelengi oleh Levita. Padahal, yang luka hanya lutut dan beberapa cakaran di wajahnya saja, tidak parah sama sekali.

Sampai di ruangan Arsen, Levita di letakan di sofa panjang yang ada di ruangan. Arsen bergegas ke nakas untuk membawa kotak P3K yang selalu ia simpan di sana, takut-takut ada kejadian mendadak seperti ini.

Kapas dan cairan alkohol di oleskan di lutut Levi, yang langsung di ikuti ringisan dari gadis itu.

"Maaf, aku bakal pelan-pelan," ujar Arsen melakukan itu dengan sangat pelan.

Levita tersenyum melihat kekhawatiran dan tindakan Arsen saat ini. Apakah Arsen sudah mulai ada rasa dengannya?

"Kak, emang gak papa kalau Kakak publish pernikahan kita?" tanya Levita.

Levita takut itu akan mempengaruhi pekerjaan Arsen.

"Emang kenapa? Gak ada yang salah Levi. Lagi pula umur aku ya udah cukup buat nikah. Terus, aku pemilik perusahaan ini, gak ada yang berani mecat aku," bangga Arsen duduk di sebelah Levita.

"Dieh, sombong banget Bapak CEO," ledek Levita.

Levita baru ingat, kalau bekal makanan yang ia bawa sudah hancur karena pertengkaran tadi.

"Kak, tadinya aku ke sini mau bawain bekal makanan buat Kakak. Kakak belum sarapan tadi. Tapi, bekalnya udah hancur," kata Levita dengan raut sedih.

Arsen membenarkan rambut Levita dengan jemarinya.

"Gak papa, nanti kita makan bareng, ya!" ajak Arsen.

Levita sedikit bingung dengan sikap Arsen saat ini. Karena Arsen bersikap sangat manis, tidak seperti biasanya yang tidak semanis ini.

"Oh ya, kamu ke sini cuma mau ngasih itu doang?" tanya Arsen.

Levita mengangguk. "Perhatian sekali istriku ini," ujar Arsen mencubit pipi Levita.

Levita terkejut mendengar kata yang di lontarkan Arsen barusan. Istri katanya? Apakah benar, kalau Arsen sudah mulai ada rasa dengannya.

'Cklek'

Pintu ruangan Arsen terbuka, menampakkan sosok wanita dengan pakaian minim berdiri tegak di ambang pintu, dengan mata yang memerah.

"Sen, maksud kamu apa?" tanya wanita itu.

Levita mengerutkan keningnya, tidak tahu siapa wanita yang ada di ambang pintu itu. Tapi Levita akui, kalau wanita itu sangat cantik, dan badannya pun sangat bagus.

"Apa apanya?" tanya Arsen bangkit dan menghampiri wanita itu.

"Kamu bohong, kan? Kamu cuma mau lindungi gadis itu doang, 'kan? Dia bukan istri kamu, kan?" pekik wanita itu.

Arsenio menatap Levita. "Enggak, aku gak bohong. Dia emang istri aku, Naura!" yakin Arsen.

Kali ini Levita tahu siapa wanita ini. Naura, mantan Arsen. Ketika mengetahui itu, Levita langsung merasa insecure karena mantan Arsen bentukannya seperti ini. Levita kira, Naura itu ya wanita biasa, tidak cantik dan menawan seperti ini.

Kalau di banding dengan dia yang hanya seorang gadis kampus biasa, hobi rebahan dan juga halu ya gak bisa di tandingi lah.

"Kok kamu jahat," sendu Naura. "Kenapa kamu ngelakuin ini sama aku Arsenio!" pekik Naura.

Arsen menarik tubuh Naura agar masuk ke dalam ruangan, menutup pintu dan mengunci agar tidak ada yang mendengar, karena ruangan Arsen bisa di bilang kedap suara.

"Yang jahat siapa? Aku atau kamu? Kamu yang udah ninggalin aku, kamu yang udah bikin aku terpuruk Naura!" teriak Arsen.

Levita hanya menatap keduanya bingung, apa yang harus ia lakukan.

"Aku udah bilang, tunggu aku! Kenapa kamu malah ninggalin aku, kenapa kamu nikah sama orang lain Arsen. Kamu gak inget janji kita?" tanya Naura.

"Naura plis. Kamu gak usah ungkit-ungkit masa lalu. Janji? Janji apa? Bukannya kamu sendiri yang udah ngelanggar itu. Janji gak bakal saling meninggalkan. Tapi nyatanya kamu yang udah ninggalin aku!"

"Kamu tahu waktu kamu pergi dan mutusih aku? Aku kaya orang stress. Aku gak tahu mau hidup kaya gimana. Aku hampir gila gara-gara kamu. Dan sekarang, kamu mau datang marah-marah nuduh aku ninggalin kamu? Gak ngaca hah!"

Levita berdiri dan menenangkan Arsen dengan cara mengusap punggungnya.

"Mending sekarang kamu lupain aku, kamu bisa cari orang yang sayang sama kamu, tapi kamu jangan ninggalin dia, cukup aku yang kamu tinggalkan. Sekarang, kamu tahu kalau aku udah punya istri. Aku udah hidup bahagia sama dia. Aku mohon, kamu jangan ganggu. Pertemuan kita hanya boleh sebatas perkerjaan, enggak lebih!" tegas Arsen, kemudian menarik lembut tangan Levita keluar dari ruangannya.

"Arrghhh!!! Kenapa Lo nikah duluan Arsen! Gue sayang sama Lo!" teriak Naura yang terduduk lemas di lantai ruangan Arsen.






*****





"Eh, Violet?"

Violet yang tengah memilih buku di perpustakaan kota, langsung memalingkan wajahnya melihat siapa yang memanggilnya.

"Lah Naufal? Kebetulan sekali ketemu di sini. Beli buku?" tanya Violet.

"Enggak, gue beli pupuk organik. Ya iya lah beli buku, gimana, sih," ujar Naufal.

Violet terkekeh. "Oh ya, kesini sama siapa? Pacar ya?" tanya Naufal.

"Pasti Levita yang ngasih tahu, ya?"

"Enggak, Levita gak ngasih tahu kok, dia cuma ngasih tempe aja," canda Naufal.

Ini yang Naufal suka dari Violet. Gadis itu langsung tertawa saat ia melontarkan lelucon bodoh seperti itu. Jika gadis lain, mereka aka memasang wajah bingung dan tidak menjawab ucapan Naufal.

Naufal langsung membantu Violet mencari buku, kemudian keduanya berlanjut dengan makan bersama di sebuah warung kaki lima tak jauh dari perpustakaan.

"Kok Lo mau di ajak jajan di sini?" tanya Naufal.

"Lah gue mah kagak gengsian. Mau makan di mana aja ya ayo, yang penting perut kenyang hati pun senang," timpal Violet sambil mengunyah makanannya.

Bertambah lagi alasan kenapa Naufal mengagumi seorang Violet.

Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)Where stories live. Discover now