Terpaut usia [20]

4.8K 312 2
                                    

"Kak, boleh ya, pliss," rengek Levita pada Arsen yang tengah sibuk dengan laptopnya.

Kali ini, Levita membujuk Arsen, agar membolehkannya pergi ke luar kota yang tak jauh, untuk menemani Naufal mengerjakan proyek kuliahnya.

Tapi nihil, pria itu sama sekali tidak memberi izin. Padahal, Levita menemani dan ingin mambantu sang adik, bukan pergi bersama pria lain.

Lagi pula, mereka berdua hanya pergi satu hari, tidak lebih. Tapi, karena Naufal juga seorang pria dewasa dan mereka terlihat dekat, mangkannya Arsen tidak mengijinkan.

"Gak," ketus Arsen.

Levita yang duduk di depan Arsen langsung melipat kedua tangannya di depan dada, mempoutkan bibirnya, mencari cara agar Arsen mengijinkannya.

Bukannya Levita ingin pergi berdua dengan Naufal, masalahnya, Naufal mengajaknya untuk menjadi fotografer dalam project ini. Dan itu adalah hobi Levita.

Sudah lama sekali ia tidak pergi memotret, ya mungkin setelah pernikahan, ia jadi jarang pergi bebas keluar rumah. Karena ia mendapat kesempatan ini, tidak mungkinkan, ia sia-siakan?

Akhirnya ia mendapat ide. Ia berdiri, kemudian berdiri di belakang sofa Arsen. Siapa sangka, gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher Arsen, memeluknya dari belakang.

Tentu saja Arsen terkejut dengan perlakuan mendadak dari Levita. Wajah Levita di simpan di pundak sebelah kiri Arsen. Terlihat Sofa yang sedikit tinggi dan kakinya tak sampai, akhirnya ia seperti bergulantung di sofa itu.

"Lev," lirih Arsen.

"Ya... Ya... Boleh, kamu tahu, kan, Kak. Aku dari dulu pengen banget jadi fotografer, tapi gak di bolehin sama orang tua aku. Ya, boleh lah, aku janji gak bakal macem-macem kok, lagi pula, Naufal mana mau sama aku," jelas Levita yang masih di posisi tadi.

Arsen tidak bisa menelan ludah, jika posisi Levita terus seperti ini. Untung saja kalungan tangan itu tidak terlalu kencang, jika ia, bukan hanya tidak bisa menelan ludah, tapi tidak bisa bernafas.

"Bukan masalah itu, aku khawatir kalau kamu cuma berdua kesananya. Aku tahu, Naufal gak bakal ngelakuin apa-apa sama kamu. Tapi, kalian ini dua orang dewasa, Levi. Gimana kal– ah gak... Gak bisa, kamu di rumah aja, nanti aku suruh Naufal cari fotografer lain aja," tukas Arsen yang sedikit frustasi di setiap katanya.

Tadinya Levita ingin mengajak Violet. Tapi, gadis itu sudah beberapa hari tidak menunjukkan dirinya di permukaan. Tidak masuk kuliah, tidak memberi kabar, tapi saat ingin mengunjungi rumah, di rumahnya tidak ada siapa pun.

Mungkin gadis itu sedang ada acara keluarga ke luar kota. Karena jika ada acara keluarga, ia tidak akan terus terusan bermain HP.

"Kak pliss... Aku tuh udah pengen banget jadi fotografer gitu, cita-cita aku. Tapi di bantah sama Papah Mamah. Kali ini, jangan jadi penghalang aku, pliss... Aku mau ngejalanin hobi aja, Kak," ujar Levita melepaskan tangannya, lalu gadis itu pergi ke dalam kamar.

Mungkin, itu satu-satunya jurus ampuh yang bisa Levita gunakan untuk membujuk Arsen.

Benar saja, pria itu langsung menatap Levita yang sudah menghilang tak terlihat oleh pintu yang di tutup. Langsung saja Arsen menyimpan laptopnya, lalu bergegas ke kamar dengan nafas panjang.

Tidak mengetok pintu, tidak permisi pria itu langsung masuk, dan mendapati Levita yang tengah duduk menghadap jendela.

Kali ini, giliran Arsen yang memeluk Levi dari belakang, tapi bukan memeluk leher, melainkan memeluk pinggang ramping Levita. Baru kali ini, Arsen menyentuh bagian tubuh Levita selain punggung, tangan, kepala dan rambut.

"Maaf, aku gak bermaksud buat ngelarang buat kamu melakukan hobi. Tapi, aku gak bisa biarin kamu sama Naufal berdua doang," bisik Arsen tepat di telinga Levita.

Levita sedikit menjauhkan badannya, lalu membalikkan tubuhnya menghadap Arsen, menggenggam kedua tangan pria itu.

"Kalau gitu, ayo Kakak ikut!" ajak Levita cerah.

Kenapa ia tidak berfikir itu dari tadi? Kenapa meski ada acara ambek-ambekan segala?

Arsen diam. Tapi itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa memantau mereka berdua.

"Tapi, aku, kan, kerja."

"Kamu inget, kantor itu punya kamu. Lagi pula, Minggu ini kamu belum ambil libur, ya udah kalau kamu gak izinin aku sendiri, ayo sama kamu!"

Dan akhirnya, dengan pikiran yang sangat matang, Arsen mengiyakan apa kata Levita, dan besoknya mereka pergi ke kota yang tak jauh dari kota mereka saat ini.

Naufal menyetir, sementara Levita dan Arsen duduk di bangku belakang. Tak sedikit gerutuan keluar dari mulut Naufal yang di jadikan nyamuk oleh kakak sendiri.

"Ya Tuhan, ini gue keliatannya malah kaya supir yang nganter majikannya anjir!" protes Naufal.

"Protes aja Lo! Mau istri gue bantuin gak, kalau enggak kita pulang!" pekik Arsen.

Naufal mendecih, sesekali melirik kedua insan yang tertawa dan bercanda lepas di kursi penumpang.

Melihat Levi, Naufal jadi teringat Violet. Ingin sekali ia menanyakan keadaan Violet, setelah ia melihat kejadian langsung waktu itu. Tapi, entah kenapa ia sangat enggan, karena Naufal punya firasat kalau Levi dan temannya yang lain tidak tahu kebenaran tentang itu.

Tapi, jiwa penasaran akan kabar Violet sangat besar, jadilah ia iseng nanya.

"Lev, kenapa Lo gak aja Violet aja sih!" Itulah basa basinya.

Tapi, Levita paham maksud Naufal. Karena dari awal ia membawa Violet ke partty malam itu, tatapan Naufal ke Violet sangat beda. Di tambah, mereka berdua pernah jalan bersama.

"Dia udah tiga hari gak ada kabar. Setelah Lo ke kampus gue loh, dia langsung hilang gak tahu kemana. Di telepon kagak aktif, di cari kerumahnya di rumah gak ada siapa-siapa" jelas Levita.

Naufal yang melihat langsung perlakuan buruk pacar Violet langsung berfikiran kemana- mana. Tapi, ia tidak bisa melakukan apapun, karena ia sadar bahwa ia bukan siapa-siapa Violet.

Sesampainya di kota itu, mereka langsung mencari spot foto yang cocok untuk project kali ini. Untung saja Naufal sudah melakukan penelitian terlebih dahulu, dan menyiapkan semua bahannya, jadi pemotretan langsung di mulai.

Arsen hanya menatap dua sejoli itu, dua manusia yang ia sayang. Ya, Arsen mengakui itu, kalau ia sudah mulai menyayangi Levita.

Terpaut usia ✔️ (BUKU SUDAH DI TERBITKAN)Where stories live. Discover now