[33] Torment

6.6K 798 18
                                    

PENGEN CEPET-CEPET PUNYA CERITA TAMAT DI WP!


~oOo~

Terlambat menyesal karena waktu tak terulang

~oOo~

~KAI~

Gue menemukan panggilan tak terjawab dan pesan Kia selewat jam makan siang. Rasa bersalah menguasai gue. Dia pasti khawatir gue nggak ada kabar dari pagi. Tadi gue bangun kesiangan. Mbak Saski udah ngamuk jadi gue langsung siap-siap dan ngebut ketemu klien. Habis itu gue dihajar sama jadwal padat yang dikasih Mbak Saski. Katanya, stasiun TV yang tempo hari wartawannya gue kecam 'ngambek' sama gue. Mereka berhenti ngasih job, bahkan batalin acara yang melibatkan gue. Jadi, sekarang gue mesti jemput bola—ngedeketin klien duluan, biar kejadian ini nggak jadi efek domino ke stasiun TV lain. Setelah itu, gue sudah berencana langsung ke kantor Kia, tapi Kania menelepon dan ngajak ketemu.

"Kai, boleh ke kantor PH kemarin. Sori banget, mendadak. Cuma kita mesti cari pemeran pengganti buat tokoh utama ceweknya," kata Kania dengan kecemasan yang kentara dalam suaranya. Atau gue yang kelewat peka karena dulu sering sama dia?

"Kan, kemarin udah." Gue berderap keluar stasiun TV di Kawasan Jakarta Barat menuju parkiran.

"Yang kemarin mundur."

Langkah gue berhenti. "Kenapa?"

"Ada masalah internal yang bikin nggak deal. Sori, gue nggak bisa bilang."

Gue berdecak. Padahal, pemain pilihan kemarin sudah klop banget sama gue. Beberapa kali kita kerjasama bareng dan enak. "Lalu, sekarang apa yang mesti gue lakukan kalau datang ke kantor PH?" Langkah gue berubah pelan menuju mobil.

"Gini, jadi gue pikir popularitas lo sudah cukup buat nge-up film ini. Kita lagi milih artis baru. Gue pengin lo ikutan milih biar chemistry-nya dapat. Gimana?"

Bola mata gue berputar. Apa gue kelihatan punya pilihan lain?

Jadi gue meluncur ke kantor PH tempo hari di Kawasan Rasuna Said buru-buru. Milih talent baru ternyata nggak semudah perkiraan gue. Berulang kali gue harus gondok karena aktingnya kaku, grogi karena harus acting sama gue, ada satu yang bagus tapi Kania nggak setuju karena kelihatan agresif ke gue, banyak deh. Ujung-ujungnya gue milih seperti yang mereka suka—nggak guna juga gue datang akhirnya, dengan syarat ada proses reading yang bener supaya nggak wasting time.

"Kai, mau makan siang bareng?" tawar Kania selesai meeting.

"Nggak.Thanks. Gue buru-buru," kata gue sambil menyambar jaket dari kursi.

"Ada kerjaan lain?"

"Ada janji makan siang sama Kia." Gue berharap dengan begini Kania semakin paham bahwa dia nggak bisa lagi minta prioritas. Gue berharap Kania tahu bahwa mengantarnya pulang tempo hari nggak bermakna apa-apa. Gue berharap, gue nggak perlu menyelesaikan apa-apa lagi antara Kania.

Kania mengangguk-angguk pelan lalu melambaikan tangan ke gue. "Hati-hati."

Gue sampai di kantor Kia nyaris pukul dua siang dan kata resepsionis, Kia belum balik dari makan siang. Sengaja gue nggak ngasih kabar ke dia. Gue cuma mau anterin makanan yang gue beli dan bisa langsung pergi lagi, supaya nggak ganggu kerjaan dia juga. Ternyata dia malah belum balik dari makan siang.

Alih-alih nunggu di ruang tamu, gue pilih masuk lagi ke mobil. Males saja gue mbak-mbak resepsionisnya ngelirikin mulu. Sebentar-sebentar ngambil foto gue diam-diam. Sebentar-sebentar, temennya datang kayak cuma pengin lihat gue, bisik-bisik lalu motret diam-diam. Mending nunggu di mobil mumpung gue dapat tempat parkir yang langsung bisa lihat lobi.

Nggak lama kemudian, gue lihat Kia. Gue spontan narik pintu mobil dan keluar. Seketika, gue baru sadar, ada orang lain di sebelah istri gue. Nathan. Agak lebih kurus, tapi jelas itu Nathan.

Kaki gue yang siap menyambut Kia langsung berhenti. Pesan Kia udah gue baca semua, nggak satu pun menyinggung soal Nathan. Lalu, yang gue lihat sekarang apa? Gue berhak nggak sih, dikasih tahu? Berhak nggak marah? Atau ini alasan Kia mendesak gue kemarin? Supaya dia juga punya alasan ketemu sama Nathan. Secepat ini langkahnya?

Bentar, bentar, gue kenapa kayak cowok lagi kebakaran jenggot ngegap apaan. Gue nggak pernah insecure. Kia nggak lagi gandengan. Mereka cuma berjalan sisihan dan nggak saling ngomong. Tapi sampai jam dua? Ngapain saja mereka!

Ah, lama-lama gue kesal juga sama otak gue. Waktu Kia nyaris masuk ke gedung, keduanya berhenti. Ini maksudnya Nathan ngantar Kia? Penting banget nggak sih. Terus ini mereka mau say goodbye terima kasih udah diantar gitu?

Gue nggak mau mikir kelamaan dan langsung berjalan cepat menuju lobi. "Sayang!" Tangan gue terangkat ke arah Kia.

Kia tampak terkejut lihat gue tiba-tiba muncul. Please Kia, jangan berekspresi yang bikin persepsi gue makin salah. Gue baru berusaha mencintai lo, jangan bikin gue nggak bisa karena lihat ini semua.

Gue meraih pinggangnya, mengecup pipinya singkat, lalu nyodorin apa yang gue bawa, setumpuk pizza supaya kenyang dimakan dia sama teman-temannya. "Udah makan siang?" tanya gue seolah nggak ada Nathan di sana.

"Kai... baru saja makan sama Renata terus ketemu..." Kia ragu sejenak, tatapannya jatuh ke Nathan.

Gue menatap Nathan seolah baru lihat. "Oh, hai. Lo yang..." Bibir gue menyeringai. Mata gue menyipit nggak pakai sengit. "Yang mau nampar istri gue di resto tempo hari kan?" Gue tarik Kia mundur dari dia. Pelukan gue ke Kia makin posesif.

"Gue minta maaf soal itu." Nathan membela diri. "Gue cuma pengin lihat Kia baik-baik saja."

"Dia baik. Sama gue baik. Gue nggak kasar ke cewek."

"Nggak kasar, cuma sering gonta-ganti saja. Gue khawatir—"

"Thanks, tapi lo nggak perlu khawatir sama mantan yang sudah jadi istri orang!"

Lagaknya nggak kayak orang bersalah man. Kesal nggak lo. Nampar loh! Kasar loh! Dan itu ke Kia yang notabene saat itu mantannya dia! Calon istri gue! Kok lihat tampangnya bikin gue kesel ya. Gue tadi nggak niat marah, tapi lihat mukanya pengin marah! Mana Kia juga nggak ngasih tahu soal ini kan? Gue nungguin dia dan dia malah sama Nathan sialan ini.

"Kai." Kia mengusap punggung gue untuk mengucapkan sesuatu yang nggak bisa dia bilang. Rautnya mulai gelisah.

"Aku paham, Sayang. Berhubungan baik sama mantan, aku nggak bakal ngelarang. Asal bukan sialan model dia yang berusaha nyakiti kamu meski sudah nggak punya hubungan." Gue pasang badang.

"Kai dilihatin orang." Kia menarik bahuku menjauh dari Nathan.

Iya, banyak mata yang memandang kami. Apalagi si resepsionis tukang gosip itu. Jadi, gue bawa Kia ke mobil. Gue bawa emosi gue yang dengan cepat memuncak cuma karena istri jalan bareng sama mantan!

Sialan! Kenapa harus semarah ini?

oOo

Winterhearted (END)Where stories live. Discover now