2 - Laut Tengah

36.8K 6.4K 254
                                    

"Sebuah kamar sempit sebagai saksi bahwa tempat ini tidak pantas kusebut rumah. Tak ada rasa aman dan nyaman saat aku berada di dalamnya."

-Laut Tengah-


Haia duduk termenung di tepi kasur berbahan kapuk beralaskan tikar, mengusap air mata yang tak dapat dibendung. Dia amati sekeliling kamarnya lekat-lekat. Sebuah ruangan yang tidak layak huni karena tembok-temboknya berjamur bekas rembesan air hujan dengan atap yang dipenuhi beberapa lubang kecil hingga sinar matahari menembus masuk ke dalamnya.

Sekarang Haia sudah lulus S-1. Itu tandanya dia harus setiap hari menghabiskan waktu di rumah yang terasa seperti neraka baginya. Selama ini, Haia memang kerap tidur di luar. Mulai dari sekretariat BEM, sekretariat LDK di masjid, asrama muslimah tempat Rere dulu tinggal sebelum menikah, dan kos luxury Zava menjadi tempat pelarian Haia. Hal ini pula yang kemudian memudahkan Haia untuk meraih banyak prestasi. Haia menguras tenaga habis-habisan untuk mengikuti semua kegiatan demi memiliki alasan keluar rumah.

Mudah untuk menutup mulut Maya agar tidak bertanya-tanya atau melarangnya pergi. Cukup dengan memberikan semua uang hasil lomba, maka Haia akan mendapat ketenangan. Tapi sekarang Haia sudah tidak memiliki gaji, uang beasiswa S-1, dan pendapatan hasil dari lomba lagi. Beasiswa S-2 yang seharusnya menjadi satu-satunya harapan bagi Haia untuk pergi jauh pun hilang dalam sekejap.

Haia menatap nanar seluruh tulisan-tulisan penyemangat di dinding kamar.

Korea University I'm Coming!

Semangat jadi muslimah keren yang menginspirasi dan bermanfaat!

Jadi lulusan terbaik dengan IPK 4.00. Aamiin!

Haia kamu pasti bisa kuliah di luar negeri!

Man Jadda wajada! (Siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil)

Sayangnya ekspektasi tak bertemu dengan realita. Mimpinya untuk melanjutkan pendidikan sirna. Esok hari, Haia hanya akan membuka satu situs ke situs lain dan mengaktifkan akun linked-in untuk mencari pekerjaan. Dia akan banting tulang siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan Maya dan Ryan.

Haia luruh dengan bahu bergetar hebat saat melihat selempang cumlaude yang menggantung di tembok kamar dan piagam juara mahasiswa berprestasi nasional dalam bingkai yang indah, bagai mutiara di tengah-tengah kamarnya yang kumuh. Dua prestasi tersebut yang kemarin menghantarkan Haia mendapat LOA dari Korea University. Namun, sekarang kedua benda itu tak ada artinya lagi.

"La tahzan ... innallaha ma'ana ... la tahzan ... innallaha ma'ana ... la tahzan ... innallaha ma'ana ...." Napas Haia terasa berat, ada rasa sakit yang menghantam dada melihat mimpi-mimpi itu perlahan terbang menjauh dari dunianya. Hanya sebuah ratapan dengan arti, 'Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita' yang dapat ia ucapkan di sela-sela tangisnya.

Haia akhirnya mengambil air wudu dan mendirikan salat sunah 2 rakaat untuk mengusir kesedihan. Dalam sujud, Haia menumpahkan semua beban di hati dan menyampaikan kerinduan pada ummi dan abi tercinta. Sejak dulu, setiap masalah demi masalah datang menghampiri, Haia hanya akan mengambil mukena lalu menempelkan dahi pada sajadahnya untuk menangis keras-keras.

Haia memang memiliki banyak teman, tapi hatinya selalu hampa. Tak pernah dia merasakan sedikit kasih sayang orang tua apalagi keluarga. Sampai dia mengenal Prof. Fatih dan Ustazah Maryam yang sedikit mengobati duka atas keinginan untuk kembali bertemu dengan ummi dan abinya.

"Assalamu'alaikum warohmatullah ... assalamu'alaikum warohmatullah ..." ucap Haia dengan suara bergetar. Baru saja Haia menengadahkan tangan untuk berdoa, sebuah gebrakan pintu membuatnya tersentak.

LAUT TENGAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang