6 - Laut Tengah

30.9K 5.2K 224
                                    

"Kata orang, tidak ada pertemuan yang sia-sia. Dan ini kali kedua aku bertemu denganmu secara tak sengaja."

-Laut Tengah-


Haia memeriksa e-mail berulang kali, membacanya perlahan lalu mencatat semua hal yang harus ia bawa ke kampus pada hari ini. Gorden kamarnya sudah terbuka, namun langit masih gelap gulita meski sudah pukul 05.30 pagi. Saat musim gugur seperti ini, malam hari di Korea akan lebih panjang, sehingga waktu salat subuh juga semakin siang.

Haia melihat buku panduan kampusnya. Ada sebuah saran yang tertulis di sana bahwa subway merupakan transportasi umum paling strategis di Seoul yang akan memudahkan warganya untuk melakukan aktivitas keseharian. Satu agenda yang harus segera ia lakukan pada hari ini adalah bertanya pada Aisa soal sistem transportasi canggih yang satu ini.

Haia memang cerdas untuk materi-materi perkuliahan yang ditekuninya, tapi kalau soal peta, Haia menyerah. Dia lebih sering nyasar dibandingkan sampai pada suatu tempat dengan cepat dan tepat.

Haia bergegas keluar dari kamar. Siapa tahu Aisa sudah bangun dan ternyata tebakannya benar. Haia melihat Aisa sedang menghangatkan beberapa makanan dari dalam kulkas di pantry.

Menyadari ada orang lain yang berjalan ke ruang makan, Aisa segera berbalik badan. "Haia? Kok sudah bangun?" tanya Aisa.

"Iya, Mbak. Tadi abis tahajjud, enggak bisa tidur lagi," jawab Haia polos.

"Mas Bhumi juga sudah bangun?" tanya Aisa.

Pertanyaan Aisa membuat Haia bungkam. Bola matanya jadi bergerak tak tentu arah. Bisa-bisanya dia lupa soal kejadian semalam.

"Kamu enggak lupa untuk bangunin Mas Bhumi, 'kan?" tanya Aisa lebih lanjut karena dia paham suaminya sering kelelahan sehingga perlu dibangunkan untuk salat.

Haia terkesiap mendengar pernyataan Aisa. "Eum ... i-iya, Mbak. Tadi kami salat sama-sama, kok," timpal Haia asal.

Mendengar pernyataan Haia, Aisa tidak bisa bohong pada hati kecilnya. Ada rasa sakit di dada. Mungkin ini yang dinamakan cemburu. Tapi, lagi-lagi Aisa harus mengingat tujuan awalnya. Bahwa dia yang memulai ini semua. 

Melihat raut wajah Aisa berubah, Haia segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Mbak Aisa bisa ajarin Haia cara baca peta subway Korea?" tanya Haia sambil duduk di kursi ruang makan.

"Mbak Aisa?" panggil Haia lagi karena Aisa menatap kosong pada gelas dalam genggamannya.

Aisa masih termenung dan sibuk dengan pikirannya tentang Bhumi dan Haia, sampai-sampai air putih dari teko yang ia tuang ke dalam gelas sudah luber membasahi meja.

"Mbak! Airnya tumpah, Mbak!" seru Haia membuat Aisa tersadar dari lamunan.

"Astaghfirullah!" Aisa bergegas mengambil kain lap.

"Mbak Aisa, nggak apa-apa?" tanya Haia khawatir.

"Eng-eng-gak, Haia. Aku baik-baik aja kok."

"Mbak Aisa kayaknya kurang tidur makanya enggak konsentrasi, ya?" tanya Haia yang melihat rona hitam pada bagian bawah mata Aisa.

Aisa menggeleng cepat, "Gimana, Haia? Tadi kamu ngomong apa?" 

"Mbak Aisa bisa ajarin aku cara baca peta subway?" tanya Haia.

Aisa memijat pelipisnya pelan lalu melihat aplikasi yang ada dalam ponsel Haia. "Kamu pernah naik KRL (Commuter Line) waktu di Jakarta?" tanya Aisa.

LAUT TENGAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang