R1-35: ◇\ ]\¿°◇°¿°¡?

6.6K 1.1K 118
                                    

***

SMA Berlian memiliki peraturan yang sangat berbeda dari sekolah pada umumnya. Di hari terakhir ujian sekolah, rapor akan segera dicetak dan langsung dibagikan kepada para muridnya. Secara langsung, hal itu menandakan kalau kegiatan pembelajaran di semester pertama telah berakhir, dan libur sekolah sudah ada di depan mata.

Radena sangat senang di pembagian rapor kali ini. Nilai Matematika yang semula bertuliskan angka 10, kini sudah bermetamorfosa menjadi 66. Ya walaupun hanya lebih satu angka dari nilai KKM, itu sudah membuatnya puas. Yang terpenting, warnanya tidak merah lagi.

"Selamat ya. Akhirnya nilai Matematika kamu nggak merah lagi."

Radena melirik Nona yang sudah berdiri di samping motornya. "Itu berkat lo," katanya dari balik helm.

"Apa? Kamu ngomong apa?"

Laki-laki itu lantas membuka kaca helmnya. "Gue bilang, Radena gitu lho."

"Idih, songong."

"Ayo cepetan naik. Gue mau nunjukkin hasil rapor gue." Dia sama sekali tidak menganggap raut wajah Nona yang kesal karenanya.

"Ke papa kamu?" tanyanya dengan ragu.

Radena terdiam sejenak. Muka masamnya tak bisa disembunyikan. Membahas papanya membuat gairahnya melemah.

"Ada, deh," balasnya kemudian.

Nona mengembungkan pipinya dengan tangan yang memasangkan helm ke kepalanya.

"Udah siap?" tanyanya setelah Nona menduduki jok.

"Iya."

Mendapati jawaban dari penumpangnya, Radena pun memutar kunci yang sudah menancap pada kontaknya. Mesin motor pun mulai bekerja. Suaranya juga terdengar nyaring, namun tidak mengganggu. Tak lama, kendaraan roda dua itu bergerak, melaju keluar area sekolahan.

***

Nona selalu suka bila mengamati setiap objek yang dia temui ketika berada di adimarga, sebab banyak hal unik yang mampu menyentuh hati dan membuka pikirannya. Mungkin bagi sebagian besar orang, jalan raya hanya sekadar prasarana transportasi. Namun bagi dirinya yang termasuk di sebagian kecil, jalan raya ibarat satu jendela kehidupan. Berbagai jenis kegiatan, perilaku, profesi, dan kejadian, bertebaran di sekitarnya. Kadang semua hal tersebut bisa membuat bibirnya tersenyum, tapi ada juga yang mengundangnya untuk merenung.

"Kok berhenti?" tanyanya karena Radena tiba-tiba berhenti tak jauh dari sekolah.

"Gue mau beli bunga dulu."

Dia pun baru menyadari bahwa di sampingnya terdapat sebuah toko bunga.

"Saya ikut!" teriaknya seraya berlari menyusul Radena yang sudah berhasil menerobos pintu masuk.

Sesampainya di dalam, laki-laki itu terlihat sedang memilih buket bunga.

Tersadar dengan raut wajah Nona yang tampak penasaran tentang aktivitasnya sekarang, Radena pun menghela napasnya sebelum mencoba melontarkan sebuah pernyataan.

"Gue pernah bilang kan sebelumnya, kalau gue ada janji sama seseorang perihal nilai rapor." Radena terdiam sesaat. "Seseorang yang gue maksud itu, almarhumah nyokap."

Nona mengangkat kedua alisnya. "Jadi, kamu mau ke pemakamannya?"

Radena pun mengangguk.

Nona tertegun. Dia pikir, Radena akan menemui papanya.

"Bu, saya beli ini satu," katanya sambil menunjuk satu buket bunga mawar putih di hadapannya. "Bunga taburnya juga ya, Bu."

Sakedap, nya." ¹Sebentar, ya;

CIRCLE OF LIES - SHADOW IN THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang