R1-48: •°<{ ◇\♧[¿][◇?

5.6K 1K 73
                                    


***

Radit membuang napasnya dengan kasar. "Sial," umpatnya.

Dia sangat merasa kesal karena komputernya mendadak mati, padahal sedang mengerjakan tugas sekolahnya di sana.

"Mana laptop belum beres di­-service, lagi."

Tak ada pilihan. Dirinya terpaksa harus meminjam komputer atau laptop milik kakaknya, Rio. Bila mengerjakannya lewat ponsel, dia sangat merasa tak nyaman.

Laki-laki itu membenarkan kacamatanya sebelum beranjak. Terdengar suara helaan napas yang berat. Dirinya tidak yakin kalau Rio akan memberikan pinjaman padanya. Kakaknya itu sangat sulit untuk membantunya dalam hal apa pun.

"Ada apa Dit? Kok murung?" Pertanyaan Sekar membuatnya menoleh. Mereka berpapasan di depan dapur.

"Komputer Radit mati lagi, Ma."

Sekar terlihat menipiskan bibirnya. "Kan Mama udah bilangin, beli yang baru aja daripada terus-terusan di-service. Ujung-ujungnya mati lagi, kan?" sarannya sembari menuangkan teh madu ke dalam cangkirnya.

Sebenarnya ia sangat ingin membeli komputer baru. Tapi, komputernya itu sangat berharga baginya. Komputer pemberian dari papanya dengan sebuah kerja keras, sebelum segalanya bisa didapatkan dengan mudah. Komputer itu yang bisa membuatnya teringat, bahwa papanya adalah orang yang sangat menyayanginya. Walaupun hal itu terasa mengikis semenjak sesuatu bernama jabatan dan uang mulai menyentuh keluarganya.

"Tapi Radit belum mau ganti Ma."

"Ya udah terserah kamu, deh. Mama ke kamar duluan, ya," pamitnya dengan membawa secangkir teh madu yang dia bawa di tangannya.

Radit mengangguk. Kedua matanya memerhatikan Sekar yang sedang manaiki anak tangga. Setelah 5 detik, dia kembali menghela napasnya seraya melanjutkan langkahnya. Menuju kamar Rio yang berada di sebelah barat rumah.

"Bang," panggilnya sembari mengetuk pintu beberapa kali. Tak ada sahutan. Kedua alisnya bertautan karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya dia pun membuka pintu tanpa izin.

Setelah pintu setengah terbuka, dia lagi-lagi menghela napasnya saat mendapati penampakan kamar yang sangat berantakan. Rio benar-benar jorok dan pemalas dalam mengurus kebutuhan pribadinya, seperti merapikan kamar contohnya.

Rio yang sedang asyik bermain game online dengan headphone di telinganya, menoleh ketika merasakan keberadaan seseorang di belakangnya.

"Ngapain lo?" tanyanya dengan ketus.

"Gue mau pinjem laptop lo dong," katanya langsung ke topik pembicaraan. "Komputer gue mati lagi. Gue butuh banget buat bikin makalah. Besok harus udah beres."

Laki-laki dengan rambut bergaya crew cut itu mendecih. "Emang gue peduli? Nggak ada ya, lo boleh pinjem barang-barang gue."

"Please, kali ini bantuin gue. Komputer sama laptop lo juga lagi nganggur. Udah ya, gue pinjem---"

"Woy!" Bentakan Rio menghentikan pergerakan tangannya yang akan meraih laptop di atas ranjang. "Jangan berani-beraninya lo nyentuh laptop gue!" Peringatannya membuat Radit menelan ludah. Kenapa kakaknya semarah itu?

"Tapi Bang---"

"Lo pake komputernya papa aja, sana. Jangan punya gue. Privasi."

Radit memutar bola matanya malas. "Gue nggak bakal ngepoin juga, kali."

"Udah deh, lo mendingan keluar. Ganggu aja," usirnya dengan kasar. Dia kembali memasangkan headphone ke telinganya dan tak mengacuhkan adiknya itu.

CIRCLE OF LIES - SHADOW IN THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang