R1-60: <♤\ }¡●[|¿°¡<?

4.6K 913 62
                                    

"Your parents."

Aldi keheranan dengan maksudnya. "Anda tidak punya hak untuk tahu tentang keluarga saya, terutama orangtua saya." Dia melangkah pergi, berniat tak menghiraukannya lagi. Guru pengganti itu membuatnya risi. Untuk apa juga ingin tahu tentang orangtuanya? Siapa dia? Enak saja.

"Orangtua Anda meninggal 7 bulan lalu, bukan?"

Langkahnya terhenti. Badannya kembali berbalik. Menatap seseorang yang sudah memiliki jarak 3 meter dengannya.

"Bu Susi yang bilang," katanya untuk menjawab kebingungan di wajah pria itu.

"Bu Susi?" Dirinya tak pernah merasa memberitahukan pada siapa pun kecuali Pak Dani. "Cih. Kepsek cepu." Dia kesal. Sepertinya guru-guru yang lain juga tahu soal itu. Harusnya Pak Dani merahasiakannya. Kehidupannya bukan konsumsi publik. "Sudah. Saya tidak mau membicarakannya. Bukan urusan Anda-"

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa Anda sudah mendapatkan keadilan itu?" Nataline mulai memancing emosinya. "Orangtua Anda meninggal karena tabrak lari. Tapi pihak kepolisian menetapkannya sebagai kecelakaan tunggal. Betul begitu?"

Speechless. "Bagaimana Anda...."

Sebetulnya, dirinya hanya menebak saja. Mengumpulkan prasangka yang menggeluti pikiran. Dan sepertinya... dugaannya valid. Ia menyembunyikan helaian rambutnya ke belakang telinga menggunakan ujung telunjuknya. "Jadi benar?"

Jari-jarinya mengepal sampai urat tangannya tergurat dengan jelas. Kemurkaan yang terpendam dan belum terbaurkan kembali menguasai perasaannya.

"Bagaimana bisa Anda mengetahui itu? Saya tidak pernah menceritakannya pada siapa pun."

"Hmm...," jarinya diketuk-ketukkan ke dagu dengan berkala---ciri khas seseorang yang sedang mempertimbangkan sesuatu, "just follow my feeling."

Tawaan sarkastis menjalar ke telinganya. Aldi menertawakannya.

"Anda jangan bicara omong kosong. Jawab dengan logis!" Telunjuknya nyaris menikam wajah perempuan itu. "Pasti Anda tahu sesuatu yang lebih dari ini."

"Kalau iya... apa yang bakalan Anda lakuin, Pak Aldi?"

Mulutnya sedikit terbuka karena tidak menduga dengan jawabannya.

"Saya tidak akan memercayai Anda semudah itu."

Nataline menarik kedua sudut bibirnya ke samping. "Saya nggak minta Anda buat percaya. Tapi, kalau Anda butuh bantuan, saya bisa kok bantu."

Decihan kembali keluar. "Jangan harap saya akan meminta bantuan Anda, Bu Anna. Saya tidak percaya dengan siapa pun. Anda pasti hanya mempermainkan saya saja. Maaf, permainan Anda selesai sampai di sini."

"Kak! Ayo pulang!" teriak Iqbal di balik jendela mobil.

Mereka menoleh bersamaan.

"Bentar!" sahutnya tak kalah nyaring. Aldi berkacak pinggang. Satu tangannya terangkat, lalu menggaruk ujung alisnya. "Oh ya, satu lagi. Anda," tunjuknya kuat, "harus mengoreksi ini, kesenjangan sosial bagi seluruh rakyat kecil dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat berkuasa. Karena itu yang para penguasa serakah dan egois amalkan, daripada pengamalan yang seharusnya dijalankan."

Garukan jari di belakang lehernya mengantarkan kepergian pria angkuh yang telah memunggunginya. Hembusan napas panjang bertebaran ke udara.

"2 MEI, JAKARTA!"

Tubuhnya seakan tersengat aliran listrik. Dengan bola mata yang nyaris keluar, Aldi sontak berbalik. Bertanya-tanya lewat binar matanya.

Siapa dia sebenarnya?

CIRCLE OF LIES - SHADOW IN THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang