RUN TO YOU

475 69 4
                                    

Mata Jingga secara perlahan terbuka, langit-langit rumah sakit adalah pemandangan pertamanya. Tubuhnya masih terasa remuk redam seperti habis jatuh dari ketinggian dan kerongkongannya terasa kering, ia haus, dengan susah payah Jingga menggerakan kepalanya untuk melihat apakah ada orang lain bersamanya agar ia dapat meminta pertolongan untuk memberikannya air minum.

"Toloong, Rere..." tidak ada jawaban, tidak ada siapapun di dalam ruangan ini kecuali layar monitor jantung dan tabung oksigen yang menemaninya, Jingga berusaha mencari pertolongan lainnya.

Ah, aku menemukannya..., diraihnya dengan susah payah tombol panggilan yang berada di sisi tempat tidurnya, Jingga menekannya beberapa kali dan dengan hitungan kurang dari dua menit masuk dua orang suster dengan langkah tergesa menghampirinya.

"Nona Jingga, anda sudah sadar." Ujar salah satu dari mereka pada Jingga yang masih terlihat lemah dan hanya mengangguk pelan membenarkan.

"Ada yang bisa kami bantu?" ucap yang satunya lagi.

"Aku haus..." dan dengan sigap mereka memberikan air mineral pada Jingga dan dengan perlahan-lahan Jingga menyesapnya lalu mereka merebahkan tempat tidur Jingga kembali, tak lama setelahnya Rere juga Kai masuk ke dalam ruangan Jingga.

"Jinggayaa..." sapa Kai lembut namun sarat dengan nada khawatir di sana, Jingga mengamati sesaat ada sisa lebam pada wajah Kai lalu pandangan Jingga beralih pada Rere.

"Maaf..." ucap Jingga menyesali segalanya. Rere tidak mengatakan apapun hanya menatapnya dalam, Jingga merasa ada kelegaan di sana melihat dirinya kembali selamat dari tindakan bodoh yang sudah kesekian kalinya ia lakukan.

"Terimakasih karena sudah selamat, Jinggayaa..." ucap Kai tercekat, berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh begitu pula Rere.

***

"Jinggaya... kau sudah terlihat lebih segar hari ini."

"Hmm... tentu saja Kai, bukankah ini sudah satu minggu sejak aku kembali sadar?" balas Jingga sambil tersenyum.

"Apakah kau sudah siap dengan sesimu besok dengan Psikolog?"

"Hmm..., apakah kau atau Rere akan menemaniku?"

"Sepertinya Rere akan menemanimu sementara aku? Aku akan kembali pada ruang penyiksaanku sementara, kau tahu ruang kerjaku itu sudah menjelma menjadi ruang penyiksaan sekarang." Jingga hanya bisa menggeleng ringan sambil menahan tawanya agar tidak pecah melihat ekspresi Kai jauh sekali dari citra yang selama ini ia bangun untuk dirinya sendiri.

Kai sadar kalau Jingga sedang berusaha untuk tidak menertawakannya, Kai sebal melihatnya karena sudah pasti ia terlihat bodoh sekarang. "Berhenti menertawakanku, Jinggayaa...!" pekik Kai sebal dan kali ini Jingga benar-benar tidak dapat menahannya lagi.

***

Sudah dua minggu sejak Jingga sadar ia menghabiskan waktunya di rumah sakit, mulai dari pemulihan sampai dengan serangkaian terapi dengan Psikiater Jingga jalani dan semua berjalan lancar juga baik. Hasilnya-pun cukup menyenangkan tidak hanya untuk Jingga melainkan juga untuk Kai dan Rere yang secara bergantian menemani Jingga di rumah sakit.

Hari ini adalah hari terakhirnya berada di rumah sakit, besok ia sudah di perbolehkan kembali pulang namun, catatan pribadinya sudah terekam di kepolisian sebagai seseorang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, terimakasih pada Rere yang telah membuatnya memiliki catatan seperti itu. Kalau diingat Jingga sungguh sebal tetapi ini memang kesalahannya yang tidak mampu mengatur emosinya dengan baik.

Ah, kemana lelaki itu sekarang? Tidakkah dia tahu bahwa aku telah melewati hari-hari bahkan minggu-minggu yang berat hanya karenanya? Apakah dia tidak tahu keadaannya? Atau memang lebih baik dia tidak tahu kondisiku yang menyedihkan ini. aku pasti akan sangat malu sekali karena telah menjadi wanita yang lemah, Jingga tidak bisa berhenti berbicara paa dirinya sendiri. Tidak bisa ia pungkiri kalau dirinya merindukan sosok itu, ia merindukan Pierre, bukan... ia merindukan Dinan, bahkan ketika ia membuka matanya untuk pertama kali, dirinya berharap kalau lelaki itu berada di sampingnya.

In a Time (Let Me Call You Mine) [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now