LAST CHAPTER - DRAWING OUR MOMENTS -

1.1K 93 15
                                    

Berkali-kali Dinan mengecek penampilannya di depan cermin yang terdapat di sebuah ruang besar restoran mewah yang berada dalam hotel besar di pusat  kota Seoul. Belom pernah sebelumnya Dinan berpakaian formal seperti ini sehingga ia merasa agak sedikit risih karena menurutnya pakaian yang ia gunakan sedikit sempit membuat ruang geraknya agak terbatas. Setelan kemeja putih, celana bahan hitam dan jas yang semuanya berukuran slimfit yang dalam penglihatan semua orang terlihat gagah dan keren sehingga tatapan semua orang tertumbuk padanya namun tidak baginya sendiri, Dinan terbiasa dengan seragam tentara bukan dengan pakaian eksekutif muda seperti ini.

Dinan sengaja datang lima belas menit lebih cepat dari waktu yang di janjikan untuk pertemuan makan malam ini dan betul saja ia merasa gugup, jantungnya berdegup dengan sangat cepat. Jingga akan datang bersama dengan orang tuanya sehingga di sinilah Dinan sendiri dan merasa gugup.

Dinan sengaja berjalan ke ujung ruang besar itu di mana jendela besar terpampang tanpa tirai memberikan pemandangan malam nan indah dari kota Seoul, Dinan menikmati lampu-lampu berkelap kelip yang berada dikejauhan lalu menatap jam tangannya, "Sudah pukul tujuh malam, hmm... seharusnya sebentar lagi mereka tiba." Gumam Dinan.

Tok... tok... tok...

Terdengar suara ketukan diikuti dengan masuknya pelayan beserta pria tinggi berpakaian rapi dan sangat tampan lalu di belakangnya seorang wanita dengan sosok keibuan dengan tatapan mata hangat juga cantik, tunggu... tunggu..., seharusnya kalau tidak salah tebakan ini adalah orang tua dari Jingga atau jangan-jangan tamu yang salah ruangan..., pikir Dinan sambil mengamati.

Sementara Dinan dan pria ini saling bertatapan, Jingga masuk ke dalam ruangan yang telah mereka pesan untuk acara makan malam keluarga ini. sejenak Dinan terenyak menyaksikan Jingga yang memukau malam ini, gaun lace berwarna pink nude selutut berkerah bulat dan lengan panjang membungkus sempurna tubuh ramping Jingga, clutch serta stileto berwarna pink nude yang satu tone lebih gelap dari gaun membuatnya semakin menawan, belum lagi riasan wajah yang tidak berlebihan justru semakin menampilkan kecantikan sempurna dari seorang Jingga. Jantung Dinan sulit diajak kompromi kini sedang berdebar begitu kencang hingga membuatnya merasa kalau ruangan yang bersuhu sejuk ini terasa menghangat.

"Loh, kenapa masih berdiri, Appa? Mama?" pertanyaan Jingga ini membuyarkan lamunan sekaligus mengejutkan Dinan karena ternyata kedua tamu ini sungguhan orang tua dari Jingga. Betapa tidak sopannya aku, kutuk Dinan dalam hati, kini dengan sigap Dinan menyambut kehadiran kedua orang tua Jingga, wanita yang dicintainya.

"Mohon maaf atas ketidak sopanan saya dalam menyambut kedatangan Bapak dan Ibu, perkenalkan nama saya Dinan... Dinan Bouvier." Sambut Dinan yang di balas dengan senyum hangat dari Mama sedangkan Appa berusaha sebaik mungkin untuk terlihat dingin dan misterius dalam menyambut Dinan. Sepertinya Appa sedang berusaha menekan mental Dinan, sementara Dinan terlihat tenang tanpa tertekan sedikitpun.

Setelah mereka duduk bersama menantikan makan malam yang akan diantar, pembicaraanpun dimulai dengan wawancara pada Dinan yang dilakukan oleh orang tua Jingga, jadi seperti ini rasanya kala itu ketika Jingga berada di tengah-tengah keluarga Pak Nas, benar-benar membuat sesak napas, batin Dinan.

Appa memerhatikan gerak-gerik lelaki yang duduk bersebelahan dengan putrinya dengan seksama juga intens, kenyataan bahwa lelaki yang berhadapan dengannya kini adalah lelaki yang gagah, tampan, terlihat sigap dan tegas, aura lelaki sejati yang sepertinya tidak bisa ia terima, mendadak Appa tersaingi.

"Sepertinya kamu bukan orang Indonesia?" serang Appa yang menuai pelototan dari Mama dan Jingga.

"Jingga Appa...! Gemanhaeyo... hentikan..." protes Mama.

In a Time (Let Me Call You Mine) [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang