EPILOG

2.7K 286 65
                                    

Lagunya mbak Ailee mohon diputar 😔



Seorang pria duduk di atas kursi goyang, mengayunnya pelan sambil memandangi bunga yang bermekaran di pekarangan dan daun-daun berguguran dari pohon-pohon di kejauhan yang mulai berubah warna dari kehijauan menjadi kuning kecokelatan.


Angin sejuk menghembus surainya yang mulai memudar, dengan uban disana-sini di rambut hitam tebalnya.


Ia menengok ke belakang ketika mendengar suara pelan roda, menggilas lantai kayu dengan pasti. Roda besi besar didorong dan diputar oleh kulit pucat yang mulai berkeriput termakan usia. Di tengah-tengah dua roda itu duduk seorang laki-laki dengan surai sehitam jelaganya, kontras memuncaki kulit seputih susu dan matanya yang menyipit bagai sabit di kegelapan malam.



"Jenonie," sambut laki-laki yang duduk di kursi goyang itu.



"Hm~?" Jeno menghentikan kursi rodanya, persis di sebelah laki-laki itu. Ia menunjuk sebuah kursi panjang dari kayu yang terletak tak jauh dari mereka, "duduk disana saja Jaeminie, aku mau berbaring di atas pahamu.



Jaemin mengangguk, menuntun Jeno dengan hati-hati. Laki-laki itu masih bisa berjalan tentunya, tapi tidak untuk waktu yang sangat lama. Sepertinya latihan figure skating di masa lalu membuatnya memiliki kaki yang lemah dan loyo. Dan dia malas susah-susah berjalan sehingga memakai kursi roda kemana-mana. Tapi jangan katakan pada Jaemin, Jeno suka dimanjakan laki-laki itu.



Keduanya duduk dalam diam. Jeno bersandar nyaman pada paha Jaemin, menikmati surainya yang dielus dengan begitu lembut dan penuh kasih. Masa muda yang sudah mereka lewati bersama, yang bergairah dan menggebu-gebu sudah lewat, bertahun-tahun saling menjaga dan merawat. Bersama menjadi dewasa, memijak satu persatu pengalaman pahit atau manis, menyicip hidup yang seperti kopi tanpa gula atau susu coklat penuh sukrosa.



Sampai akhirnya disinilah mereka, hidup berdampingan dengan damai di usia yang mencapai enam puluh lima tahun. Sama dengan enam puluh lima kali bumi berevolusi dan seratus sembilan puluh musim dihabiskan bersama.



"Jaeminie, kalau kau bisa kembali ke masa lalu, apa kau tetap mau bertemu denganku?" Tanya Jeno tiba-tiba.



"Tentu saja mau," Jaemin menundukkan kepala, senyum lembutnya masih terukir dengan begitu indah meski sudut bibirnya mulai berkerut-kerut dalam, "aku mau bertemu denganmu, lebih awal malah kalau bisa. Supaya aku bisa menyukaimu duluan sebelum bisa menyakitimu."



Jeno terkekeh, "kalau begitu mungkin kita tidak akan bisa seperti ini."


"Kita tidak akan bisa menua bersama."


"Kenapa begitu?"


"Duh, kau tidak ingat Guanlin? Yang ada aku malah menganggapmu teman selamanya."


Jaemin mendengus, "yakin sekali kau tidak jatuh cinta padaku. Pertemuan kedua kita saja kau sudah memujiku tampan."


"Benar juga," gumam Jeno.


Keduanya kembali terdiam menikmati suasana damai itu. Angin menimbulkan keresak pada daun-daun yang bergoyang dan saling bergesekan. Angin juga menghembus daun-daun yang berguguran di atas tanah. Cericip dan kicauan burung terdengar ramai, lewat dan berputar-putar santai di atas langit. Seolah menari dan melonjak lincah, berpasangan satu sama lain.


"Jaeminie?" Panggil Jeno.


"Hm?"


"Coba katakan 'aku mencintaimu."


THE PAINTER || JAEMJEN✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang