23

7.1K 692 14
                                    

Feby melihat ada yang beda dengan Andin. Sore ini bosnya itu tampak cantik dengan dressnya. Pada hari-hari biasa Andin biasanya hanya mengenakan kaos atau kemeja sederhana juga celana jins.

"Mbak, mau ada kondangan, ya?" Feby bertanya pada Andin yang sedang sibuk membenahi make up-nya.

"Gue mau nonton, tau."

"Oh, ya? Sama mas Leon?"

"Ogah banget gue nonton sama 'tuh jamet." Andin menambahkan blouse on ke pipinya hingga pipinya tampak semakin memerah.

"Terus sama siapa, dong?" Feby bertanya gusar, jangan-jangan bosnya ini mau nonton dengan ....

"Sama mas Tama lah."

"Oh."

Entah mengapa Feby mendadak jadi bersedih. Jadi ini yang dimaksud abangnya dengan mengurus urusan masing-masing.

"Memang dia nggak cerita sama lo?" tanya Andin seraya merapikan alat make up-nya.

"Enggak, mungkin lupa."

"Sebentar lagi dia jemput gue. Doain kencan gue berhasil, ya?"

Feby mengiyakan permintaan Andin, walau dalam hatinya ia tak ikhlas. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Biasanya ia sangat antusias jika abangnya itu dekat dengan seorang wanita. Tapi mengapa sekarang semuanya terasa lain? Ada semacam perasaan tersisihkan dan takut kehilangan.

"Mau nonton di mana, Mbak?"

"Di bioskop depan stasiun."

"Oh."

"Udah siap, Ndin?"

Feby menoleh ke arah sumber suara. Tampak abangnya yang tampak keren dengan setelah kasualnya. 

"Udah, Mas." Andin menjawab seraya menghampiri Tama.

Feby berdiri mematung, menunggu Tama menyadari keberadaannya. Akhirnya Tama meliriknya sekilas.

"Kamu kok belum pulang, Dek?"

"Bentar lagi." Feby menjawab datar. Ia sempat melirik tangan Andin yang bertengger di lengan abangnya. Tama tak merasa terganggu dengan perbuatan Andin. Hati Feby serasa mencelos.

"Feb, gue pergi dulu. Lo sama Leon jagain kafe, ya?" pamit Andin.

"Em, iya, Mbak."

"Dek, kami berangkat dulu, ya?"

Feby merespon ucapan Tama hanya dengan anggukan. Feby melihat kepergian mereka berdua dengan hati hampa.

***

Leon kembali dari membeli bahan kebutuhan kafe. Ia pergi menggunakan motor matic imut milik kakaknya. Sepanjang jalan ia menggerutu.

Dirinya yang biasanya mengendarai Ducati kini harus puas mengendarai motor liliput yang membuat kaki panjangnya menekuk dengan aneh. Belum lagi helm bogo berwarna pink itu, mana kekecilan di kepalanya. Ternyata mencari uang itu susah, ya? Ia mengeluh dalam hati.

Leon kaget melihat kafe sepi. Ke mana Andin? Biasanya kakaknya yang cerewet itu tak pernah meninggalkan meja kasir kecuali mau ke kamar mandi.

Leon melihat Feby yang sedang mengelap meja sambil melamun, ia datang menghampiri dan menepuk bahunya pelan.

"Feb, kakak gue mana?"

"Pergi nonton."

"Oh." Leon melepas helm dan bersiap ke dapur untuk meletakkan belanjaan. Feby menahan tangannya.

"Mas, nonton, yuk!"

"Heh?"

Leon heran, ada angin apa Feby tiba-tiba mengajaknya nonton, mana sekarang ia lagi bokek.

"Saya yang traktir." Feby seolah menjawab keraguan Leon.

"Oke."

***

"Feb, kenapa kita pergi ke bioskop ini? Enakan juga bioskop yang di seberang rumah sakit."

"Saya suka nonton di sini, Mas."

Leon hanya manggut-manggut mendengar jawaban Feby. Sebenarnya tak ada bedanya juga nonton di sini atau di mana saja. Yang penting gratis.

Dari kejauhan ia melihat dua sosok yang dikenalnya. Mereka sedang duduk di sebuah kafe. Sepertinya menunggu jam tayang pemutaran film.

"Loh, itu 'kan Mbak Andin?" Leon bersiap untuk menghampiri kakaknya, segera dicegah oleh Feby.

"Mas, jangan disapa. Nggak enak ganggu mereka."

Leon mengurungkan niatnya, ia hanya melihat kakaknya dari kejauhan. Tampak Andin yang sedang mengobrol dengan Tama.

"Kita nonton apa?" tanya Leon.

"Nonton yang sama dengan mereka."

Leon mulai bisa menangkap maksud Feby mengajak dirinya nonton di bioskop ini.

"Feb, lo mau mata-matain mereka?"

"Buat apa? Saya memang mau nonton film itu." Feby segera mengelak dari tuduhan Leon.

"Feb, mereka serasi, ya?"

"Serasi apanya?"

"Ya serasi lah. Kakakku juga nggak jelek-jelek amat."

"Tapi dia ganjen, Mas." Feby tak sengaja mengatai Andin.

"Apa?"

"Lupakan."

"Sebenarnya apa, sih, tujuan lo mata-matain mereka? Jangan bilang lo cemburu."

"Cemburu apa sih, Mas? Aku sama mas Tama cuma kakak adek. Mana pantes punya perasaan kayak gitu?"

"Kalian bukan kakak adik kandung, kalau lo lupa." Leon pergi membeli tiket, meninggalkan Feby yang tengah tertegun seorang diri.

My Abang, My Crush (Complete)Where stories live. Discover now