Empatpuluh

174 7 0
                                    

Hari berganti hari kondisi Quenn semakin baik. Dokter juga sudah mulai menghentikan obat-obatan memuakkan itu. Ternyata pengakuan Aldo beberapa minggu yang lalu membuahkan hasil. Quenn mulai menerima keadaan. Dirga dan Jeffran yang sangat berperan penting dalam kesembuhan Quenn. Dirga selalu mengajak Quenn ke tempat-tempat yang menenangkan untuk Quenn. Jeffran pun tidak pernah melepas Quenn untuk pergi sendiri. Berbelanja pun Jeffran mengikutinya tidak menunggu dimobil saja seperti biasanya.

Sedangkan Aldo? Lelaki itu sangat sibuk untuk persiapan ujian sekolah. Tahun ini adalah tahun terakhir Aldo. Entah Aldo benar-benar sibuk dengan ujiannya atau masalah lain yang tidak dimengerti Quenn. Quenn pun hanya iya iya saja dengan perkataan Aldo. Ungkapan cinta Aldo saat hari pengakuan itu Quenn meminta maaf dengan penuh rasa penyesalan karena tidak bisa membalas perasaan Aldo. Kakak kelasnya itu juga bilang bahwa dirinya tidak meminta balasan sama sekali. Semua rasa untuk Quenn benar-benar tulus dari dalam diri Aldo sendiri. Aldo juga tidak ingin mengambil resiko lebih besar lagi jika semua orang tau Quenn adalah kekasihnya maka Quenn akan jadi bulan-bulanan anak-anak berandalan itu.

"Quenn! Dicariin nih!" teriak salah satu teman sekelas Quenn dari depan pintu.

Quenn yang sedang duduk sendirian dibangkunya mengernyit heran. Siapa? Biasanya teman-temannya akan datang langsung menemuinya dibangku. Lagipula ini masih terlalu pagi. Teman sekelas Quenn juga banyak yang belum datang. Bahkan kedua sahabatnya belum datang.

Quenn beranjak dari duduknya untuk menghampiri seseorang yang sedang mencarinya. Sampai didepan kelas Quenn terkejut. Quenn mematung saat melihat seseorang yang mencarinya.

"Hai Quenn" sapa seseorang itu ramah.

Quenn berjalan mundur. Tubuhnya menegang melihat seseorang yang dulu menyakitinya. Orang itu orang yang sama yang mengurungnya di gudang sekolah. Quenn berjalan cepat masuk dan menutup pintu kelasnya. Tubuhnya bersandar dibalik pintu, menahan pintu itu lalu menguncinya dari dalam agar tidak terbuka.

Tidak

Jangan

Quenn hanya terus bergumam. Dengan pandangan kosong Quenn berjalan menuju bangkunya. Duduk dengan pandangan kosong. Batinnya terus berdebat dengan otaknya. Otaknya menolak untuk mengingat kejadian itu tapi batinnya masih menyimpan luka.

"Akh" rintih Quenn saat merasa kepalanya berdenyut.

Tangannya merogoh tasnya untuk mencari obat. Namun sial obatnya tidak terbawa. Quenn teringat obatnya masih berada dimeja rias.

"Ugh" kedua tangan Quenn meremat kepalanya yang semakin menjadi-jadi.

Quenn bangkit berjalan sambil berpegangan pada bangku-bangku dikelasnya. Niatnya ingin meminta obat kepada Jeffran diparkiran. Namun belum sempat meraih pintu Quenn sudah limbung jatuh tidak sadarkan diri di bawah papan tulis kelasnya.

***

Kali ini Dirga datang dengan tergesa-gesa. Pasalnya Quenn tidak membalas pesannya sejak semalam. Dirga takut terjadi sesuatu pada Quenn. Tapi setelah melihat bodyguard Quenn sedang duduk manis dipos satpam membuat Dirga sedikit lega.

Langkahnya terarah ke kelas Quenn untuk memastikan. Saat sampai didepan kelas Quenn terlihat beberapa teman sekelas Quenn sedang berkumpul didepan kelas dengan sedikit ricuh.

"Ga! tolongin Quenn! dia pingsan didalem!" teriak Rachel panik saat melihat Dirga berjalan menuju arahnya.

"Hah?! Kok bisa sih?" tanya Dirga ikut panik. "Ini apaan lagi pintunya kenapa dikunci?!" sahut Dirga kesal.

"Quenn sendiri tadi yang ngunci dari dalem. Terus beberapa menit gue cek dari jendela dia udah pingsan" kata siswa yang sedang berada diluar kelas.

QUENNWhere stories live. Discover now