Wulan X Cio(End)

93.8K 2.7K 43
                                    

Ini sudah masuk 1 tahun Wulan meninggalkan Cio. Lelaki itu teihat lebih kacau dari sebelumnya, wajahnya saja terlihat kuyu dan tak terurus.

"Ma?" panggil Cio.

Masih tidak ada sahutan. Sama seperti hari sebelumnya, Mama tetap mendiaminya. Setelah mengetahui jika calon menantunya hanya sebuah taruhan, Mama murka. Ditambah, saat Tio tiba-tiba datang membawa amplop coklat, kado ulang tahun katanya.

Saat itu keluarga Cio sedang berkumpul, di tambah keluarga Om Dirga, Papa Tio juga hadir. Mereka sedang bersuka cita merayakan ulang tahun Cio. Tawa bahagia  yang awalnya hadir, menghilang saat Amplop coklat itu berpindah tangan pada Papa.

Semua orang geram, termaksuk Mama yang sampai pingsan. Satu lembar foto USG, dan surat peryataan jika Wulan hamil, membuat Papa tambah meradang. Ucapan Cio yang awalnya tidak membawa Wulan ke pesta itu karna gadis itu sedang banyak tugas adalah bohong. Lelaki itu sedang berbohong untuk menutupi kesalahanya.

Banyak bogeman yang Cio terima dari Papa, bahkan lelaki tua itu juga mengusir anaknya. Cio tidak akan boleh kembali kerumah, sebelum menemukan calon menantunya.

"Mama." Cio berlutut. Dirinya sudah tak sanggup jika Mamanya juga ikut memusuhinya.

"Jangan sentuh saya." ucap Mama, tanganya menampik lengan Cio yang akan menyetuhnya. "Keluar, saya tidak memiliki anak seberengsek kamu."

"Ma!" Cio menegakkan tubuhnya. "Cio udah berusaha.."

"Tapi kamu nggak dapet hasilnya." ucap Mama cepat.

Cio kembali menunduk. Ia memang salah, seharusnya dari awal dia memberitahu semuanya, perihal masalah yang mereka belum ketahui. Tapi sayang, mereka semua sudah me-cap buruk Cio.

Cio terduduk, menyadarkan punggungnya di pinggiran sofa tempat Mama duduk. "Mama pikir Cio nggak cinta sama Wulan?" tanya Cio sedikit terkekeh.

"Nggak! Buktinya kamu jadiin dia barang taruhan."

"Mama tolong denger Cio sebentar." kepalanya menoleh kebelakang, melihat Mamanya yang masih acuh.
"Taruhan itu udah Cio batalin sejak lama, sejak pertama kali Cio tidur sama Wulan. Cio nggak pernal berfikir Wulan itu barang taruhan, karna memang sebegitu cintanya Cio sama Wulan. Cio memang sengaja hamilin Wulan, karna ada anak teknik yang suka sama pacar Cio. Cio nggak mau Wulan di ambil orang lain, Cio sayang Wulan, Ma. Cio mau nikah sama Wulan. Di sini sakit, Ma" Cio tergugu, Air matanya mengalir. Tanganya tak berhenti memukuli dadanya yang terasa sesak.

Mama diam mematung, dia bisa merasakan rasa sakit yang anaknya rasakan. Sebenci apapun dirinya pada Cio, masih tersisip rasa sayang dan iba. Mama hanya ingin anaknya bertanggung jawab, tidak semena-mena memaikan perasaan orang lain. Apalagi Wulan, gadis lembut yang baik hati.

"Percumah kamu ngomong begitu ke Mama. Kamu baca sendiri kan surat itu, Wulan udah tulis kalau dia bakal gugurin kandunganya."

Setelah Mama berucap, suara bayi menangis menggelegar. Suara itu begitu nyaring, seolah tak terima jika sudah di sembunyikan.

Cio menegakan tubuhnya, mencari suara bayi yang ia dengar. Pikiranya berfikir jika itu adiknya, mungkin satu tahun ini ia tak pulang, Mamanya sudah melahirkan lagi. Menganti anak yang baru, dengan anak lama yang bodoh sepertinya.

Tapi nyatanya salah, matanya malah bersibobrok dengan seseorang yang ia cari selama ini. Di sana, gadis mungil yang terlihat lebih cantik, gadis yang ia selalu tangisi setiap malam. Berdiri menatapnya, dengan menggendong bayi yang sama mungilnya.

Sedangkan Mama masih diam, mungkin ini memang waktunya. Selama ini keluarganya lah yang merawat Wulan, bahkan Mama membawa Wulan untuk tinggal di rumahnya. Itu juga salah satu alasan Cio tidak pernah boleh masuk kedalam rumah lagi. Tapi, entah menyusup dari mana lelaki itu bisa masuk rumah.

Cio berdiri tegak mematung, melihat gadisnya dari jarak sedekat ini. Pandanganya turun kebawah, ada gadis kecil yang mengedip-kedipkan matanya. Apa itu anaknya? Tidak! Tapi memang iya. Matanya sama denganya, dan wajahnya bulat kecil sama seperti ibunya.

"Sayang." panggil Cio pelan, air matanya menetes.

Wulan tersenyum, gadis itu sudah berdiri di dalam dapur sejak kedatangan Cio tadi. Gadis itu bahkan mati-matian membuat anaknya tidak menagis agar tak ketahuan. Wulan mendengar semua pengakuan Cio, dirinya juga merasa terkejut, Jika Cio benar-benar mencintainya.

"Apa kabar?" tanya Wulan.

Cio menggeleng, kepalanya ia tumpukan pada pundak Wulan. "Jangan pergi." ucapnya pelan. " Jangan tinggalin aku."

Tangan Wulan bergerak menepuk punggung Cio. Menatap Mama yang juga menagis haru. "Aku nggak akan pergi."

.......

"Sayang?."

"Wulan!"

"Sayang, kamu dimana?"

Cio panik, apa tadi hanya mimpi, lelaki itu merasa seperti nyata. Ia menemukan Wulan bersama anaknya. Memeluk gadis itu sepanjang malam, lalu pagi ini semua menghilang.

"Sa.."

Baru akan berteriak lagi, gadis berbalut selmbar handuk keluar dari kamar mandi. Cio melompat dari tempat tidur, memeluk ibu dari anaknya yang ia pikir hanya sebuah mimpi.

"Kenapa mandi nggak ngomong?" ucap Cio di ceruk leher Wulan.

"Kamu kan tidur."

"Kenapa nggak bangunin?"

"Kamu kenapa sih? Udah ah awas!"

Cio menggeleng, pelukanya semakin erat. Wulan mengehela nafas kasar, kebiasaan memang. Semanjak kepergianya waktu itu, Cio selalu berteriak jika Wulan tak ada di sebelahnya, katanya itu semua cuma mimpi. Padahal mereka sudah bersama hampir 7 bulan, bahkan anak mereka sudah bisa berjalan.

"Cio?"

"Nanti kamu tinggalin aku."

Wulan memutar bola matanya malas. Selalu seperti itu jawabanya.
"Aku cuma mau pake baju, Sayang!"

Badanya menegak, Cio menatap wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu dengan senyum lebar. "Nggak usah pake baju, kita main aja."

Tanganya sudah siap menarik handuk yang di pakai istrinya, tuyul kecil membawa boneka taddy masuk kedalam kamarnya.

"Paapa, Maama." panggilnya.

Cio menghela nafas, gagal lagi nininununya.
"Ya sayang."

Wulan terkekeh, anaknya memang pintar, masuk di waktu yang tepat. Memberhentikan kegilaan Papanya di pagi hari.

"Lope you." ucapan selamat pagi yang wajib.

"Love you too, anak Papa yang cantik." Cio berbalik menghadap kebelakang. "Love you, Ma."

Wulan menjawab dengan gumaman, lala ikut berlutut. Anaknya sudah tumbuh besar sekarang, buah hatinya dengan Cio. Anak perempuan yang ia pikir tak di inginkan oleh Papanya, kini menjadi kado terindah bagi keluarga kecil mereka.

End.

Sorry for typo

Luvv❤

Short Story.(21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang