02. Ayam Goreng Madu

102 14 4
                                    

"Kesedihan yang dibagi, akan berkurang. Kebahagiaan yang dibagi, akan bertambah."

Atmosfer malam ini sedikit berbeda dari biasanya

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Atmosfer malam ini sedikit berbeda dari biasanya. Mobil Kak Seokjin seolah-olah terbagi antar dua kubu, kubu kiri, Seokjin yang agaknya tidak begitu memperhatikan selain pada jalanan di depan, dan kubu kanan, bangku penumpang yang beraura suram bak diselimuti kabut hitam. Di sisi kanan itu, Abby, si puan bermuka masam yang masih sibuk menumpahkan kekesalannya pada apapun yang netranya tangkap melalui kaca jendela. Kepalanya nyaris meledak karena tidak lagi sanggup membendung emosi yang sahut menyahut tiada henti. Pagi yang kacau, kepala-kepala kosong yang senang menimbulkan perkara, dan belum berakhir di situ, keterlambatan Seokjin, si abang yang membuatnya menunggu sendirian di halte dengan perut kosong. Apakah ini salah satu metode penyiksaan terbaru? Ini jelas-jelas tindakan kirminal, semua orang harus dituntut atas hari ini, Abby tidak terima.

"Kak!" panggil Abby pada akhirnya, tidak bermaksud menyentak atau bagaimana, Abby hanya ingin orang tahu kalau dia sedang kesal.

"Bicara yang baik Abby, kenapa?"

Seketika ciut niatnya untuk misuh-misuh di depan sang abang, tergantikan oleh tatapan memelas layaknya anak anjing yang kehujanan. "Aku lapar ... ingin ayam goreng madu."

"Iya, nanti kita mampir di restoran yang biasa. Sabar, ya."

Abby diam, tenang, duduk ayu di tempatnya bersama senyum idiot yang sukses menenggelamkan matanya.

"Hari ini tidak berjalan cukup baik, ya? Jeon bersaudara masih suka mengganggumu, kah?" Lewat ekor matanya, Seokjin bisa lihat Abby yang mengangguk kuyu, tidak minat mengungkit masalah itu sekarang.

"Mau Kakak bicara pada gurumu lagi?"

Sontak Abby kelabakan, menggeleng juga mengibaskan tangan di depan dada. "Tidak, tidak! Kalau mereka tahu aku mengadu, malah makin jadi nanti, habis aku." Satu semester lagi menuju kelulusan. Abby bisa tahan, jangan hiraukan setan-setan itu, maka mereka akan bosan dengan sendirinya. Malam ini tidak boleh kesal lagi soalnya akan makan ayam, nanti rasanya jadi tidak enak karena terkontaminasi oleh aura negatif.

Secara tidak langsung kepalanya mulai bertanya tanya; ada tidak, ya laki-laki seperti Kak Seokjin? Kenapa laki-laki di sekolahnya tidak ada yang sebaik Kakak? Yah, siapa, sih, yang tidak ingin Seokjin ada di hidupnya? Kenal saja sudah beruntung. Lagi pula tidak ada yang berlebihan kalau menyangkut Seokjin. Orang-orang tidak akan menyangkal, bahkan tiap kali Seokjin menyombongkan rupa surgawinya, mereka hanya tertawa tanpa bisa temukan lawan yang lebih unggul. Atau barangkali memang tidak ada.

Tapi, tapi, kenapa abangnya tidak kunjung memiliki kekasih? Apa karena terlalu sempurna? Hm, sepertinya itu bukan jawaban. Mungkin ... karena Abby masih butuh Seokjin. Kalau kakaknya tidak ada, siapa yang akan menemaninya, siapa yang mendengar keluhannya, siapa yang memasak? Terlalu enggan membayangkannya, Abby jadi takut.

Tidak lama, Seokjin memarkirkan mobilnya di halaman salah satu restoran ayam yang cukup terkenal di distrik tempat mereka tinggal. "Satu?"

"Dua! dua! Untuk sarapan besok." katanya girang.

"... Oke, tunggu di sini."

Baru saja pintu mobilnya ditutup ketika Abby hendak menyalakan ponsel, namun sesuatu di seberang jalan sana sukses menyita atensinya. Tepatnya di deretan ruko-ruko yang tutup, penerangan yang temaram, seorang yang kesepian duduk beralaskan kardus dan beberapa kain tipis yang lusuh. Matanya tidak lepas memperhatikan orang itu diam-diam, ia memeluk lututnya seakan cukup untuk merengkuh tubuhnya yang dingin. Mata kuyunya yang memandang ramainya jalan malam itu cukup gambarkan betapa lelahnya ia. Abby merasa ... menyesal.

Lalu ketika Seokjin kembali dengan dua kotak ayam yang masih panas, Abby lantas mengambilnya satu lalu keluar dari mobil. Seokjin yang tidak mengetahui apa-apa hanya dapat memasang muka bingung melihat sang adik, Abby membawa kotak ayam tersebut ke seberang jalan untuk diberikan kepada tunawisma tadi. Dari tempatnya mematung, dapat terlihat senyum yang seketika mengembang di wajah sang tunawisma, pun tanpa sadar menular juga pada Seokjin.

Seokjin tidak mengatakan apapun saat adiknya kembali, Abby juga bingung, takut kalau kakaknya marah. "Kak ... Kakak tidak marah, kan?"

Seokjin yang tengah sibuk mengeluarkan mobilnya menoleh sekejap. "Tidak, untuk apa marah?"

"Ayamnya ...."

Seokjin tertawa, lalu kembali fokus pada jalanan. "Harusnya kamu yang marah, katanya besok ingin sarapan ayam?"

Abby menggeleng, mendadak lupa dengan ayam gorengnya. "Kalau tidak ada ayam, aku masih ada omelette buatan Kakak, kan? Kalau orang itu tidak kuberi ayam, jangankan untuk sarapan besok, untuk makan malam ini mungkin tidak ada."

Seokjin tertegun, hampir tersedak ludah sendiri. Apa yang anak ini lakukan selama aku pergi? Pikirnya. "Kamu ... tidak apa-apa, kan?"

"Apa? Memangnya aku kenapa?"

Seokjin diam-diam tersenyum. "Tidak apa-apa."[]

rmyouniverse
Halo?
Aku lapar, belikan ayam goreng.
Sampai bertemu di kisah berikutnya, dan ...
Jangan lupakan ayam gorengnya. Hehe:D

ODDYSEYDove le storie prendono vita. Scoprilo ora