1 🌺 Harisbaya dan Mimpinya

32.7K 3.1K 343
                                    

Harisbaya bermimpi melihat Kembang Rahinakala saat mengandung anak pertamanya.

Itu sebuah pertanda.

Seorang Ardhanareswari akan hadir di tengah-tengah mereka.

Anak perempuan yang dibersamai Kembang Rahinakala akan terlahir luar biasa. Dia seorang ibu bagi peradaban baru. Dia panas dan rahimnya ditakdirkan untuk melahirkan raja-raja penerus.

Kembang Rahinakala hanya muncul dalam mimpi seorang ibu Ardhanareswari dengan kelopak bersinar keemasan kala malam menjelang pagi. Bunga itu tidak memiliki bau, hanya menunjukkan diri pada orang tertentu.

Seperti seharusnya bunga, Kembang Rahinakala memilih kumbangnya sendiri. Dia mengatur kumbang mana yang layak untuk tinggal dan kumbang terpilih akan menetap, terkunci, tidak bisa pergi.

Bunga itu akan menguarkan bau menggoda yang memikat kumbang pilihannya. Bau yang kuat dan menyengat, bau yang nikmat sekaligus sesat. Bau antara surga dan neraka, hingga sang kumbang terjebak dan tidak akan bisa lari ke mana-mana.

Seorang Ardhanareswari yang dititipi pusaka Kembang Rahinakala hanya bisa ditaklukan dan dimiliki oleh lelaki istimewa yang sama kuatnya. Kelak, lelaki itu akan mendapat keuntungan besar ketika mereka memutuskan untuk hidup bersama. Keduanya akan dilimpahi kejayaan, kekayaan, kesejahteraan, hingga keturunan yang gemilang.

Singkatnya, pemilik Kembang Rahinakala adalah pembawa keberuntungan bagi pasangannya. Mereka dapat mengukir sejarah baru dan menaklukan dunia.  

Namun Harisbaya masih harus menunggu, siapa kumbang pilihan itu? Siapa lelaki yang kelak menjadi pendamping bagi anak dalam kandungannya?

Orang itu harus cepat ditemukan sebelum anak ini dilahirkan. Sebab, sedikit kesalahan saja akan mengubah anugerah menjadi kutukan.

Kutukan yang menyengsarakan.

Anaknya akan tumbuh dalam bayang-bayang kematian jika tidak bersama dengan sang kumbang pilihan.

🥀🥀🥀

Anak laki-laki itu baru berusia 5 tahun, dia ikut duduk menunggu di depan ruang bersalin yang mulai sepi tanda malam semakin merangkak menjemput pagi. Katanya, di dalam sana seorang putri yang cantik akan lahir sebentar lagi. Dan putri itu kelak akan jadi temannya, teman hidupnya.

Radin—bocah 5 tahun itu belum cukup paham, yang dia yakini hanyalah, pasti putri kecil ini akan sangat menggemaskan. Oh, apakah dia boleh menyebutnya sebagai adik kecil saja?

"Aki, nanti adik bayinya panggil Adin apa? Aa, kan?"

Celetukannya membuat sederet orang dewasa yang ada di sana tertawa pelan, sejenak menyurutkan kekhawatiran yang mencekam. Sudah lebih dari 12 jam dan putri kecil itu belum berhasil dilahirkan.

"Nggak ada cara lain ini mah, Kang Kama harus cepat tanda tangani berkas persetujuan operasinya, yang paling penting sekarang Teh Aya sama bayinya sehat selamat."

Kerusuhan mulai menjangkit beberapa saat kemudian, sementara Radin hanya diam memerhatikan. Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, rasanya aneh ikut diajak menyaksikan seseorang yang akan melahirkan mengingat dirinya terbiasa ditinggal dengan 2 kakaknya.

Aki juga terus menyebutkan bahwa, "Adin, nanti yang ada dalam perut Tante Aya itu teman kamu."

Atau, "Setelah Tante Aya melahirkan nanti, anaknya perempuan dan akan jadi teman buat Adin. Teman yang nggak akan pernah pergi. Teman Adin sampai mati, seperti Nini dan Aki."

"Jadi suami dan istri?" Radin mungkin baru 5 tahun, tapi perumpamaan sang kakek cukup dia mengerti.

"Iya, jadi suami istri."

Dan dua jam usai kerusuhan itu semua orang di sana bisa bernapas lega. Seorang bayi di kamar terpisah dengan ibunya telah lahir ke dunia. Selamat, sehat, sempurna.

Swabita Rahinakala, bayi kecil itu diberi nama.

Namun yang terbesit dalam kepala Radin justru sebuah pertanyaan, apa yang akan jadi istrinya adalah seorang bayi? Bayi ini?

"Coba lihat, buka bajunya, nggak apa-apa. Teu nanaon, santai aja."

"Aa kasep, punteun, ya. Bajunya dibuka."

Radin melirik pada Aki yang memberi izin untuk mereka membuka bajunya, sebentar saja, sebelum napas tertahan dan suara orang terperanjat mengisi kekosongan di udara.

"Benar, Radin orangnya."

Ada bau yang menguar di sekitar, bau yang tidak pernah ditemukan di mana-mana. Bau yang mengingatkan Radin pada sesuatu, dia tidak bisa membedakan entah itu mimpi atau imajinasi. Belum. Tapi baunya jelas sama, Radin mengingatnya, bau itu berasal dari bayi yang terlelap di sana.

Bau bunga, bau surga.

"Kembang Rahinakala memilihnya."

"Aki," panggil Radin sekali lagi. "Ini wangi apa?" Atau bau? Radin tidak bisa membedakannya. Aroma itu begitu pekat, seolah hanya satu-satunya aroma yang tersisa di dunia. Tidak terdistraksi apa-apa.

"Itu wangi yang cuma bisa Adin cium sendiri. Wangi buat Adin." Aki tersenyum sambil berlutut dalam upaya menyejajarkan wajah mereka. "Adin sama Neng Bita punya tanda lahir yang sama di punggung."

Oh, itukah sebabnya Baju Radin dibuka? Mereka memeriksanya.

"Tanda bentuk apa?" Radin ingat tompel hitam berbulu yang menggelikan di lengan kakaknya, Pristiwidya.

"Bentuk Kujang." Aki tersenyum bangga. "Itu keris kuno yang dulu dipakai leluhur kita. Kalian berdua dikasih stempel yang sama, putra putri Sunda yang kelak akan mengharumkan nama kita dan membanggakan keluarga."

Sepertinya itu tanda yang keren, bukan sebuah tompel. Radin tidak terlalu memikirkan ucapan Aki seterusnya, dia kebagian giliran untuk melihat bayi kecil itu dari dekat. Radin adalah orang kedua yang diperbolehkan menyentuh Bita setelah sang ayah, Kamandaka.

"Wah, cantik!" Dia terkesima, ujung jarinya menari menelusuri pipi si bayi yang lembut dan sedikit berbulu seperti kembang gula. Pun warnanya merah muda. "Hai, Neng Bita, aku Adin. Kata Aki, nanti kita jadi suami istri. Kamu mau kan jadi teman Adin seperti Nini nemenin Aki?"

Bayi itu belum bisa bicara, lamaran polos Radin barusan tidak langsung mendapat jawaban. Namun gema tawa bahagia terdengar di sana, gegap gempita menyambut kelahiran Swabita, dan embusan napas lega lolos dari dada karena Radin memang orang yang diinginkan Kembang Rahinakala untuk pemiliknya.

Radin kecil sibuk dalam penilaiannya terhadap Swabita. Dia tersenyum sambil menopang dagu di pinggiran tempat tidur bayi itu, kenapa semakin lama Bita semakin memesona?

"Aki boleh nggak jadiin  Bita istri sekarang juga?"

 🥀🥀🥀

Hai hai! Aku datang lagi dengan cerita baru, semoga kalian nggak bosan ya main-main di lapak aku 😘

Anggap aja ini teaser deh, atau prolog juga gapapa. Aku harap kalian suka awal cerita Swabita.

Di sini aku akan membawakan kisah sepasang manusia yang hidup di era modern tapi terikat dengan mitos leluhurnya.

Ini akan jadi genre yang baru buatku, cerita perjodohan biasanya bermasalah, tapi tokohnya punya hubungan yang menggemaskan.

Nggak percaya? Tungguin Radin dan Bita ya, gimana sih ikatan mereka yang punya tali temali dengan mitos dan mimpi? 🤔

Stay tune!

Sampai jumpa di bab selanjutnya! ❤

SWABITA [Kisah Cinta Titisan Durga]  ✔Where stories live. Discover now