20 -- Finishing

63.7K 2.9K 123
                                    

MARIO

Gadis kecilku ada di sini. Ia bahkan tampak lebih menawan dari empat tahun yang lalu. Garis-garis kedewasaan tampak jelas di wajahnya yang semakin cantik. Usianya dua puluh satu bukan tahun ini? Ia bahkan sudah lulus dari perguruan tinggi sekarang.

Mata hitam bundar itu. Rambut hitam panjang yang lurus itu. Hidung mungilnya. Bibir tipisnya yang selalu menggoda untuk kukecup.

Aku merindukannya. Walau aku tak pernah berusaha mencari kabarnya. Aku hanya tak mau mengganggunya. Itu saja.

Bagai tersihir, kakiku melangkah sendiri menuju satu titik. Gadis kecilku, Evelynn Carolina. Tapi seseorang, ah... tidak, dua orang yang kusayangi menghentikan langkahku.

"Daddy Io!" Bocah lelaki itu, Galatia, menubrukku, meminta gendonganku.

Aku tersenyum dan tertawa bahagia sambil menggendongnya dan menoleh ke ibu bocah ini. Galatia, bocah lelaki yang lucu.

"Kak Mario, mau kemana tadi?" tanya ibu bocah ini.

"Menemui Sang Putri," jawabku sambil mengedipkan sebelah mata penuh konspirasi.

Ia tampak terhenyak, kemudian sebuah senyuman usil terulas di bibirnya.

"Oh, gadis kecil Kakak yang dulu itu? Yang Kakak tunggu kehadirannya selama empat tahun? Alasan Kakak sampai selama ini belum menikah?" tembaknya langsung. Aku hanya terkekeh dan mengangguk.

Aku menurunkan Galatia dari gendonganku. Bocah lelaki itu tampak mau protes. Tapi aku menghentikannya dengan mengacak rambutnya dan memberinya tepukan sayang di puncak kepalanya.

"Daddy Io harus mengejar Sang Putri dulu, Gala, my boy. Pangeran tidak boleh sampai kehilangan Putrinya lagi," jelasku. Ia mengangguk dan tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi susunya yang masih belum tumbuh secara sempurna.

Aku melirik ke wanita yang menjadi ibu bocah ini, salah satu wanita yang kusayangi. Ia mengangguk dan tersenyum menyemangati.

"Raihlah dia, Kak Mario. Jangan lepaskan lagi. Untuk alasan apapun," ucapnya tulus.

Aku mengangguk dan menatap ke arah Utara, tempat gadis kecilku tadi memunculkan diri.

Aku membelalak ketika melihat punggungnya yang berjalan menjauhiku. Darahku seakan mendidih menuju ke ubun-ubun kepalaku ketika melihat punggung mungil itu dirangkul oleh punggung lainnya yang lebih bidang. Siapa lelaki yang berani-beraninya menyentuhkan tangannya ke gadisku?!

Tanpa pikir panjang, aku segera melangkah panjang menuju ke arah gadis kecilku, menahan langkahnya dengan mencekal pergelangan tangannya. Aku memutar tubuhnya dan menemukan butiran kristal cair itu bersarang di kedua pelupuk matanya ketika aku menatap wajahnya. Apa? Siapa yang telah membuatnya menangis? Jantungku serasa diremas lagi begitu melihat air mata itu.

"Evelynn Carolina, bisa kita bicara sebentar," tembakku langsung. Ya, aku perlu berbicara panjang dengannya. Tapi tidak di sini. Tidak dengan sorot mata lelaki yang memandangku penuh curiga.

Ia terdiam sesaat, mungkin masih kaget karena perlakuanku yang tiba-tiba.

"Hey, Bung. Jangan seenak-enaknya mengajak gadisku." Gadisku? Ia gadisku. Hanya aku yang boleh memanggilnya demikian.

"Siapa kamu? Apa kamu ayah gadis ini? Aku mengenal ayahnya dan bahkan mengantongi izin dari ayahnya. Dan, jangan pernah mengakui gadis ini milikmu. Dia milikku, hanya milikku," tegasku berbahaya.

Pria itu tampak tak suka dengan ucapanku, ia hendak memajukan tubuhnya padaku sampai Velynn mencegahnya.

"Stanley, jangan!" Ia menoleh pada Velynn yang menatapnya penuh harap. Velynn, jangan menatap pria lain. Tatap saja aku! Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu mencintaiku? Apa cinta itu masih ada?

Your PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang