7 -- Tamu Tak Diundang

52.4K 2.9K 178
                                    

MARIO

"Uncle, aku mau ke taman hiburan!" rengek Alfa di kursi belakang.

"Nggak bisa, aku mau pulang ke apartemen Uncle buat ngelanjutin tugasku," tolak Chris yang duduk di sebelahnya.

"Alah, tugasnya kan minggu depan baru dikumpul, sih," balas Alfa tak mau mengalah.

"Nggak bisa. Aku kan punya kewajiban buat nyelesain tugas. Supaya aku punya waktu buat ngelanjutin penelitian zoologi ku," Chris masih bersikukuh pada keinginan awalnya untuk langsung pulang ke apartemenku.

Iya. Aku hari ini mengabdikan diri menjadi Om yang baik dengan mengantar-jemput ketiga keponakanku ke sekolah. Ini semua akibat ulah kedua orangtua mereka yang seenaknya melimpahkan tanggung jawab padaku, sementara mereka berdua menikmati quality time dengan berbulan madu yang kesekian.

"Udah, kita have fun aja dulu. Ke taman hiburan, ngecengin kakak-kakak cantik berpaha mulus." Astaga. Anak ini...

"Alfa..." tegurku setengah memperingatkan.

"Hehe. Peace, Uncle..." bocah ini. Kenapa semakin mirip aja dengan kakak iparnya Kak Kareen yang somplak, ya Stevani.

"Uncle, kita langsung pulang," sergah Chris cepat.

"Nggak. Ke taman hiburan dulu!"

"Pulang."

"Fun fair!"

"Home--"

"..." Bryan hanya terdiam di sisi penumpang di sebelahku tanpa berniat bicara sedikitpun. Enggan memperkeruh perdebatan antara kedua saudara kembarnya.

"Stop it, boys! Shut your mouths up!" Keduanya langsung terdiam. Ternyata aku cukup berhasil menghentikan pertegangan urat saraf antar keduanya.

"Kita pulang. Uncle capek dengan perdebatan kalian. Uncle mau istirahat," lanjutku sambil memijat pelan pelipisku dengan satu tangan, sementara tanganku yang sebelah masih terfokus pada posisi siaga di balik setir mobil yang kukemudikan.

"Pulang," ulang Chris dengan nada meledek. Dari balik spionku, aku dapat menangkap wajah Alfa yang bete sambil bersedekap.

Sorry, boy. But your Uncle needs a peaceful rest after these hard days. Aku bahkan sengaja menyuruh Mita mengosongkan jadwalku hari ini. Aku butuh istirahat setelah direcoki oleh ketiga keponakanku ini. Sangat butuh.

Mobil memasuki basement apartemen. Aku mematikan mesin dan segera melepas safety belt dan membuka pintu mobil di sisi pengemudi. The ABC boys melakukan hal serupa dan beringsut turun dari mobilku. Aku menuntun ketiganya melangkah ke lift untuk menuju penthouse-ku. Alfa masih tampak enggan dan bibirnya mencebik dalam. Sementara Chris memasang senyum kemenangan. Di sisi lain, Bryan masih konsisten dengan wajah tanpa ekspresinya.

Ya, di antara ketiganya, hanya Bryan yang lebih tenang dan bersikap dewasa. Mungkin, karena Alfa sebagai anak sulung memiliki sifat yang lebih serampangan, Bryan-lah yang mengemban tugasp, menggantikan peran Alfa sebagai anak sulung yang seharusnya memberi teladan kepada adik-adiknya.

Dan akhirnya, kakiku berhasil membawaku menuju depan pintu apartemenku. Entah mengapa, jantungku berdetak kencang dan adrenalinku memuncak tiba-tiba. Firasatku mengatakan, sesuatu yang buruk sedang menungguku. Tapi apa?

Setelah memasukkan sederet angka yang kuhapal luar kepala untuk membuka apartemenku, aku memutar knop pintu dan mendorong pintu kayu tersebut. Ketiga keponakanku masih mengekori di belakangku.

Alarm tanda bahaya masih menyala dengan keras di otakku. Sesuatu yang buruk 'sepertinya' tengah terjadi.

"Kakak Pangeran!" Dan itu adalah jawaban atas firasat burukku.

Your PrinceOnde histórias criam vida. Descubra agora