Mengobati Hati yang Terluka

20 7 10
                                    

Road to the End

“Aku tahu siapa kau. Ada apa kau kemari? Menemui putriku?! Apa kau tidak lihat reaksinya tadi saat melihatmu?! Cepat pergi dari sini!”

“Tunggu, Tante. Aku mohon berikan aku kesempatan untuk bicara padamu,” ujar Stevan memohon.

Mereka semua duduk mendengarkan penjelasan Stevan.

“Aku tahu aku salah, Tante. Aku mengakuinya. Aku memang menjalin hubungan dengan wanita itu, tapi aku sudah memutuskan hubunganku dengannya. Dan aku ingin memperbaiki semuanya dengan Audie. Aku mencintai putrimu, Tante. Aku sangat menyayanginya.”

Ibu Audie hanya diam mendengar semua penjelasan Stevan. Stevan mendekat dan menggenggam tangan Ibu Audie.

“Berikan aku satu kesempatan, Tante. Aku yang menyakitinya, dan aku juga yang akan menyembuhkannya. Aku berjanji padamu, aku akan membahagiakan putrimu. Aku akan membuatnya selalu tertawa hingga tak ada satu tetes air mata pun yang akan mengalir di pipinya gara-gara aku. Percayalah padaku, Tante. Berikan aku satu kesempatan.”

Ibu Audie diam sejenak dan memikirkan putrinya yang sedang menangis di atas sana.

“Aku memberikanmu kesempatan itu. Itu semua kulakukan demi putriku. Tapi ingat, urusanmu adalah dengan Audie, bukan denganku. Jika Audie memberimu kesempatan untuk kembali padanya, maka aku akan mendukungmu. Tetapi jika tidak, makan aku tidak bisa memaksanya untuk menjalin hubungan lagi denganmu. Kau bisa menemuinya besok. Dia pasti sedang bersedih di kamarnya sekarang,” jelas Ibu Audie.

Stevan beruntung. Ia masih mendapatkan kesempatan dari Bu Hera. Namun sekarang, semua itu tergantung pada keputusan Audie. Bukanlah hal yang mudah untuk membuat sebuah keputusan yang akan berpengaruh selamanya dalam hidup Audie. Memang sangat sulit menyatukan hati dengan sebuah realita. Realitanya adalah pria seperti Stevan tidak pantas untuk masuk ke dalam kehidupan Audie lagi, tetapi bagaimana dengan hatinya? Jauh di dalam lubuk hatinya, ia masih mencintai Stevan dan akan sangat sulit melupakannya.

Setelah Stevan pulang, Ibu Audie menghampiri putrinya yang sedang duduk melamun di kasurnya.

“Stevan. Apakah pria itu yang sudah melukai hatimu? Lalu kenapa kau tidak melupakannya saja?”

“Ibu, melupakan seseorang yang sudah terlajur menciptakan kenangan bersama kita tidaklah mudah. Aku ingin sekali melupakannya, tapi itu tidak bisa, Bu,” jawab Audie.

“Kalau begitu jangan lupakan dia.”

“Maksud ibu? Audie menoleh dan menatap ibunya dengan raut wajah ragu.

“Kita adalah manusia biasa, Audie. Kita tidak bisa mengawasi setiap orang. Kita juga tidak bisa mengendalikan mereka semau kita. Kita semua bisa melakukan kesalahan, Audie. Disengaja atau tidak disengaja, dibawah pengawasan atau diluar pengawasan. Yang membedakan hanyalah besar atau kecilnya kesalahan tersebut. Ibu akui, kesalahan yang dilakukan Stevan memang fatal, ia sudah melakukan kesalahan yang besar. Tapi kau tahu, manusia itu istimewa. Dibalik sifat buruk manusia, kita juga punya sifat yang baik. Kita bisa memaafkan orang lain, Audie. Kau tahu kenapa kata maaf termasuk salah satu dari tiga kata ajaib? Itu karena kata maaf bisa membawa perdamaian, sebesar apapun masalahnya. Jika semua orang di dunia ini dengan mudahnya mengatakan kata maaf ketika sadar sudah melakukan kesalahan, dan orang yang sudah disakiti dengan mudahnya memaafkan, maka tidak akan ada perang di dunia ini. Begitu juga dengan masalahmu sekarang, Audie. Jangan sampai besarnya kesalahan Stevan melebihi besarnya sifat memaafkan yang kau miliki. Jika kau tidak bisa melupakannya, sebaiknya kau memaafkannya. Atau kau akan terus menyakiti hatimu sendiri.”

“Tapi Bu...”

“Pikirkan baik-baik, Audie. Kau sudah dewasa. Ibu yakin dengan apapun keputusanmu, dan ibu akan selalu mendukungmu. Ibu sudah memberikan kesempatan kepada Stevan. Tapi semuanya bergantung padamu, Sayang.” Ibu Audie beranjak pergi meninggalkan kamar Audie.

Audie benar-benar bingung. Realita dan hatinya tidak pernah bisa berdamai. Kapan masalah ini akan berakhir?!
✨✨✨

Stevan selalu berusaha mengajak Audie pergi jalan bersamanya, tetapi gadis itu menolak. Hingga suatu saat ia tidak sengaja melihat Audie di sebuah mall sedang membayar barang-barang belanjaanya. Saat Audie keluar dari antrian pembayaran, Stevan menggenggam lalu menarik tangan gadis itu dan berhasil membuatnya berbalik menghadapnya.

“Audie, aku harus bicara padamu.”

“Tidak, Stevan. Aku tidak punya waktu.” Audie mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Stevan. Namun tidak berhasil.

“Aku mohon, Audie. Kita harus bicara.”

“Tidak, Stevan! Sudah kubilang, aku─” Kalimat Audie terhenti saat melihat orang-orang memperhatikan mereka.

Mereka berdua memang bodoh. Mereka itu bintang film. Orang-orang mengenal mereka, dan mereka malah memberikan tontonan gratis dengan bertengkar di depan umum. Bagaimana jika ada media yang meliputnya?

“Ayo, ikut aku.” Stevan menarik tangan Audie dan membawanya ke restoran di lantai atas mall tersebut.

“Pesanlah makanan yang kau mau,” ujar Stevan.

“Aku tidak mau makan. Katakan saja apa yang ingin kau bicarakan.”

“Aku pesan es teh satu saja. Terimakasih,” ujar Stevan pada pelayan yang menghampiri meja mereka.

“Cepat katakan, Stevan! Aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu.” Audie mulai kesal dengan apa yang dilakukan Stevan.

“Maafkan aku. Aku tahu aku salah, Audie. Aku mengakuinya. Sebenarnya wanita itu.... w-wanita itu....”

“Kenapa, Stevan? Tidak bisa menjelaskannya padaku?! Apa yang akan kau jelaskan? Apa kau akan menjelaskan, kalau wanita itu adalah kekasihmu selama aku berada jauh darimu. Apa kau akan menjelaskan, kalau wanita yang datang bersamamu di pesta saat itu bukanlah kakakmu, tetapi wanita itu adalah wanita yang bersamamu di cafe. Apa kau akan menjelaskan, kalau wanita itu adalah alasan kesibukanmu saat aku meneleponmu. Apa kau akan menjelaskan itu semua?! Bagaimana kau akan menjelaskannya padaku? Sudah cukup, Stevan! Aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi darimu. Sudah cukup semua ini. Lebih baik aku pergi!” Audie beranjak dari kursinya dan segera pergi, tetapi tangan Stevan menahannya untuk tidak pergi dari restoran itu.

“Tunggu sebentar, Audie. Aku tau, aku mengakui semuanya. Ini semua kesalahanku. Maafkan aku, Audie.”

“Minta maaf tidak akan mengembalikan semuanya, Stevan. Itu tidak ada gunanya,” jawab Audie yang tidak memandang Stevan sama sekali.

“Baiklah, kau tidak perlu memaafkanku seumur hidupmu. Tapi aku mohon, berikan kesempatan sekali lagi, Audie. Aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Aku berjanji padamu.”

“Kau bekerja di sebuah perusahaan ternama, Stevan. Kau tidak bodoh, kau ini pintar. Orang yang melakukan kesalahan yang sama dua kali adalah orang yang bodoh. Dan kau berjanji padaku untuk tidak mengulangi kesalahanmu lagi? Memang itu yang seharusnya kau lakukan sebagai orang yang pintar, bukan? Maaf, Stevan, tapi aku sudah tidak percaya lagi padamu.”

“Tidak, Audie! Aku mohon. Berikan aku satu kesempatan yang terakhir. Aku mohon Audie... Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku akan hancur, aku akan menyesal seumur hidup. Aku mohon padamu, Audie. Berikan aku kesempatan.” Stevan tidak bisa menahan air matanya sekarang. Jika Audie tidak memberikannya kesempatan, maka hilanglah semua harapannya. Namun Tuhan masih berbaik hati padanya. Dia mengetuk hati Audie untuk memberikan pria itu sebuah kesempatan lagi.

“Baiklah. Aku memberikanmu kesempatan terakhir. Tapi apa kau bisa percaya padaku?” Audie menatap tajam kedua mata Stevan.

“Apa maksudmu, Audie? Tentu saja, aku percaya padamu.”

“Bagaimana jika aku mengkhinati kepercayaanmu itu?

🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️
Haloo semua!! Apa kabar??
Maap kan aku yang lama update:(
Ga ada kuota = ga bisa update huhuu
Semoga kalian bisa menikmati cerita ini yaa :)
Diakhir cerita "Permainan Tuhan dalam Merangkai sebuah Kisah Cinta" ini, kalian komen part yang paling kalian suka yaa!! So, stay tuned!!
Jangan lupa VOTE dan COMMENTnya 💖💖💖
Terimakasih ❤️
İnfo : next update hari Kamis, İnsyaAllah

Permainan Tuhan dalam Mengukir Sebuah Kisah Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang