Bab 2

11.4K 1.5K 25
                                    

Happy reading, vote dan komen yg banyak ya.

Luv,
Carmen

______________________________________

Rashid al-Khalid menatap melewati malam berbintang ke tanah berpasir luas di hadapannya. Di tempat inilah ia akan membangun kilang minyak terbesarnya. Dan menyumbang perubahan pada Bhastan. Dengan dibangunnya kilang minyak ini, maka pilar ekonomi negaranya akan bertambah semakin kuat. Memang, ini masih langkah yang sangat awal. Masih ada banyak yang harus dipersiapkannya. Masih ada banyak pekerjaan yang menanti, field work, paper work, semuanya mengantri. Lalu ada sejumlah investor penting yang harus dimenangkannya. Tidak mudah, tapi begitu berjalan, hanya akan ada hasil manis akhir yang menanti.

Rashid menarik napas dalam dan berjalan menjauh dari kemahnya. Ia menghirup udara gurun yang masih menyisakan kering, namun suhu akan segera jatuh dengan cepat sehingga mereka nantinya akan membutuhkan selimut tebal untuk bisa tidur dengan hangat. Seberapa keraspun kehidupan di gurun, Rashid selalu merindukannya.  Menurutnya, ini semua lebih nyaman daripada kemewahan di rumah utamanya di ibukota Kharqadh.

Ia tidak tahu baru berapa lama bisa kembali. Saat ini, pengerjaan proyek masih berada di tahap paling awal. Para ahli sedang sibuk mengukur dan memperhitungkan berapa kira kira cadangan minyak yang tersedia di bawah gurun ini. Laporan demi laporan dikirimkan. Bagian produksi sudah sibuk merencanakan pembangunan kilang, menghitung biaya, besarnya minyak yang bisa diproduksi selama bertahun-tahun ke depan. Rashid tidak bisa hanya duduk di kantornya dan menunggu laporan, akan lebih menyenangkan jika ia bisa hadir melihat semua proses itu.

Kegaduhan tiba-tiba dan tak biasa di ujung perkemahan menyita perhatian Rashid. Ia menoleh sambil memicingkan mata mencoba melihat melalui remang. Jelas ada keributan tak biasa di sana. Ia berbalik dan berjalan menuju tenda namun langkahnya berhenti ketika melihat asistennya yang tergopoh mendekat.

"Sheikh..." sapa pria yang beberapa tahun lebih tua darinya itu. Akhbar adalah salah satu yang terbaik yang dimilikinya, salah satu orang kepercayaannya.

"Ada apa?" potong Rashid saat melihat raut wajah tak biasa Akhbar. "Ada masalah?"

"Sepertinya begitu, Sheikh. Umm... ada wanita yang jatuh pingsan di dekat perkemahan kita."

Alis hitam Rashid terangkat bertanya.

"Seekor unta yang membawanya. Sepertinya unta itu kawanan yang terlepas, milik salah satu penduduk yang mungkin bermukim di sekitar gurun dan wanita itu menaikinya. Dia... wanita itu bukan penduduk lokal, Sheikh."

Rashid mengangguk.

"Ayo, kita ke sana."

Tanpa menunggu, Rashid berjalan ke tempat keributan tadi terjadi. Akhbar bergegas mensejajarkan langkah. "Wanita itu... sepertinya korban perampokan, Sheikh."

Rashid melirik asistennya sekilas lalu menjawab, "Aku ingin mengeceknya dulu."

Saat mereka tiba, orang-orang mundur dan memberi ruang agar Rashid bisa melihat apa yang baru saja mereka temukan.

"Kami menurunkannya dari punggung unta. Dia... sepertinya terluka."

Rashid maju dan mendekati wanita itu. Sosk itu berbaring tak bergerak di atas karpet sebagai alas. Rashid berlutut dengan sebelah kaki dan memperhatikan. Wanita itu memang jelas wanita asing. Rambut di balik penutup kelapa longgarnya berwarna pirang cerah. Dia mengenakan pakaian biasa, blus biru lembut dan rok panjang putih, dan keduanya kini tampak lusuh dan kotor. Ada bercak darah kering di lengannya. Dugaan Rashid, itu berasal dari kening wanita itu yang terluka. Ia menyibak penutup kepala dan mendapati luka di sisi kepala, darahnya mengering hingga membuat rambut di bagian itu saling menempel. Wajahnya kotor tetapi tak tampak luka, hanya bibirnya yang pecah-pecah. Pakaian wanita itu rapi, tak terlihat bekas dikenakan sembarangan. Rashid terus memeriksa. Ia mengangkat rok wanita itu pelan dan memperlihatkan pergelangan dan tidak menemukan bekas mencurigakan. Hanya telapak kaki wanita itu yang sepertinya terluka.

Akhbar ikut berlutut di sampingnya. "Sheikh..."

Rashid mengangkat tangan. Ia tahu apa yang akan dikatakan pria itu. Tapi wanita itu tak tampak seperti korban pemerkosaan. Yang lainnya, Rashid belum bisa menyimpulkan.

"Bawa dia ke tenda. Panggil dokter Hasyid untuk memeriksanya."

Dalam pekerjaan mereka, dokter selalu harus tersedia di lapangan proyek karena ada banyak keadaan darurat yang bisa muncul dan membutuhkan pertolongan cepat.

"Tidakkan sebaiknya kita melapor pada..."

Rashid menggeleng tegas. "Menyelamatkan wanita ini lebih penting. Dia bisa saja gegar otak atau dehidrasi parah. Cepat."

How to Please a SheikhWhere stories live. Discover now