ATHARES - 42

116 18 6
                                    

Selayaknya sang matahari, kisah kita terbentang luas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selayaknya sang matahari, kisah kita terbentang luas. Menyinari masing-masing pribadi yang hampir hilang arah, hingga pada akhirnya tugas kita tidak dibutuhkan lagi. Tenggelam di ufuk barat dengan tenang — ATHARES.

***

Kelopak mata Athena terasa berat. Hidungnya terasa dingin sebab selang oksigen membantunya dalam hal pernapasan pasca menjalani operasi. Dokter mengatakan bahwa kondisinya baik-baik saja, hanya perlu beristirahat dan melakukan cek secara berkala guna meminimalisir terjadinya komplikasi. Efek bius total yang membantunya agar tidak sadarkan diri selama menjalani operasi agaknya masih mempengaruhi. Kepalanya terasa kosong, seperti ada proyektil yang menembus tengkoraknya hingga tidak dapat berpikir dengan jernih sementara pandangan kembali menerka dan mencerna.

Memikirkan apa yang telah terjadi saat Athena tersadar lalu kembali tertidur setelahnya. Begitu seterusnya hingga gadis itu mendapati kehadiran orang lain di sana—tepat pada sisi brankar yang ditempatinya—Athena mendapati pemandangan menyejukkan. Salah satu telapak tangannya lancang menyentuh surai ikal itu, memastikan bahwa apa yang dilihatnya bukan sekadar halusinasi belaka.

Ini nyata, 'kan? Tidak. Tidak mungkin, pikir Athena berkecamuk di detik itu juga. Jemarinya masih mengabsennya dengan ringkih, takut membangunkannya dari tidur.

Tuhan, apabila ini merupakan bagian dari mimpi maka biarkan Athena tidak terbangun.

"Hai, selamat pagi, tukang tidur," Ia membuyarkan lamunannya. Athena sontak saja mengangkat telapak tangannya dari sana, tahu bahwa telah tertangkap basah. Kini terlihat konyol dengan wajah seperti itu. "Udah bangun, hm? Gimana perasaan kamu? Baik-baik, 'kan? Nggak ada hal yang harus dicemaskan."

Athena terdiam. Seketika tidak memiliki kata-kata ataupun daya guna menanggapi hal tersebut, pertanyaan silih berganti memenuhi rongga di dalam kepalanya yang sejenak terasa kosong sebab masih merasa bingung. Kendati mulutnya dapat terbuka, tidak ada satu kata apa pun yang keluar dari sana. Masih merasa tidak percaya, Athena tidak tahu bahwa mimpi akan begitu atraktif seperti ini. "Nggak mungkin. Ah, gue pasti udah gila andai menganggap lo nyata. Dokter benar, kesehatan mental gue emang udah terganggu sejak awal. Gue udah nggak sehat, 'kan? Gue pasti sakit."

"Begitupun juga denganku, Na. Sejak awal takdir mempertemukan kita karena rasa sakit. Kita mungkin nggak sehat, tapi bukan berarti hal semacam itu akan menghambat langkah kita untuk meraih masa depan yang lebih baik, 'kan?"

"Bukan kita," Athena meralat. Suaranya terdengar parau, terkekeh pelan di detik selanjutnya. Rasanya sedkit menyakitkan. "Tapi, lo. Untuk masa depan yang lebih baik, mustahil ada nama gue di sana."

"Nggak ada yang mustahil. Kamu udah selangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan apa yang udah terjadi. Merupakan suatu kehormatan tersendiri andai kamu mau menjalaninya bersama. Dalam artian menjalani suka dan duka bersama," katanya. Melepas senyum manis di sana. Mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja andai Athena mengiyakan ajakan tersebut. "Kenapa? Kamu ragu sama aku?"

ATHARES✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang