1.

3.9K 254 73
                                    

Perintah seseorang itu mutlak.

Bagi freelancer animator pemula yang tidak terikat kontrak dengan studio animasi manapun, seperti Vivi saat ini, setiap perintah dan tawaran dari orang yang memberi pekerjaan adalah mutlak. Apalagi bagi mereka yang menggantungkan hidupnya sebagai freelancer animator yang bayarannya sedikit tapi revisinya segunung.

Vivi berlari kecil keluar dari kamarnya, ia hanya menggunakan kaos kaki saja sehingga saat ia berhenti berlari, ia malah meluncur bebas ke arah sofa. Ia melompat sekali dan melakukan pendaratan yang mulus.

"Gak usah lompat-lompat, pengen patah kaki? Udah pendek jadi tambah pendek." Sinis Viny.

Vivi berjalan melewati Viny yang sedang menonton tivi, ia sengaja berhenti di depan tivi dan melenggak-lenggokkan tubuhnya di depan tivi, mencoba mengganggu Viny.

"Minggir lu, Cebol bangsat!" Kesal Viny sambil melempar bantal sofa.

Vivi berhasil menghindar, ia menjulurkan lidahnya lalu berlari ke arah dapur. "Kak Viny kasar, deh. Gak boleh sama adiknya sendiri ngucap 'bangsat'. Aku bilangin kak Shani, lho."

"Shani gak ada."

Mendengar ucapan Viny membuat Vivi menjatuhkan gelas plastik ke bawah. Bibirnya terbuka sekitar, matanya terbuka lebar, ia terlihat persis seperti Alien.

"K-kak Shani gak ada?" Ulang Vivi.

Viny mengusap kasar wajahnya, "Shani ada urusan di luar, bentar lagi juga balik."

"Oh gitu." Ucap Vivi yang kembali gembira seperti semula. Ia mengambil gelas plastik yang ia jatuhkan lalu ia letakkan di atas meja.

Vivi membuka pintu kulkas, ia membungkukkan badannya untuk mengambil satu jerigen berisi susu putih. "Wow, masih ada susu. Apa susunya masih enak, kak?"

Tanpa menunggu jawaban dari Viny, ia langsung meminum susu itu dari jerigennya langsung. Kedua bola matanya membulat sempurna merasakan aneh di lidahnya. Ia buru-buru ke wastafel dan memuntahkan semua susu yang ada di rongga mulutnya. Ia juga mencuci mulutnya supaya rasa aneh susu itu menghilang.

"Rasanya menjijikkan." Gumam Vivi.

Viny tertawa kecil melihat tingkah absurd Vivi, "Kemarin gue juga kena."

"Kena apa?" Tanya Shani yang baru saja masuk dan membawa beberapa berkas di tangannya.

Viny menoleh, ia menunjuk Vivi sambil masih tertawa, "Dia minum susu basi."

Shani meletakkan berkas di atas meja depan tivi, ia duduk di samping Viny, "Yang kemarin itu?"

"Yap."

"Kenapa gak dibuang coba?" Kesal Vivi, ia menutup kembali tutup susu itu dan ia masukkan ke dalam kulkas. Menunggu target lain untuk terjebak diperangkap susu basi itu.

"Nanti biar aku yang beli." Shani menoleh ke arah dapur, ia menunjuk kulkas, "Jangan dimasukin lagi dong, Vi."

"Gapapa, masih ada yang belum kena jebakannya." Jawab Vivi lalu duduk di tengah-tengah antara Viny dan Shani.

Viny mendorong punggung Vivi, "Gak duduk di sini juga."

"Ah elah, kenapa sih? Sofanya cuma satu."

"Lu bisa duduk di samping gue atau Shani, jangan di sini." Kesal Viny, ia masih mencoba mendorong Vivi dari sofa, tapi Vivi sudah menemukan posisi nyaman sehingga Vivi tidak mau pindah.

"Udah, kak. Gapapa." Shani menarik tangan Viny dari punggung Vivi.

Vivi menoleh, ia menjulurkan lidahnya ke arah Viny, "Kak Shani bilang gapapa. Lagian gue duduk di sampingnya kak Shani sekaligus elo, kak. Jadi adil."

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang