❗T u j u h❗

106K 10.8K 297
                                    

"Pupuk-pupuk yang kamu gunakan nanti, tentunya memiliki kadar nutrisi yang berbeda-beda. Kamu harus teliti tentang hal itu ya," ucap Pak Aarav yang tentunya aku respons dengan anggukan kepala.

"Nanti disetiap pupuknya, perlu saya jelaskan nutrisi-nutrisi yang terkandung di dalamnya, Pak?" tanyaku mengulang.

"Iya, betul." Pak Aarav terus melanjutkan penjelasannya, sedangkan aku hanya sesekali bertanya apabila ada yang tidak aku pahami.

Di tengah sesi diskusi ini, tiba-tiba ponselku berdering. Ada panggilan masuk dari Dani. "Adik saya telepon, Pak. Boleh saya angkat?" tanyaku meminta izin.

Pak Aarav mengangguk lalu dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Mungkin tubuhnya juga lelah, matanya juga memerah, aku tahu dia sangat kelelahan.

Fokus.

Aku mengangkat panggilan dari Dani lalu mendekatkan benda tipis itu ke telingaku.

"Assalamualaikum. Kakak, cepat pulang."

"Waalaikumsalam, Dek. Kenapa? Kakak lagi ada bimbingan ini."

"Kak, penyakit jantung Ibu kambuh. Dadanya sesak," ucap Dani tiba-tiba. Aku mematung seketika dan ponselku terjatuh begitu saja.

Pak Aarav yang melihatku langsung memajukan tubuhnya dengan sigap. "Kenapa?" tanyanya cepat. Aku terdiam, tidak mampu mengeluarkan kata-kata apapun. Aku sangat panik sampai-sampai bibirku keluh dan pikiranku mendadak kosong.

Pak Aarav mengambil ponselku yang terjatuh lalu meletakkannya di atas meja. "Ada apa, Dhara?" tanyanya lagi.

Aku terdiam beberapa saat sampai akhirnya air mata mengenang di pelupuk mataku. "Ibu," ucapku pelan.

"Kenapa dengan Ibumu?" tanyanya khawatir.

"Ibu penyakit jantungnya kambuh. Tadi adik saya telepon."

Pak Aarav langsung menutup kerangka penelitianku lalu menumpuk barang-barangku di atas tas. "Masukan barang-barangmu setelah itu kita bawa Ibumu ke rumah sakit." Tanpa merespons aku langsung menuruti perintahnya.

Benar juga. Saking paniknya aku tidak bisa berpikir ke sana.

"Ayo, Pak," ucapku dengan suara yang serak.

Aku melangkah dengan cepat, meninggalkan Pak Aarav yang sedang sibuk membayar minuman kami. Perihal minumanku, biarlah dia yang menalangi pembayarannya terlebih dahulu, nanti saat di rumah sakit aku akan mengantinya.

Langkahku sempat terhenti saat melihat hujan di luar sangat deras. Aku melihat ke arah depan, mobil Pak Aarav terparkir di sana. Jarak dari sini ke sana menurutku tidak terlalu jauh, berlari rasanya sudah cukup untuk sampai ke sana dengan lebih cepat.

Tanpa berpikir panjang, langkahku berlari menembus hujan. Tidak peduli apabila bajuku basah karena hujan yang ada dipikiranku cuma satu yaitu aku harus menbawa Ibu ke rumah sakit secepat mungkin.

"Dhara!" Baru saja aku berlari beberapa langkah, ada suara lantang yang memanggilku dari arah belakang. Aku menoleh dan mendapati Pak Aarav mendekatiku dengan jaket di tangannya, "jangan hujan-hujanan," ucapnya sambil memakaikan jaket itu ke tubuhku.

Aku mengerutkan kening. "Tapi sekarang Bapak yang hujan-hujanan."

"Saya gapapa yang penting kamu," ucapnya setelah itu kami berdua berjalan bersama menuju mobilnya.

Bersambung

Mr. Scary and MeWhere stories live. Discover now