❃.✮:▹CHAPTER 13◃:✮.❃

24 31 6
                                    

Happy reading🌸🌸

Freya berlari kecil memasuki rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Entah, dia tidak tahu perasaan apa ini. Khawatir. Cemas. Itu jadi satu. Yang membuat freya sedari tadi memijat kepalanya yang pening.

Sosok dari tadi yang ia cari tidak ditemukan. Padahal tadi freya sudah menanyai resepsionis rumah sakit. Tapi entah kenapa freya seperti orang kelimpungan yang sedari tadi berlari kecil mengitari setiap ruangan.

Lalu..

'Akhirnya, ketemu.' Batin freya saat melihat adrian yang telah duduk di kursi tunggu sambil menunduk dan wajahnya sesekali adrian usap dengan kasar.

"Iyan." panggil freya dan langsung menghampirinya.

"Frey." lirih adrian sambil menengok sebentar ke arah freya yang sedang mendudukkan dirinya di samping adrian.

"Sstt.." ujar freya menenangkan adrian sambil mengusap bahu adrian.

"Hiks..hiks..hikss.." tangis adrian yang menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Freya yang mendengar itu pun langsung tidak percaya.

Seorang adrian menangis di depan freya. See! dia menunjukkan sisi lemahnya di depan orang lain. Memang dia tidak malu? Entah, freya tidak mau memikirkan itu dulu.

"Stt udah yan jangan sedih" terang freya yang masih tangannya mengelus bahu adrian.

"Lo gak tau apa yang gw rasain."

"Gw tau yan. "

"Mamah pergi frey, ninggalin gw. Gw gak mau sendiri frey. "

"Ssstt.. "

"Gw tau kok. Gimana rasanya ditinggal sama orang yang kita sayang. Gw ngerasain yan, saat mamah gw meninggal. Gw saat itu terpuruk banget, sampai akhirnya gw capek. Capek yan, nangis terus, sedih terus. Gw juga mau bahagia. Akhirnya gw berusaha bangkit. Berusaha bahagia. See! Gw udah ikhlas yan, ikhlasin yan. Gw tau, itu susah banget buat lo untuk nerima kenyataan." terang freya dengan panjang.

"Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Lo disini juga gak sendirian. Ada gw, moses. Gia, pacar lo yang selalu ada buat lo, satu lagi. Papah lo juga."

"Gara gara papah frey. Mamah jadi meninggal. Gw gak bakal bisa bergantung sama papah. Gw udah benci dari dulu." ujar adrian yang mengangkat kepalanya lalu menatap lurus kedepan. Serta tangannya mengepal dengan kuat.

"Sstt.. Jangan terlalu dendam sama papah lo. Gw tau lo benci. Tapi, setiap manusia juga punya kesalahan kan. Allah aja memaafkan hambanya walaupun dia sudah berbuat dosa banyak. Sedangkan makhluknya? Gak bisa memaafkan? Jangan seperti itu. Gak baik yan, lo harus maafin papah lo. Itu juga kan orang tua lo."

Adrian yang mendengar penuturan dari freya, langsung menatap freya dengan mata yang sembab. Setelah itu ia langsung menyembunyikan kepalanya diceruk leher freya dan bergumam.

"Makasih frey, lo perhatian ke gw" gumam adrian lirih

Adrian sambil menghirup napas. Seketika freya tegang dengan endusan yang dibuat Adrian.

"Mmmmhh, Wangi. Iyan suka"
"Mmm, nyaman"
"Iyan ngantuk. Mmhh mau tidur." gumam Adrian yang terus mengendus endus leher freya.

Freya yang mendapat perlakuan seperti itu berusaha mendorong adrian agar menjauh darinya.

"Jangan frey. Biarin seperti ini dulu."gumam adrian lirih.

"Huft" akhirnya freya pun mengalah. Bukannya kenapa-napa. Cuman, adrian yang terus mengendus ngendus lehernya sambil bergumam. Wangi. Iyan suka. Kayak mamah. Nyaman. Huh freya harus gimana.

Sampai beberapa menit adrian dengan posisi seperti itu. Tiba tiba ada yang memanggil namanya, dan adrian pun sontak langsung mengangkat kepalanya dan menengok ke arah orang yang memanggil.

"Iyaaaan" ucap gia sambil berlari kecil ke arah adrian.

"Maafin aku ya. Tadi diperjalanan macet, jadi aku kesini terlambat." terang gia yang sudah berdiri di hadapan adrian.

"Iya gak apa apa. Udah ada freya kok" ujar adrian tersenyum tipis.

"Makasih ya frey" ujar gia kepada freya. Freya yang mendengarnya hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis.

"Adrian" suara berat yang tiba tiba datang menghampiri adrian. Eh lebih tepatnya menghampiri mereka. Ya, papah adrian yang datang, dengan wajah yang kusut, serta muka yang terlihat sembab.

Adrian yang dipanggil hanya menaikkan kedua alisnya tanda ia bertanya. Kenapa?.

"Maafin papah" ujar papah adrian dengan tatapan sendu.

Diam. Adrian tidak menjawab. Hanya menatap papahnya dengan datar.
Papah adrian yang merasa tidak ada jawaban dari anaknya itu. Akhirnya angkat untuk berbicara.

"Huft. Yasudah, papah mau mengurus administrasi" ujar papah adrian dan langsung beranjak pergi meninggalkan mereka.

"Akhhh" kesal adrian sambil memukul tangannya ke dinding dengan keras.

"Stt.. Tenang yan. "

Freya? Sedari tadi ia hanya diam saja. Duduk. Itu sekarang yang ia lakukan. Karena sudah ada pacarnya toh yang menemaninya. Jadi, ia tidak perlu seperti tadi. Rasanya, kulit seperti kesetrum listrik. Lega rasanya sudah bebas dari kejadian beberapa menit yang lalu terjadi.

****

Hari ini cuaca berawan. Nampaknya sudah siang, tetapi matahari tetap masih belum menyinari bumi sepenuhnya. Tertutup awan. Teduh lebih tepatnya. Tidak juga menampakkan tanda-tanda hujan yang ingin turun. Mungkin alam tau apa yang dirasakan adrian saat ini. Menyesuaikan hati adrian yang berkecamuk sedari malam.

Baru tadi mamahnya selesai dimakamkan. Tepatnya dia menangis sejadi jadinya. Seperti kehilangan tujuan hidup. Sekarang hanyalah tatapan kosong, dan muka yang sembab sangat jelas tercetak di wajahnya.

Memandang kota dari atas bukit membuat adrian merasakan kelegaan walaupun cuman sesaat. Angin semilir yang membuat dia menghirup napasnya dalam-dalam. Sesekali menghembuskan nafas dengan gusar.

Entah, adrian disini hanya seorang. Gia tadi sudah pulang diantar oleh adrian. Tepat diperjalanan pulangnya adrian singgah ke bukit yang berada disitu. Ia ingin sendiri terlebih dahulu. Adrian tidak bisa membayangkan, sekarang kesehariannya hanyalah kesedihan yang sangat mendalam dihatinya. Ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ikhlas? Tentu saja ia sudah mengikhlaskan. Sabar? Ia sedang mencoba sabar. Tanpa mamahnya hidupnya takkan berwarna. Hitam. Putih. Itu warnanya. Adrian berharap, akan ada yang bisa memberi warna dikehidupannya.

****

-Tbc
Jangan lupa vote!

Perasaan Yang Tumbuh [END]Where stories live. Discover now