Part 13

1.6K 263 9
                                    

Mereka baru kembali dari mengambil barang di loker SkyTandem yang mereka tinggal saat menjadi burung tadi.

"Liat, muka lo pucet banget."

Arka menggoda Indira dengan foto sebelum mereka melakukan paralayang. Dengan latar puncak pegunungan tertinggi dan angin yang kencang, wajah Indira sangat pucat dan murung di sana.

"Iya, puas deh lo sekarang ngejekin gue. Banyak bahan ya buat ngejekin gue." Indira bersedekap tangan melihat Arka yang terus menggodanya.

"Sekarang kita tour tempat penting aja." Arka menarik tangan Indira memasuki sebuah museum.

Museum Der Volker atau museum musik instrumen. Saint Gilgen merupakan kota yang berada di negara bagian Salzburg. Tempat asal Mozart, si pemusik handal dunia itu.

Tak heran jika musik pun ikut hidup di kota kecil ini. Berbagai display barang hingga alat musik yang bisa dicoba ada di sana.

Senyum Indira merekah melihat sebuah organ pipa tingkat empat yang terpajang di sudut museum. "Can I use it?" tanya Indira pada penjaga museum.

"Of course. Just don't break it," jawabnya sambil bercanda.

Indira tersenyum kecil lalu duduk di bangku organ itu. Jemarinya mulai menekan tuts yang ada. Sedari dulu, mimpinya adalah memainkan organ pipa empat tingkat.

Sayangnya tidak semudah itu menemukan benda ini di Indonesia. Ia pernah melihatnya di salah satu gereja besar Inggris, Westminster Abbey.

Suara organ pipa itu mulai memenuhi museum. Sebuah lagu klasik gereja yang umum terdengar.

"Sie hat einen schönen Finger, (Jarinya sangat pintar bermain,)" komentar penjaga museum itu pada Arka yang berdiri tak jauh dari Indira.

"Ja, sie sieht anders aus, (Ya, dia terlihat berbeda,)" balas Arka.

Tanpa menyadari tatapan kagum dari sekelilingnya, Indira sibuk memuji organ pipa yang tengah ia gunakan.

Anjrit! Keren banget! Ga bisa apa ya ini gue bawa pulang gitu ke Indo?! Batin Indira sembari fokus memainkan lagunya.

Dentingan terakhir organ itu terdengar. Tanda pertunjukan Indira sudah selesai. Riuh tepuh tangan terdengar dari belakangnya.

Indira menoleh melihat beberapa orang berdiri sambil memberikan tepuk tangan padanya. Dan juga wajah Arka yang tersenyum kagum melihat Indira.

"Jadi Nona Mozart muda, apa bisa mainin satu lagu buat gue?" tanya Arka pada Indira.

"Gabisa. Lo udah buat gue jantungan tadi. Jadi no more song for you, boy."

Ia melangkah begitu saja meninggalkan Arka yang memang wajah tak percayanya. Arka buru-buru mengejar Indira. Menyamakan langkah mereka sembari melihat-lihat sisi lain museum.

"Maaf," cicit Arka kecil.

"Karna gue masih hidup, jadi gue ga sebenci itu sekarang."

Arka kembali tersenyum mendengar ucapan Indira. Sepertinya ia lama-lama akan semakin menyesali keputusan untuk membatalkan perjodohannya.

Museum instrumen sudah, kini mereka memasuki Museum Saint Gilgen. Tempat yang menceritakan sejarah kota kecil ini.

Terdapat banyak keramik, patung, hingga ornamen tua yang terpajang di sana.

"Dir, liat deh. Ini bagus banget patung kecilnya."

Indira menoleh, melihat Arka yang menyentuh patung kecil berbentuk malaikat dengan tubuh anak kecil. Penasaran akan apa yang Arka lihat, Indira mendekatinya dan menyentuh patung itu.

Mengejar Papa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang