PROLOG

100 11 0
                                    

13 tahun lalu.

"Key! Key! Bangun... Key kenapa?" Gadis kecil dengan rambut dikepang dua, baru pulang dari les musik, segera berlari melihat anak kucing yang terkapar di depan pintu rumahnya. Gia histeris, memeluk Key yang sudah kaku. "Mbaak... Mbak Tiniii... Key kenapaaaa?" Jeritan Gia makin keras memanggil nama asisten rumah tangganya.

Mbak Tini menghampiri Gia, tapi tidak berani mendekat walaupun ingin sekali memeluk gadis kecil berusia 6 tahun yang tampak sedih sekali itu.

"Nyonya sudah pulang, Non Gia." Satu kalimat singkat dari Mbak Tini membuat tangisan Gia mendadak lenyap, Gia menahan tangisnya sekuat tenaga. Masih sesekali sesenggukan merasakan sesak di dada dan mencegah air matanya merembas lebih deras. Gia paham betul apa arti kalimat tersebut.

"Mama sudah bilang sama Gia, di rumah ini tidak boleh ada hewan!" Ibu Retno, orang tua Gia berdiri di sebelah Mbak Tini sambil berkacak pinggang memasang wajah galak. "Kucing itu mati gara-gara kamu tidak patuh sama Mama. Mama pergi seminggu dan diam-diam kamu membangkang!"

Dunia Gia hancur seketika. Baru saja merasakan secarik bahagia setiap kali melihat kucing mungil itu menghampirinya setiap pulang dari les musik sepekan terakhir ini. Sekarang semuanya hilang. Lenyap.

Terbayang kejadian sepekan lalu, ketika Gia menemukan Key di depan rumahnya. Tubuh kecil berbulu putih yang tampak menggigil kedinginan terguyur hujan. Kucing itu kurus sekali, entah sejak kapan menahan lapar. Gia memutuskan untuk membawanya ke dalam rumah. Dibantu Mbak Tini, Gia mulai merawat Key, menghangatkan tubuhnya dan memberinya makanan.

Besok harinya Key sudah sehat dan suka sekali bermain dengan Gia. Gia merasa rasa kesepiannya perlahan memudar dengan kehadiran Key. Namun, kini Key pun pergi meninggalkan Gia.

Sambil sesenggukan Gia dibantu menguburkan Key di halaman belakang rumah, ditemani Mbak Tini dan dibantu Pak Amin tukang kebun di rumahnya.

"Mbak, Key kenapa sampai meninggal? Tadi pagi waktu aku berangkat sekolah dia masih sehat banget, kan?" Gia menatap Mbak Tini dengan wajah yang basah air mata. Mbak Tini memalingkan wajahnya tidak kuat memandang kedua bola mata gadis kecil itu.

"Mbak ndak tahu." Kata Mbak Tini berbohong, lalumerengkuh Gia dalam pelukannya.

"Key mati gara-gara Gia bawa dia masuk ke rumah, Mbak.... Gara-gara Gia." Gia sesenggukan di pelukan Mbak Tini, perempuan yang sudah merawat Gia sejak bayi merasakan hatinya juga ikut teriris sekaligus merasa tidak berdaya.

Nama gadis itu adalah Bahagia, tapi tidak pernah benar-benar tahu apa itu rasa bahagia.

**

bersambung....

**

Naskah ini sekitar tahun lalu pernah diikutkan dalam sebuah lomba yang diadakan sebuah Penerbit Mayor namun sepertinya belum berjodoh di sana, hehe... ^^ Karena naskahnya memang sudah tamat sejak lama, maka akan update tiap bab setiap hari sampai ending.

Semoga di Wattpad cerita ini bisa bertemu lebih banyak pembaca baik dan membagikan bahagia untuk teman-teman. Terima kasih sebelum dan sesudahnya untuk teman-teman yang menyempatkan membaca cerita ini. Selamat berkenalan dengan Gia dan yang lainnya. 😊🍀

Buku Harian BahagiaWhere stories live. Discover now