Bagian 25

28 5 0
                                    

Enam tahun kemudian.

Gia membuka pintu balkon kamarnya di lantai 2 vila, menyajikan pemandangan ke arah laut. Wangi angin yang berasal dari laut bercampur dengan angin semilir dari bukit yang letaknya tak terlalu jauh dari vila. Beberapa kilo meter dari vila keluarga yang kini Gia tempati bersama Mbak Tini adalah pantai Krakal Yogyakarta. Sudah enam tahun berlalu sejak pertama kali Gia dan Mbak Tini tinggal di Yogyakarta. Vila ini menjadi rumah baru Gia. Memang Gia belum sepenuhnya berdamai dengan pikirannya sendiri, tapi setidaknya udara segar di sini bisa lebih mudah menenangkan Gia untuk kembali berpikir jernih.

Tidak ada lagi sorot lampu kamera para pemburu berita, ternyata membuat Gia merasa lebih nyaman. Artikel dan kabar buruk tentang keluarganya pun sudah nyaris tidak pernah lagi dibahas di media. Orang-orang mulai melupakan kasus yang pernah menimpa keluarga Gia, bahkan sepertinya banyak yang sudah melupakan keberadaan keluarga Gia.

Gia sama sekali tidak merasa kehilangan kepopulerannya, tidak merasa sedih karena orang-orang melupakan Gia sang penyanyi idola. Sebab Gia merasa lebih hidup sekarang. Gia bisa pergi ke pantai dan bermain dengan anak-anak dari warga sekitar tanpa dilabeli sebagai artis dan membuat orang lain sungkan. Gia bisa pergi ke pasar dengan Mbak Tini dan mengobrol tanpa canggung dengan para penjual di pasar. Sedikit-sedikit Gia belajar bahasa Jawa walau masih jauh dari kata mahir, diajari Mbak Tini. Gia suka suasana menenangkan Yogyakarta.

Mama dirawat di rumah sakit jiwa, perlu waktu sekitar satu jam perjalanan dari vila ke rumah sakit jiwa tempat Mama dirawat. Gia mengunjungi Mama rutin setiap hari. Dokter Sari juga setiap satu atau dua bulan sekali mengunjungi Mama untuk mengecek keadaan Mama dan kadang menginap di vila untuk mengobrol dengan Gia tentang masa muda Mama. Dengan cara itu Gia merasa bisa mengenal sisi lain Mama, sisi baik yang dulu tidak Gia tahu. Selama 19 tahun hidupnya Gia hanya tahu Mama ada sosok yang galak dan membencinya, seberapa besar pun Gia berusaha membuat Mama senang dan menyayanginya selalu gagal.

Bohong jika enam tahun selama di Yogyakarta semua berjalan sangat baik-baik saja. Gia berjuang sangat keras untuk berdamai dengan masa lalunya. Atas saran Dokter Sari, Gia mengikuti terapi dengan Psikiater untuk menghilangkan rasa sesaknya yang seringkali tiba-tiba muncul ketika sesuatu tentang keluarganya membuatnya tertekan. Gia mati-matian beradaptasi dengan kehidupan baru, mengabaikan perasaan rindunya dengan Jakarta yang sering kali muncul. Terutama Lisa, Gia sangat merindukan sahabatnya. Kadang jika ada libur panjang Lisa datang mengunjungi Gia. Tapi sudah tiga tahun terakhir Lisa tidak lagi mengunjungi Gia ke Yogyakarta, Lisa sedang sibuk mengurus bisnis restoran bersama keluarganya yang sedang berkembang. Gia mencoba paham. Kadang Gia berpikir untuk mengunjungi Lisa ke Jakarta, tapi hatinya masih saja selalu merasa belum siap betul. Gia takut jika menginjakkan kaki ke Jakarta lagi kenangan lama yang kadang masih mencuat dan belum semuanya bisa Gia ajak berdamai akan bermunculan lagi.

"Non Gia," Mbak Tini menepuk pundak Gia, kita tersentak sedikit karena tadi sedang melamun di balkon kamarnya.

"Ya, Mbak? Maaf tadi Gia melamun, tiba-tiba aja agak kangen Jakarta, hehe..." ucap Gia sambil tertawa.

Mbak Tini ikut tersenyum, "Ada Mbak Shanti di bawah, Non," kata Mbak Tini.

"Ah, sudah sampai ya? Aku pikir akan tiba siang. Oke, oke, aku ke bawah segera, ya," kata Gia.

Gia menuruni tangga dengan langkah ringan. Mbak Shanti tampak cantik dan anggun dengan blazer warna cream. Gia memeluk Mbak Shanti sambil menyapanya.

"Gimana kabarmu, Gi?" tanya Mbak Shanti.

"Baik kok, lagi pula Mbak selalu meneleponku hampir setiap hari, masih aja tanya kabarku gimana? Hehe..."

Mbak Shanti tersenyum melihat Gia terlihat ceria dan cerah hatinya ikut senang. Mbak Shanti tahu perjalanan hidup Gia enam tahun terakhir di Yogyakarta tidak mudah. Gadis yang terlihat rapuh ini tidak menyerah dan berjuang sekuat tenaga untuk pelan-pelan melewati masa sulit dalam hidupnya. Mbak Shanti paham menerima semuanya bagi Gia bukan hal yang bisa dilakukan satu dua hari lalu selesai. Waktu enam tahun pun bisa dibilang belum sepenuhnya cukup.

Buku Harian BahagiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora