☘️Satu☘️

1.5K 95 144
                                    

☘️𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌☘️
.
.
.
.

Malam ini cuaca tampak buruk. Tak ada bulan maupun bintang yang bersinar . Langit hanya dipenuhi oleh awan hitam disertai munculnya kilat petir yang mulai menggelegar. Perlahan derai hujan mulai turun,yang semula hanya setetes kini turun begitu derasnya.

Ditambah angin berembus dengan kencangnya, menerpa seluruh bagian penjuru di muka bumi sekaligus dinginnya angin mampu menerpa tubuh gadis cantik yang tengah meringkuk di atas kasur dengan posisi memeluk tubuhnya sendiri.

Gadis itu Alina Caroline Atmaja. Gadis yang sering dipanggil Alina itu, kini tengah berusaha mati-matian untuk tidak mengeluarkan air matanya kembali. Mata dan juga hidungnya mungkin sudah tak bisa dikatakan baik. Lebih dari sekedar buruk tepatnya.

"Gara-gara anak sial itu, anakku jadi sekarat !"

"Semua itu gara-gara kamu mas! Kamu yang gak becus buat didik dia!"

"Aku terus, aku terus! Kamu ibunya, seharusnya kamu yang mendidik dia!"

Prangggg

"Sudah kubilang, dia bukan anakku! Dia hanyalah anak sial yang tak pernah kuanggap keberadaannya!"

"Sampai sekarang Alena belum sadarkan diri! Dan itu semua karena kesalahan anak sial itu!

"Kamu kebanyakan kerja! Liat sekarang, liat! Berangkat pagi,pulang larut. Alasannya kerja eh entar tahu-tahu nya punya simpanan wanita!"

Plakkk

"Jaga mulut kamu!"

"APA! EMANG KENYATAANNYA KAN? MAU NGELAK AP-"

Lagi dan lagi Alina harus mendengarkan pertengkaran kedua orangtuanya yang tak pernah ada habisnya, terkadang sampai pagi 'pun debat itu tak 'kan pernah berhenti. Alina selalu dijadikan topik awal mereka bertengkar. Ketika Alina berusaha memisah, maka ia sendiri yang malah terkena getah.

"C-cukup .... ," lirih Alina dengan mulut yang terus mengeluarkan isakan.

Alina duduk lalu tangannya mengambil sebuah bingkai foto,mengusap foto itu dengan tangan yang bergetar. "Lena ... cepet sadar. Bantu gue buat ngeyakinin mereka...."

"Gue capek Len, apa mereka bakal semarah ini kalau gue yang ada di posisi lo?"

"Kalau waktu bisa diulang, lebih baik gue yang ada di posisi lo."

"Ditambah sekarang keluarga kita udah hancur, ayah sama bunda selalu ribut."

"Gue selalu dianggap anak sial."

"Semua kebenaran ada di lo. Gue mohon cepet sadar."

Karena terlalu lama menangis pada akhirnya Alina tertidur dengan tangan yang masih setia memegang bingkai itu.

♨️♨️♨️

Mentari mulai menyapa, aktivitas kembali dimulai. Alina memperhatikan wajahnya lewat pantulan cermin di depannya.

𝐀𝐥𝐨𝐧𝐞 (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang