Chapter 6

30.2K 3.7K 42
                                    

"Aku bersumpah akan menghabisi mu Daisy sialan!" Sorot mata polos yang biasanya diperlihatkan Anne kini lenyap, diganti dengan sorot membunuh dan senyum mengerikan.

______________

Daisy POV

Ah segar sekali rasanya berendam dengan air dingin dipagi hari. Badanku rasanya semakin sejuk dan segar. Setelah berpakaian, aku melirik kearah kertas yang menampilkan jadwal pembelajaran.

Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang cukup berat. Jam pertama ada kelas etika Miss Belia, ya dia tidak galak sih, hanya saja sangat tegas dan disiplin. Jika ada murid yang melakukan kesalahan, tak segan-segan ia menegur dengan kata-kata halus nan sarkas miliknya.

Di jam kedua ada kelas Ekonomi dan bisnis. Kelas ini menurutku sangat merepotkan, karena Mr.Gustav akan memberi setumpuk tugas saat jam pembelajaran berakhir.

Dan di jam terakhir ada kelas bela diri Mr.Jasper. Dulunya aku sama sekali tak tertarik dengan kelas ini seperti para lady lainnya, karena menurutku sangat menguras energi dan ewhhh itu jorok! Bagaimana mungkin lady sepertiku belajar seperti kaum pria dengan keringat yang menetes dan tanah yang melekat dimana-mana, itu sungguh bukan aku! Toh lagipula kelas ini tidak diwajibkan untuk lady, tapi hanya diwajibkan bagi para pria.

Tapi sekarang berbeda! Aku malah sangat bersemangat dengan kelas Mr.Jasper. Dia adalah guru bela diri yang handal. Kemampuannya yang tak hanya dalam bela diri tapi juga berpedang membuatnya disegani banyak orang.

Mr. Jasper ini golongan yang kaku dalam berinteraksi. Ia bahkan jarang sekali berbicara dengan para muridnya, kecuali itu urusan yang sangat penting.

Aku lalu mengambil perban yang tersedia dikotak obat. Aku membalut tanganku yang terkena kaca agar darahnya tak mengalir lagi. Walaupun ini tidak sakit, tapi tetap saja pasti orang-orang akan heran melihat tanganku yang terluka lebar jika tak dibalut perban.

Setelah selesai membalut luka dan mengembalikan sisa perban ke tempatnya, kini aku beralih untuk menyisir rambutku.

Rambut hitam legam sepinggang yang sangat mirip dengan lukisan mendiang ibuku yang terpampang megah di istana Arrandele. Ciri fisikku dengan ibu bisa dibilang 70%. Jika saja bentuk hidungku lebih mancung sedikit dan alisku yang juga tipis, bisa dipastikan bahwa aku adalah sosok ibu versi muda.

Ah, andai saja ibuku masih hidup, pasti aku tak akan sendirian kan? Aku pasti akan mendapat kasih sayang dari tua bangka itu dan kedua anak lelakinya.

Jika saja ibu tidak meninggal, pasti tidak akan ada kesengsaraan dalam hidupku, aku tidak akan mengalami siksaan batin dan fisik, aku juga mungkin tak akan mengalami yang namanya dinginnya penjara bawah tanah dan sensasi besi tajam yang menghantam leherku. Tapi itu hanya per-andaian yang tak akan terwujud. Nyatanya akulah yang membunuh ibuku sendiri.

Dengan tubuh polos dan bahkan belum bisa bergerak bebas, diriku sudah dicap sebagai pembunuh. Entah aku harus menyalahkan siapa. Apa jika aku tidak dilahirkan di dunia ini maka aku akan bahagia di sisi dunia yang lain? Entah, aku tidak tahu.

Aku mengambil gunting yang berada di laci meja rias. Lalu tanpa ragu, aku memotong rambutku dengan asal hingga hanya 5cm di bawah bahu. Jiwa baru, tampilan baru dan sifat baru. Nampaknya tiga itu bagus juga.

"Aku ternyata secantik ini" aku berucap mengagumi pantulan wajahku dengan model rambut baru. Bukannya sombong, tapi memang nyatanya aku secantik itu!

Tok tok tok

"Daisy!" Suara gaduh dari balik pintu kamarku mengalihkan perhatianku. Sepertinya ada yang mencari ku. Aku segera merapihkan penampilan dan riasan wajahku. Setelahnya, aku beranjak untuk melihat siapa gerangan yang mencari ku di pagi begini.

I'm Innocent, Damn It!Onde histórias criam vida. Descubra agora