Chapter 13

21.9K 3.2K 57
                                    

Saat dia menoleh, itu membuatku terpekik kaget. Sialan! Kenapa harus dia! Sudah lelah mencari si kambing sekarang bertemu dengan orang sepertinya. Jika saja aku dibolehkan untuk menghancurkan akademi ini, maka aku tak akan ragu untuk melakukannya.
__________

Daisy POV end

"Lancang!" Pria itu menatap Daisy dengan tatapan nyalang. Daisy? Dia sedang berusaha menekan emosinya. Kakinya benar-benar sudah lelah tapi malah sepertinya ada yang mengajak ribut.

Daisy memejamkan matanya sembari menghela nafas. Sabar, itulah yang berusaha Daisy kumpulkan. Sedetik kemudian, Daisy mengembangkan senyum manis dan membungkuk kepada pria itu.

"Maafkan saya tuan Miller" setelah membungkukkan badan dan meminta maaf yang tentunya Daisy lakukan dengan setengah hati, Daisy melanjutkan langkahnya untuk mencari kamar Xander.

"Selain pembunuh ternyata kau tidak punya etika juga ya" ucapan Miller membuat Daisy menghentikan langkahnya. Ia menoleh ada Miller dengan tatapan nyalang.

"Selain menjadi babu kesayangan kau juga bermulut seperti wanita ya tuan Miller" Daisy tidak mengada-ada, Miller ini adalah salah satu teman dari Kenzo, tapi Daisy menyebutnya babu karena Miller yang mau-mau saja disuruh apapun.

Ya namanya juga penjilat, akan melakukan apapun sehingga disukai orang yang berpangkat tinggi. Miller hanyalah anak dari seorang marquiss di kerajaan Arrandele.

Miller pikir dengan mendekati Kenzo sebagai kakak tingkatnya, ia akan mendapatkan apa yang ia mau, kenaikan pangkat keluarganya. Miller selama ini berusaha selalu didekat Kenzo, ia bahkan mau untuk melakukan apapun.

"Jalang sialan! Berani-beraninya kau bicara seperti itu kepadaku!" Teriak Miller tak terima.

Daisy tidak peduli, ia bahkan menatap Miller datar. "Apa yang membuat saya tidak berani kepada anda? Anda hanyalah anak seorang marquiss rendahan sedangkan saya seorang tuan putri. Tolong jangan membuat saya repot untuk mengambilkan kaca besar, berkacalah sendiri dengan benar dan sadari kedudukanmu, babu" Daisy tak lagi berpura-pura sopan. Jika dibiarkan, mulut lemes Miller akan semakin menjadi.

"Cih, tuan putri apanya? Kau hanyalah pembunuh yang tidak diharapkan" cela Miller. Miller sedikit banyak tau cerita tentang Daisy.

"Kau sudah tau aku pembunuh, oleh karena itu jaga mulutmu, siapa tau kau korban selanjutnya" jawab Daisy acuh.

Miller benar-benar dibuat emosi dengan ucapan Daisy.

"Kau!!! Da-"

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" Keduanya sontak menoleh pada asal suara. Baiklah Daisy, kumpulkan kesabaranmu sebanyak mungkin.

"Yang mulia" Miller memberikan hormat kepada Xavier dengan gugup. Dasar penjilat, sifatnya itu mungkin memang keturunan keluarganya, hah ingin sekali Daisy membasmi para penjilat, sayangnya balas dendamnya lebih penting dari apapun.

"Daisy? Kenapa kau kesini? Kau mau menemuiku?" Ucap Xavier dengan percaya diri tinggi, tak peduli wajahnya yang babak belur entah karena apa.

"Aku pasti sudah gila jika aku menerobos penjagaan hanya untuk bertemu denganmu. Sayangnya aku masih waras" Daisy terlalu terbawa emosinya, ia yang tadinya berniat hanya menjaga jarak dari Xavier kini malah dengan terang-terangan menunjukkan sikapnya yang sangat tidak menyukai Xavier.

"Kenapa?" Xavier bertanya dengan nada lemah pada Daisy. Ia kira Daisy kemarin-kemarin hanya marah sebentar padanya, tapi rupanya Daisy memang sudah benar-benar berubah.

"Berkacalah" bukan karena wajah babak belur Xavier, bukan itu maksud Daisy. Sikap Xavier selama ini lah yang ia maksud. Xavier pikir setelah mengulang kehidupannya, Daisy akan tetap menyukai Xavier? Kalau sampai iya itu namanya idiot!

I'm Innocent, Damn It!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin