▬ lembar kedua ::

1.4K 273 52
                                    

MALAM HARI,  rabu ◝⟳ lintasan jelaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALAM HARI,  rabu
◝⟳ lintasan jelaga

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬





AKU mencium aspal dengan estetik. alhasil aku beradu jidat dengan permukaan kasar, beberapa sekon kemudian aku meringis nampaknya aku melukai keningku. kepalaku berdenyut. aku melirik ke belakang, tepat pada batu yang berbaring pongah di jalan.

mengesalkan, gara-gara batu sialan.

aku bangkit perlahan, mendudukkan diri. gaunku mempertontonkan paha bagian atas, aku membelalak. gaunku sobek di bagian samping kanan.

aku bergerak menyatukan kedua sudut gaunku, pahaku masih tetap terlihat jadi tidak bisa sekadar aku pegang. luar biasa, hari ini benar-benar mempermainkanku.

kupanggut bibirku, kekesalanku memuncak. aku gemas, ingin sekali merobek gaunku, memukul diriku sendiri karena jatuh dengan ceroboh. apa yang menangkap atensiku terlihat menjengkelkan.

“hei, kenapa duduk di jalan?"

aku kontan menoleh, mendapati laki-laki yang berdiri lima langkah dariku. matanya nampak penasaran dengan aksiku yang tidak biasa. aku tidak menjawab, mendadak panik menderaku.

bagaimana menjelaskan apa yang terjadi?

kemudian aku melihatnya mendekatiku hingga hanya memakan satu langkah saja di antara kami. aku pun masih memandanginya, pikiranku menerawang dan mataku terasa perih. aku merasa malu.

“kamu kenapa?”

lalu, aku menangis.

bodoh sekali. aku merutuki diriku habis-habisan. aku memerintah diriku untuk berhenti menangis namun emosiku mengambil alih ego. aku menangis semakin menjadi-jadi di hadapannya.

“eh, jangan nangis, “ katanya.

aku mengusap mataku kasar tetapi air mata kian mengalir, “ga bisa!”

aku membuka mulut namun vokalku hanya melampiaskan amarahku dengan tangisan yang semakin besar.

“aku kesal! hari ini aku ulang tahun tapi ga ada yang sungguhan bahagia. ucapan selamat mereka cuma bohongan. mereka hadir karena orang tuaku kaya bukan karena aku. aku marah, aku mau menghajar ▬▬ " aku tercekat. respirasku menjerit alhasil tangisku terdengar seperti babi terkikik. “ ▬▬ aku kesal makanya aku pergi.”

demi tuhan, yue. kau kabur dari acaramu sendiri, terjatuh kemudian bercerita pada orang asing.

tapi laki-laki itu tidak menunjukkan respon. tungkainya mendekati figurku, ia berjongkok lalu menarikku agar lebih dekat.

jemarinya bersua dengan puncap kepalaku, mengusapnya pelan seolah-seolah aku adalah barang yang mudah pecah.

aku berusaha menarik nafas, semoga ingusku tidak mengalir menjijikkan. malunya akan bertambah dua kali lipat.

penampilanku mungkin sekarang amat berantakan. tatanan rambutku yang semula di sanggul kini terlepas dari cepitnya, make up kemungkinan juga luntur. rasanya aku sudah jadi badut begajulan ditambah keningku yang habis cepika-cepiki dengan aspal.

“pantas,” tuturnya, “itu ngejelasin kenapa gedung besar di depan sana ramai ternyata yang punya acara kabur.”

tangannya masih mengelus kepalaku. tak kurasa tangisku mereda, pandanganku tak lagi mengabur dan kini aku mampu meniti sosok laki-laki itu lebih dekat.

satu kata yang mendefinisikan : rupawan.

rambutnya pendek tak sampai menyentuh telinga. hidungnya bangir. matanya teduh ditemani senyum yang mengulas di wajahnya. aku hampir membuat diriku menangis lagi, anak adam ini benar-benar elok bentuk rupanya.

senyumnya semakin mengembang begitu mendapatiku tak lagi menangis. amarahku yang tumpah ruah seketika lenyap dari pinggiran hati tergantikan dengan debaran yang kurang ajarnya berpacu. senyumnya manis, kepalang manis.

“nah gini kan bagus, jangan nangis. yang lagi ulang tahun ga boleh sedih ya, cantik.”

teruna kelana realita, mitsuya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang