▬ lembar kelima

752 184 39
                                    

SORE HARI,  senin ◠◝ beton hampa

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

SORE HARI,  senin
◠◝ beton hampa

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬







MAAF YA, hujan.”

aku menggeleng sembari menampilkan senyum menunjukkan apabila aku tidak kebertan dengan perubahan rencana yang mendadak.
mitsuya mengajakku jalan-jalan, katanya senggang.

tentu saja aku menerima tanpa pikir panjang. kapan lagi aku bisa melakukan hal yang menyenangkan bersama teman?

meskipun hujan menghancurkan segalanya sehingga memojokkan kami berteduh di bawah atap ruko kosong.

aku mengelurkan tangan ke bawah langit, menyaksikan air hujan dengan cepat memenuhi kepalan tanganku menandakan hujan sangat deras. aku menarik lagi tanganku, menyembunyikannya dalam lipatan tangan.

“maaf agenda kita rusak gara-gara hujan.”
aku sekali lagi mengulas senyum, “ga papa, mitsuya. bukan salah kamu, salah cuaca.”

aku menarik respirasi, merasakan beku mulai menjajah tiap jengkal paru-paru. aku mendengkus, aku tidak mengenakan pakaian tebal hari ini sehingga angin yang dibawa hujan mulai iseng menyelimutiku. aku otomatis menyatukan kedua telapak tanganku kemudian menggosoknya satu sama lain.

“dingin?” tanya mitsuya yang dijawab anggukan ragu olehku.

tanpa komando, anak adam bermahkota cerah itu mengambil jemariku kemudian mengamitnya. memasukkannya dalam kantong jaketnya. aku nyaris tersedak ketika mendapatinya demikian.

mitsuya cuek saja namun aku merasa ibu jarinya mengelus permukaan telapak tanganku. aku mengigit bibir, menahan senyum yang lolos. mitsuya hangat, tangannya pun besar.

“kamu jangan ngerepotin aku terus.”

“maksudnya?’ tanyaku tidak bisa menafsirkan pertanyaanya bermaksud positif atau sebaliknya.

“kamu bikin aku berdebar makanya kepikiran kamu terus. hati aku mana bisa diajak kompromi. kalo aku naksir kamu gimana?”

aku termangu, tak mampu memproses ungkapan mitsuya di tengah terpaan hujan yang lebat.

ketika dinginnya lapisan udara mengecupiku yang kurasakan justru sesuatu yang membara. menyusup sampai pipi, membuatku malu ketika fokus mitsuya terpaku padaku.

jemariku kutarik dari genggamannya namun mitsuya lebih dulu antisipasi—ia menahanku sehingga daksaku bertabrakan dengab bahunya.

indra penciumanku berjumpa dengan aroma raganya yang harum. matanya memincing tajam, aku berjengit sedikit.

”jangan dilepas, aku suka begini.”

teruna kelana realita, mitsuya ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora