Leaving

725 119 3
                                    

Desa kecil yang jauh dari perkotaan bahkan terbilang sangat terpencil. Tidak ada sinyal disini, entah kenapa Doyoung memilih untuk pergi ketempat seperti ini atau mungkin disinilah Doyoung bisa melepaskan semuanya setelah tinggal disini.

Bersama dengan baby Yangyang yang ada digendongan, Doyoung berjalan mencari tempat untuk bernaung. Hanya rumah kecil dengan satu kamar tidur, namun cukup layak untuk ditinggali. Ia memastikan baby Yangyang sudah tertidur dalam gendongannya baru kemudian membersihkan seisi rumah  supaya nyaman untuk dirinya dan anaknya.

Doyoung hanya mengandalkan uang tabungan yang selama ini Ia simpan selama masih menjadi sekertaris. Dirinya percaya pasti akan ada saja suatu kejadian yang dapat terjadi baik yang baik maupun yang buruk. Naasnya malah kejadian buruk yang menimpa Doyoung sehingga Ia harus mengeluarkan tabungan daruratnya.

Setelah menyelesaikan acara beres-beres Doyoung menghampiri Yangyang, ternyata anak itu sudah bangun dengan posisi duduk sambil meremas-remas selimut yang tadinya Doyoung pakaikan.

"Sayang sudah bangun? Lapar?" Yangyang tertawa melihat Doyoung yang menghampiri dan menggendongnya.

"Uh, anak papah. Mandi dulu ote?" Doyoung membawa Yangyang ke kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu.

Baby Yangyang sudah wangi sekarang, Doyoung menyukai wangi anaknya. Ia rasa Yangyang akan tumbuh menjadi anak yang manis nantinya, yang pasti Doyoung akan menjaga Yangyang bagaimanapun itu. Doyoung menyuapi anaknya dangan penuh kasih sayang, tangan Yangyang menghentak-hentak bersemangat, pipi gembul itu belepotan oleh makanan yang Ia makan.

Doyoung mulai membiasakan Yangyang bermain sendiri dengan mainan yang dibawanya, walau hanya beberapa yang Doyoung bawa tapi setidaknya itu dapat mengembangkan motorik anaknya.

"Aaang?" Yangyang jatuh dari posisi duduknya, maklum bayi masih berumur 5 bulan. Doyoung yang melihatnya membenarkan posisi anaknya untuk bersandar dipangkuannya.

"Papa menyayangi Yangyang"

Setelah menidurkan anaknya, Doyoung duduk dipinggir kasur untuk melihat buku tabungannya. Menghitung berapa lama uang simpanannya bertahan, Ia menghela nafas saat mengingat jika Doyoung pernah menggunakan setengah tabungannya untuk membelikan peralatan bayi. Sebenernya tidak masalah, tetapi Doyoung harus bisa mendapatkan pekerjaan sebelum satu bulan kedepan.
.
.
.
.
.
Kehidupan Doyoung sangat sederhana, kembali seperti saat Doyoung masih berada di sekolah menengah hingga lulus kuliah, yang membedakan adalah kini Doyoung harus hidup berdua bersama anaknya.

Yangyang sudah tidak serewel dulu saat masih tinggal di mansion. Mungkin karena suasana disini lebih tenang, tidak ada suara teriakan antara Doyoung dan Taeil yang sedang bertengkar. Hatinya terasa seperti tertusuk jika mengingat kejadian itu. Disisi lain Doyoung juga mengkhawatirkan Wendy, namun sepertinya wanita itu bisa mengantikan posisinya.

Doyoung menautkan tangannya, matanya terpejam,

"Tuhan, apakah ini jalan terbaik?"

"Tolong biarkan aku dan Yangyang bahagia walaupun tidak bersama Taeil"

Doyoung selalu berdoa demikian ditiap malam setelah meninggalkan Taeil. Cintanya.

Tidak bisa tidur dengan baik juga sudah menjadi kebiasaannya. Pikiran selalu menanyakan mengenai apa yang ada dihatinya. Apakah Taeil mencarinya atau apakah Taeil sudah bahagia bersama Wendy disana. Memikirkan hal itu selalu sukses membuat air matanya lolos begitu saja.

Tetapi setelah melihat seorang bayi tidak bersalah yang tidur disampingnya membuat Doyoung kembali tersadar kalau Ia bisa menjalani semuanya. Doyoung pria yang kuat, Ia sudah terbiasa mandiri sehingga hal seperti ini harusnya merupakan hal kecil baginya. Doyoung terus menyemangati dirinya sendiri, mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Hello Baby!! [Moon Taeil x Kim Doyoung]Where stories live. Discover now